TEGAL (Jatengdaily.com)– Sejumlah kepala desa di Kabupaten Tegal menilai Bantuan Langsung Tunai (BLT) dampak pandemi Covid-19 dapat menimbulkan kecemburuan sosial di antara warga. Pasalnya, besaran bantuan yang besarannya diatur Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi lebih tinggi dari bantuan sosial lainnya.
Karenanya, mereka menolak peraturan menteri itu. Sebab, dikhawatirkan dapat menimbulkan konflik antara warga dan kepala desa.
Ketua Paguyuban Kepala Desa Kabupaten Tegal Mulyanto mengatakan, BLT dialokasikan dari Dana Desa (DD) yang diatur dengan sesuai Peraturan menteri Nomor 6 Tahun 2020. Dengan jumlah yang lebih besar dari bantuan dari pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi.
“Nominalnya tidak sesuai dengan BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai), bantuan pemprov, bantuan Jadup (Jaminan Hidup) pemkab maupun bantuan lainnya,” katanya, Sabtu (18/4/2020).
Karenanya, kata Mulyanto, pihaknya berharap menteri dapat mengubah nominalnya dengan mencabut permen tersebut. Sebab, dengan nominal yang lebih besar dari bantuan yang sudah disalurkan, dapat menimbulkan kecemburuan sosial.
“Selain itu, dengan nominal yang besar itu juga membuat penerimanya tidak merata bahkan sangat sedikit. Padahal pandemi corona ini dirasakan semua masyarakat,” katanya.
Menurut Mulyanto, besaran BLT sesuai dengan peraturan menteri yakni Rp 600 ribu per-Kepala Keluarga (KK). Sedangkan bantuan lainnya hanya Rp 200 ribu, sehingga kepala desa rentan menjadi sasaran protes warga lainnya.
”Kami berbarap, nominalnya tidak terlalu besar agar tidak ada kecemburuan dan warga yang lebih banyak dan merata,” ujar Mulyanto.
Kepala Desa Dukuhjati, Kidul, Kecamatan Pangkah Muhamad Irfai mengatakan, dengan BLT yang sebesar Rp600 ribu, maka kepala desa bisa menjadi sasaran protes warga. Karenanya, dia berharap agar besarannya disamakan dengan bantuan lainnya.
“Saat ini saja sudah banyak warga yang datang ke balai desa menanyakan BLT,” ujar Irfai. Wing-she
GIPHY App Key not set. Please check settings