in

Masyarakat Jateng Tetap Bahagia di Masa Pandemi

Oleh: Lulu Lestari, SST
Fungsional Statistisi BPS Kab. Cilacap

Pandemi Covid-19 – Wabah covid-19 telah menghantui masyarakat dunia selama dua tahun berturut-turut. Semenjak dideteksi pertama kali di Cina pada Desember 2019, keberadaan virus tersebut semakin masif di seluruh negara termasuk Indonesia. Covid-19 pertama kali dideteksi masuk ke negara kita pada awal bulan Maret tahun 2020. Diduga virus ditularkan oleh warga negara asing yang terinfeksi dan berinteraksi dengan warga negara Indonesia. Setelah itu kasus-kasus baru semakin banyak ditemukan.

Berdasarkan data dari Center for Systems Science and Engineering (CSSE) Johns Hopkins University total kasus covid-19 di Indonesia sampai dengan Desember 2021 mencapai 4,26 juta dimana korban meninggal dicatatkan lebih dari 144 ribu jiwa. Penyebaran virus yang sangat cepat membuat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memutuskan kejadian covid-19 sebagai pandemi.

Untuk menekan laju penyebaran covid-19, pemerintah mengambil kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat. Dimulai dari kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada tahun 2020 yang dilanjutkan dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai Januari 2021. Kebijakan tersebut membawa pukulan telak untuk perekonomian masyarakat.

Hampir seluruh kegiatan ekonomi lumpuh pada saat awal pemberlakuan PSBB. Laju pertumbuhan ekonomi merosot tajam dimana Jawa Tengah mengalami kontraksi sebesar -2,65 persen selama tahun 2020. Geliat usaha masyarakat semakin suram dan mengakibatkan naiknya angka pengangguran sebesar 6,48 persen di tahun yang sama. Persentase penduduk miskin juga terus meningkat seiring dengan sulitnya himpitan ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat. Tercatat 11,79 persen penduduk Jawa Tengah hidup miskin.

Kebahagiaan
Sulitnya kehidupan ekonomi di masa pandemi ternyata tidak melunturkan kebahagiaan yang dirasakan oleh masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kebahagiaan adalah suatu keadaan atau perasaan senang dan tentram (bebas dari segala yang menyusahkan). Di tengah carut marutnya kondisi ekonomi selama pandemi, masyarakat Jawa Tengah terbukti masih bahagia.

Indeks Kebahagiaan masyarakat Jawa Tengah pada tahun 2021 mencapai nilai 71,73 poin meningkat dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2017. Hal tersebut sejalan dengan Easterlin Paradox yang menyatakan bahwa kebahagiaan tidak bisa diukur melalui banyak atau sedikitnya pendapatan seseorang. Ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh kebahagiaan sehingga orang miskin tetap bisa bahagia.
Seberapa besar kebahagiaan yang dirasakan oleh masyarakat diukur Badan Pusat Statistik melalui Indeks Kebahagiaan. Indeks tersebut dihitung berdasarkan tiga dimensi yaitu dimensi kepuasan hidup, afeksi atau perasaan, dan makna hidup. Kepuasan hidup dibagi menjadi dua yaitu kepuasan hidup personal dan kepuasan hidup sosial.

Kepuasan personal berkaitan dengan pendidikan, pekerjaan, pendapatan, kesehatan, dan fasilitas rumah yang dimiliki oleh masyarakat. Kepuasan hidup sosial dipengaruhi oleh faktor keharmonisan keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, keadaan lingkungan, dan kondisi keamanan. Dimensi afeksi mengukur seberapa besar perasaan senang, perasaan tidak khawatir, dan perasaan tidak tertekan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Selanjutnya dimensi makna hidup mengukur sejauh mana seseorang bisa memaknai kehidupan yang dijalaninya.

Berdasarkan Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan Hidup 2021, sebagian besar masyarakat Indonesia mengalami peningkatan kebahagiaan dibandingkan tahun 2017. Provinsi dengan indeks kebahagiaan terbesar yaitu Maluku Utara, Kalimantan Utara, dan Maluku. Ketiga provinsi tersebut secara umum tidak semaju provinsi-provinsi yang ada di Pulau Jawa. Namun, pada kenyataannya masyarakat di ketiga wilayah itu jauh lebih merasa bahagia hidupnya. Jawa Tengah sendiri menempati posisi ke-21 diantara 34 provinsi di Indonesia pada pengukuran tingkat kebahagiaan.

Masyarakat Jawa Tengah yang tinggal di perkotaan lebih bahagia dibandingkan dengan mereka yang tinggal di desa. Kebahagiaan yang lebih tinggi juga dirasakan oleh kelompok masyarakat Jawa Tengah yang berjenis kelamin laki-laki, masyarakat dengan status kawin, masyarakat pada kelompok umur 25 sampai dengan 40 tahun, dan mereka yang berstatus sebagai kepala rumah tangga. Selain itu, masyarakat Jawa Tengah dengan tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi juga merasa lebih bahagia.

Bahagia di Tengah Pandemi
Begitu kompleksnya dimensi kebahagiaan mengingatkan kita bahwa rasa senang bisa timbul dari berbagai macam faktor. Himpitan ekonomi yang dirasakan pada saat pandemi tidak seharusnya melunturkan kebahagiaan seseorang. Masih banyak faktor lain yang harus disyukuri dalam kehidupan seperti keharmonisan keluarga, kesehatan, keamanan lingkungan, dan lain sebainya. Rasa syukur tersebut dapat menjadikan hidup lebih nyaman dan senang. Kesulitan dalam hidup pasti selalu ada, tetapi bahagia di tengah pandemi merupakan suatu keharusan agar masyarakat menjadi siap menghadapi gempuran covid-19 yang entah kapan akan berakhir. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Songsong 2022, Wamenag Minta Waspadai Omicron dan Sambut Tahun Toleransi

Persis Solo Akhirnya Bangun dari Tidur Panjang