Oleh: Mohammad Agung Ridlo
DI Indonesia, persaingan antarwilayah diperkirakan akan berlangsung terus. Daerah yang miskin akan tiga pilar pengembangan wilayah (sumberdaya alam, sumber daya manusia, dan teknologi), akan berupaya keras melaksanakan berbagai strategi untuk meningkatkan daya saingnya agar tidak tenggelam diantara daerah yang kaya akan ketiga pilar tersebut. Paradigma pembangunan dewasa ini menempatkan pembangunan perdesaan sebagai upaya menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Dinamika pembangunan perdesaan, orientasinya pada pembangunan pertanian, dari waktu ke waktu dituntut untuk terus berkembang demi memenuhi kebutuhan masyarakat yang makin meningkat. Dalam menghadapi tantangan dan tuntutan lingkungan strategis, baik regional, nasional maupun global, maka strategi pembangunan pertanian perlu mengembangkan dan mensinergikan sistem dan usaha agribisnis dengan pendekatan wilayah.
Strategi pembangunan pertanian dengan mengembangkan ekonomi berbasis pertanian yang berorientasi pada pembangunan agribisnis, didasarkan pada Agro-bassed Sustainable Development perlu terus ditingkatkan. Dengan strategi tersebut diyakini dapat memperkokoh perekonomian bangsa Indonesia, karena sektor pertanian adalah tulang punggung ekonomi nasional. Berbagai kendala dan tantangan dalam pengembangan sistem dan usaha agribisnis di perdesaan, maka diperlukan terobosan program yang terarah dan terkoordinasi melibatkan berbagai pihak.
Dalam mempercepat pembangunan perdesaan dan pertanian diperlukan komitmen dan tanggungjawab moral pelaku (stakeholder) pembangunan dari segenap aparatur pemerintah, masyarakat maupun swasta, sehingga pembangunan perdesaan dan pertanian dapat dilakukan secara efektif, efisien, terintegrasi dan sinkron dengan pembangunan sektor lainnya dan berawawasan lingkungan.
Salah satu program tersebut adalah perlu segera digerakkan pengembangan wilayah perdesaan dan pertanian melalui konsep pengembangan agropolitan. Konsep agropolitan (kota dengan basis ekonomi pertanian) merupakan salah satu upaya mempercepat pembangunan perdesaan, sehingga pembangunan tidak lagi bertumpu pada pusat-pusat pertumbuhan yang biasanya terletak di pusat-pusat kota. Konsep pengembangan agropolitan ini merupakan pendekatan pembangunan perdesaan dan pertanian, yang diharapkan mampu memberikan berbagai pelayanan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk pelayanan yang berhubungan dengan sarana produksi, jasa distribusi maupun pelayanan sosial ekonomi lainnya, sehingga masyarakat perdesaan tidak perlu lagi pergi ke kota.
Dengan kata lain agropolitan adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha agribisnis yang mampu melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) dan wilayah hinterlandnya. Wilayah agropolitan merupakan kota pertanian (memiliki fasilitas seperti layaknya di perkotaan) dengan desa-desa sentra produksi pertanian sebagai wilayah hinterlandnya. Wilayah tersebut merupakan pemasok hasil pertanian (sentra produksi pertanian) yang memberi kontribusi terhadap pencaharian dan kesejahteraan masyarakat.
Konsep ini dijalankan melalui program pengembangan agropolitan dengan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis dalam suatu sistem yang utuh dan menyeluruh, yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat serta difasilitasi oleh pemerintah.
Konsep agropolitan bukanlah konsep baru, John Friedmann dan Mike Douglass, tahun 1975 sudah menggulirkan konsep ini. Namun tampaknya konsep ini mulai kita gerakkan pada tahun 2002, sebagai pengembangan dan optimalisasi dari hasil-hasil pembangunan pada kawasan-kawasan andalan, kawasan sentra produksi, kawasan pengembangan ekonomi terpadu, serta mengoptimalkan program-program yang sudah ada sebelumnya seperti: Program Bimas, Kimbun, Kunak, PIR, PPK, dan program-program inter departemen lainnya.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menggerakkan pengembangan dan pembangunan wilayah perdesaan dan pertanian melalui konsep agropolitan:
Pertama, dengan menerapkan konsep agropolitan di wilayah perdesaan, diharapkan dapat menguatkan ekonomi lokal perdesaan. Selain itu diharapkan juga dapat mengurangi arus urbanisasi ke perkotaan dan dapat menciptakan lapangan kerja baru di wilayah perdesaan.
Kedua, investasi pembangunan pada infrastruktur wilayah agropolitan diharapkan dapat memenuhi tingkat kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan pengembangan wilayah perdesaan.
Ketiga, pengembangan agropolitan di perdesaan tidak hanya mengembangkan ekonomi masyarakat saja, tetapi juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengembangan dan pembangunan di wilayah perdesaan.
Keempat, mekanisme pelaksanaan pembangunan (mengelola potensi, mengembangkan institusi social, budaya, ekonomi serta teknologi) di wilayah perdesaan harus sinergi dan komprehensif dengan wilayah perkotaan (interdependence urban and rural development system), dan tetap memperhatikan kelestarian alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Kelima, perlu membuat percaya diri masyarakat perdesaan dan perkotaan dengan merubah “mentalset masyarakat” Indonesia yang masih membedakan bahwa kota lebih bagus dari desa.
Keenam, menyeimbangkan ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan menuju terwujudnya pemerataan dan penyetaraan pendidikan bagi masyarakat wilayah perdesaan dan perkotaan.
Ketujuh, manusia hidup dihabitatnya perlu mendisiplinkan diri dengan 6 sa (sabutuhe, saperlune, sacukupe, samestine, sabenere) dan perlu menghormati, menghargai, merawat dan bertanggungjawab atas wilayah dan lingkungannya.
Dr. Ir. Mohammad Agung Ridlo, MT, Sekretaris Jenderal Forum Doktor Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA).Jatengdaily.com–st
GIPHY App Key not set. Please check settings