in

Idul Kurban dan Kesalehan Sosial

Prof Dr KH Ahmad Rofiq MA

Oleh Ahmad Rofiq
LIMA hari lagi kaum Muslimin Indonesia khususnya, akan merayakan Idul Adha 1442 H, bertepatan dengan 20 Juli 2021. Idul Adha atau hari raya kurban, merupakan hari raya untuk mensyukuri anugerah dan kenikmatan besar dari Allah, dengan mempersembahkan sembelihan hewan kurban, kambing, domba, sapi, atau unta, untuk dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkannya, utamanya berbentuk daging siap dimasak.

Limpahan karunia dan nikmat Allah sangat banyak dan tak terbatas. Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan: “Sesungguhnya Kami (Allah) telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (QS. AL-Kautsar (108):1-3). Jika kita mau menghitung, pasti tidak mampu menghitungnya (QS. An-Nahl (16): 18). Dalam hembusan nafas kita, kita hirup oksigen gratis. Namun oksigen dikabarkan nyaris berebut, karena suplai oksigen untuk mereka yang terpapar Covid-19 makin banyak. Rumah Sakit pun kuwalahan.

Kurban secara historis, meneruskan syariat Nabi Ibrahim as kala mendapat perintah dari Allah melalui mimpi untuk menyembelih putranya Nabi Ismail as. QS. As-Shâffât (37):102 menjelaskan:

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. Selanjutnya, kurban ditetapkan Rasulullah saw. sebagai bagian dari Syariah Islam, syiar dan ibadah kepada Allah Ta’ala sebagai rasa syukur atas nikmat kehidupan.

Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa baginya berkelonggaran (rizqi) dan tidak berkurban, maka janganlah mendekati tempat shalat kami” (Riwayat Ibnu Majah dan Ahmad dari Abu Hurairah). Ulama ada yang menghukumi sunnah muakkad. Imam Hanafi berpendapat bahwa apabila seseorang yang mampu secara finansial, maka diwajibkan baginya untuk berkurban. Namun, murid beliau, Abi Yusuf dan Muhammad, hukum berkurban adalah sunnah muakkad.

Imam Malik mengatakan, hukum berkurban sunnah muakkad, namun dapat berubah menjadi makruh bagi seseorang yang mampu berkurban namun tidak melakukannya. Hukum berkurban menurut Imam Syafi’i, sunnah muakad. Cukup sekali berkurban dalam seumur hidup. Tidak perlu dilakukan selama setahun sekali. Mikhnaf bin Sulaim berkata: “Ketika kami berkumpul bersama Nabi Saw, aku mendengar beliau berkata: Wahai para sahabat, untuk setiap satu keluarga setiap tahunnya dianjurkan untuk berkurban.” (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Turmudzi). Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, hukum berkurban wajib bagi seseorang yang mampu melakukannya. Namun menjadi sunnah jika seorang muslim tidak mampu menunaikannya.

Nabi saw memberi contoh dengan berkurban dua ekor domba. Riwayat Anas bin Malik: “Nabi saw berkurban dua ekor domba, dan aku juga berkurban dengan dua ekor domba” (Riwayat Al-Bukhari 5127). Riwayat dari Anas bin Malik juga: “Nabi saw berkurban dengan dua ekor domba yang warna putihnya lebih banyak daripada warna hitamnya dan bertanduk, beliau meletakkan kaki beliau di atas rusuk domba tersebut lalu menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri” (Riwayat Al-Bukhari, 5138). Namun bagi umatnya, seekor kambing untuk satu orang/keluarga sudah cukup (bi sy-syâti l-wâhidah ‘an jamî’i ahlihi) (Riwayat al-Bukhary, 6670).

Dalam kondisi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, MUI mengeluarkan Taushiyah Nomor: Kep-1440/DP-MUI/VII/2021. Pelaksanaan shalat Idul Adha mengacu pada Fatwa Nomor 36 Tahun 2020 tentang Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Saat Wabah COVID-19, yang implementasinya diserahkan kepada Pemerintah atas dasar upaya mewujudkan maslahat (jalb al-mashlahah) dan mencegah terjadinya mafsadat (daf’u al-mafsadah). Boleh dilaksanakan di Masjid/Mushalla untuk daerah zona hijau, dan di rumah untuk daerah orange dan kuning.

Dalam pelaksanaan kurban, MUI mengarahkan agar diprioritaskan untuk membantu korban terdampak covid-19. Intinya, kurban adalah jenis ibadah berdimensi sosial, perlu dioptimalkan untuk membantu penanggulangan Covid, guna menguatkan imunitas, dengan penyediaan gizi bagi masyarakat, terutama yang terdampak Covid. Dalam pelaksanaan penyembelihan kurban harus tetap menjaga protokol kesehatan untuk mencegah dan meminimalisir potensi penularan.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam Surat Edaran No: 4162/C.I.34/07/2021 pada poin 5.c juga menghimbau pada warga Nahdliyin yang memiliki dana untuk berkurban dihimbau, agar digunakan untuk membantu masyarakat yang terdampak covid-19. Karena mereka yang mengandalkan dari bekerja atau berjualan harian, dalam PPKM Darurat, tentu sangat terdampak.

Idul kurban bisa dimaknai pembuktian keimanan, ketaqwaan, dan kesalehan sosial kita. Implementasinya, agar tidak terpaku (jumū) pada teks namun tercerabut dari substansi pesan sebuah perintah agama. Ibadah kurban memang ibadah ritual yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, bahkan beliau menyembelihnya sendiri, menyebut Asma Allah, dan bertakbir. Namun QS. Al-Hajj (78): 37 menegaskan: “Daging-daging unta – dan kambing/sapi — dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketaqwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Marilah kita berkurban, untuk saudara-saudara kita yang sangat membutuhkan, utamanya yang terdampak PPKM Darurat Covid-19. Pengurus takmir atau panitia, dapat memprioritaskan mana yang lebih mendesak, untuk membantu saudara-saudara kita terdampak PPKM Darurat, atau dilaksanakan penyembelihan, dengan tetap mengikuti tausiyah Ulama, mematuhi protocol Kesehatan secara ketat. Keselamatan jiwa wajib didahulukan dari pada ibadah lainnya. Kesalehan ritual pasti lebih sempurna dengan kesalehan sosial kita. Allah a’lam bi sh-shawab.

Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Wakil Ketua Umum MUI Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Guru Besar Pascasarjana UIN Walisongo Semarang. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

BPSDMD Jateng dan Asrama Haji Donohudan Jadi RS Darurat, RSUD Tugurejo 100 Persen Khusus Covid-19

Produksi Beton Ramah Lingkungan, SIG Raih Sertifikat Ekolabel Swadeklarasi dari KLHK