Oleh Pandu Adi Winata S.ST
Statistisi BPS Purbalingga
MOMEN Hari Ulang Tahun Republik Indonesia yang tercinta diiringi dengan sajian indikator-indikator hasil pembangunan. Salah satu indikator yang dinantikan adalah indikator pertumbuhan ekonomi. Indikator itu menjadi pembahasan yang menjadi perbincangan hangat selama pandemi. Pasalnya status resesi sebuah wilayah dicerminkan dari pertumbuhan ekonomi. Kalau berkali-kali dan berturut-turut nyungsep itu tandanya telah mengalami resesi. Dan hal itu telah dialami sejak kuartal kedua (April, Mei, Juni) tahun 2020, terhitung pertumbuhan ekonomi nasional empat kali nyungsep.
Seperti mendapat hadiah istimewa, secara nasional pada kuartal kedua, Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional mampu tumbuh sebesar 7,07 persen. Demikian pula yang terjadi di Jawa Tengah, karena peranan Jawa Tengah dalam mensupport besaran PDB cukup tinggi. Naik turunnya perekonomian nasional kerap seiring dengan naik turunnya perekonomian di Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah pada kuartal kedua tahun 2021 berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan (ADHK) 2010 mencapai Rp247.004,14 miliar. Jika dibandingkan dengan pencapaian PDRB pada kuartal pertama (Januari, Februari, Maret) 2021 yang mencapai Rp244.486,31 miliar, secara matematis, selisih sekitar 2.500 milliar mendongkrak pertumbuhan ke level 1,03 persen.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah berada pada level 5,66 persen diperoleh ketika menyandingkan capaian PDRB kuartal kedua tahun 2020 dengan kuartal kedua tahun 2021, istilah ini sering disebut year to year. Di mana pada kuartal kedua tahun 2020 nyungsep di angka Rp 233.772,61 milliar. Saat ditampilkan dalam sebuah grafik, capaian PDRB di kuartal kedua tahun 2019, 2020 dan 2021, membentuk kurva V, dan ini yang membuat capaian pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada kuartal 2021 menjadi cukup tinggi.
Hal serupa juga dialami pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 7,07 persen. Jika mau fair maka kita lihat besaran riilnya. Capaian PDRB Jawa Tengah kuartal kedua 2019 mencapai Rp 248.462,51 milliar. Angka itu jika dibandingkan head to head terhadap kuartal kedua 2021 jelas lebih besar, tetapi secara matematis, pertumbuhan di kuartal kedua tahun 2021 sangat tinggi karena dibandingkan dengan capaian pada kuartal kedua tahun 2020 yang hanya mencapai Rp 233.772,61 milliar.
Soal pencapaian itu tidak sedikit yang meragukan. Apalagi dalam konteks nasional, pencapaian itu merupakan rekor 17 tahun terakhir. Sedangkan untuk Jawa Tengah, rekor ini adalah terbaik semenjak kuartal kedua tahun 2016 di mana pada kuartal tersebut pertumbuhan mencapai 5,69 persen. Padahal sebagaimana telah dijelaskan di atas, ekonomi Jawa Tengah melompat karena capaian PDRB di kuartal kedua tahun 2020, yang menjadi pembanding, sangat rendah dibandingkan kuartal-kuartal lainnya.
Di sisi lain pada kondisi tertentu peningkatan PDRB atau pertumbuhan ekonomi tidak berkorelasi dengan penurunan atau kenaikan jumlah penduduk miskin. Sebenarnya yang salah bukan naik turunnya pertumbuhan ekonomi, tetapi kepada siapa dan siapa yang menumbuhkan ekonomi. Jika pertumbuhan itu dihasilkan oleh orang banyak, maka mereka pulalah yang memperoleh manfaat terbesarnya dan buah dari pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata. Dalam kondisi pandemi ini pertumbuhan lebih banyak digerakkan dari sektor konsumsi pemerintah.
Dalam prakteknya pun kita perlu akui bahwa, ekonomi mampu tumbuh dan bergerak, berkat kerja keras pemerintah dengan kebijakan menggelontorkan dana jumbo, dalam bentuk dana kesehatan, program vaksinasi, perlindungan sosial maupun berbagai jenis insentif. Perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), kartu sembako, bantuan sosial tunai, diskon listrik, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, dan subsidi kuota internet bagi pelajar dan mahasiswa adalah berbagai contoh riil kebijakan yang telah dilaksanakan.
Dampaknya hal tersebut memacu tumbuhnya beberapa sektor seperti sektor pengeluaran konsumsi pemerintah yang tumbuh paling tinggi (q to q) dibandingkan sektor lainnya pada kuartal kedua 2021 dengan pertumbuhan sebesar 31,45 persen. Ini menunjukkan secara jelas bahwa peranan pemerintah pada kuartal kedua begitu besar guna mendongkrak perputaran ekonomi Jawa Tengah. Konsumsi pemerintah diprediksi akan terus punya peranan besar seiring target besar dalam program vaksinasi. Apalagi dalam survei perilaku masyarakat Jawa Tengah dalam masa PPKM darurat, masih ada 26,3 persen responden yang ingin melakukan vaksinasi namun terkendala kuota vaksin.
Kebijakan pemerintah di atas juga mampu mempertahankan sektor konsumsi rumah tangga untuk terus tumbuh. Insentif PPnBM 0 persen bagi mobil baru dengan spesifikasi tertentu turut mendongkrak sektor konsumsi rumah tangga. Demikian pula insentif pemerintah terhadap sektor properti dengan PPN 0 persen turut menggairahkan permintaan terhadap unit rumah baru. Tak heran bila sektor konstruksi mampu tumbuh sebesar 8,85 persen.
Sektor konstruksi ini punya kaitan erat dengan sektor industri pengolahan, demand terhadap sektor properti turut meningkatkan demand terhadap produk industri manufaktur pendukung, terutama industri barang galian non-logam, seperti semen, keramik dan bahan bangunan yang mencapai. Program vaksinasi untuk sektor industri termasuk pekerja industri, memberikan ruang bagi sektor industri mulai berkarya lagi sehingga turut menumbuhkan sektor ini sebesar 2,94 persen.
Kebijakan lockdown yang sudah tidak diterapkan lagi selama kuartal kedua tahun 2021, juga turut menggairahkan pergerakan moda transportasi. Angkutan penumpang baik itu angkutan darat maupun udara sudah mulai menggeliat. Jumlah penumpang penerbangan domestik yang datang ke Jawa Tengah pada April 2021 naik 15,71 persen dibandingkan Maret 2021.
Pengiriman vaksin ke berbagai daerah beserta proses penyimpanan semakin meningkat di kuartal kedua 2021. Bandar udara Purbalingga yang sejak 1 Juni 2021 mulai beroperasi, tentunya turut meramaikan lalu lintas udara di Jawa Tengah. Indikator-indikator tersebut terkonfirmasi pada sektor yang berkaitan dengannya yaitu sektor transportasi dan pergudangan yang tumbuh sebesar 85,43 persen.
Angka 5,66 persen, setidaknya memberikan makna bahwa Jawa Tengah sedang dalam kondisi bangkit dari dampak negatif yang ditimbulkan pandemi. Kebijakan pemerintah yang telah memberikan dampak terhadap perekonomian, tentunya harus pula dibarengi dengan sikap tak abai terhadap protokol kesehatan. Hasil survei perilaku masyarakat pada masa pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa masih ada 9,6 persen responden di Jawa Tengah yang jarang atau abai untuk memakai masker.
Adapun tingkat kepatuhan dalam mencuci tangan, masih ada 20,8 persen responden yang jarang atau abai untuk melakukannya. Sekali lagi, kebangkitan bukan hanya peran pemerintah, akan tetapi juga peran masyarakat, jika belum mampu berkontribusi, setidaknya tidak menciptakan masalah baru dengan abai melaksanakan protokol kesehatan. Jatengdaily.com-st
GIPHY App Key not set. Please check settings