in ,

Menyoal Impor Beras di Tengah Panen Raya

Oleh: Irma Nur Afifah
Statistisi Muda BPS Kabupaten Kendal

PROGRAM strategis nasional di antaranya adalah program ketahanan pangan, hal ini didukung dengan dibukanya food estate atau lumbung pangan di beberapa area di Indonesia, yang digaungkan sejak pertengahan tahun lalu. Food estate secara harfiah artinya perusahaan perkebunan/pertanian pangan yang merupakan konsep pengembangan pangan terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan bahkan peternakan di suatu kawasan (Indonesia.go.id).

Hal ini sejalan dengan Rencana Kinerja Tahunan Badan Ketahanan Pangan Nasional tahun 2020 yang menyebutkan, target program peningkatan diversifikasi dan ketahanan pangan masyarakat sesuai RPJMN 2020-2024 yaitu poin pertama Lumbung Pangan Masyarakat. Dengan adanya food estate diharapkan ketahanan pangan makin meningkat dan kokoh. Ketahanan pangan kokoh, artinya suatu kondisi dimana daya beli meningkat, inflasi menurun, pangan tersedia, dan harga-harga stabil.

Menyikapi perihal ketersediaan pangan, pemerintah menerapkan dua kebijakan pada akhir tahun 2020 yang lalu, pertama melakukan impor beras sebagai cadangan beras pemerintah dan kedua penyerapan gabah oleh Bulog saat panen raya pada triwulan 3 2021 mendatang. Secara nasional data yang di rilis BPS mencatat potensi produksi beras triwulan 1 2021 meningkat 26 persen dibanding tahun 2020, yaitu dari sekitar 11 juta ton menjadi 14 juta ton. Sementara menurut data Bulog, cadangan beras diperkirakan mencukupi sampai pertengahan 2021.

Lantas mengapa muncul polemik impor beras ditengah stok beras yang mencukupi dan panen raya oleh petani? Hal ini kontradiktif dengan rencana pemulihan ekonomi nasional dan program strategis nasional yaitu kedaulatan pangan dengan rancangan food estate atau lumbung pangan menuju swasembada pangan yang kokoh.

Polemik Impor Beras
Ketahanan pangan menjadi isu yang kian hangat karena kebijakan rencana impor beras. Tak dapat dipungkiri bahwa pandemi COVID-19 berimbas pada terguncangnya ekonomi dalam hal ini terkait dengan pasokan dan distribusi pangan domestik yang terkendala karena pembatasan sosial. Namun demikian sejatinya pandemi ini tidak berpengaruh signifikan pada kegiatan pertanian. Hal ini terbukti pada interview terhadap petani di berbagai wilayah, di mana produksi padi terhitung dalam kondisi panen raya yang diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani.

Namun sebaliknya, rencana impor beras ternyata justru membuat petani merugi, pasalnya rencana ini memicu anjloknya harga gabah di level petani. Dukungan bagi petani timbul dari berbagai pihak, di antaranya aksi demo mahasiswa pertanian yang menolak rencana impor beras oleh kementerian perdagangan karena dinilai kurang tepat pada kondisi ketersediaan stok beras dan panen raya.

Dukungan lain muncul dari himpunan pengusaha, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan ormas dari berbagai wilayah di tanah air. Oleh karena itu diharapkan pemerintah lebih bijak menyikapi polemik ini untuk mendukung petani dengan cara mengendalikan stabilitas harga di tingkat petani dan menyerap hasil panen lokal untuk cadangan beras pemerintah.

Cadangan
Cadangan/iron stock beras sejatinya sangat penting, dalam Regulasi Penugasan Pemerintah disebutkan Perum Bulog ditunjuk sebagai penyelenggara usaha logistik pangan pokok yang bermutu untuk pemenuhan hajat hidup orang banyak. Bulog berperan dalam pembelian dan penyerapan beras untuk kepentingan pemerintah dengan syarat kualitas gabah kering panen, gabah kering giling dan persyaratan kualitas beras.

Selain itu yang tak kalah penting adalah penyerapan beras diutamakan dari petani lokal yang dipergunakan untuk cadangan beras pemerintah. Beras ini kelak menjadi beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat miskin dan rawan pangan serta cadangan penanggulangan keadaan darurat dan bencana.

Secara nasional data yang di rilis BPS bahwa potensi produksi beras pada triwulan 1 tahun 2021 meningkat 26 persen dibanding tahun 2020, yaitu dari sekitar 11 juta ton menjadi 14 juta ton. Catatan Bulog cadangan/iron stock beras sampai dengan akhir Desember 2020 sebanyak 800 ribu ton beras, sementara kebutuhan akan beras sekitar 1-1,5 juta ton beras.

Itulah mengapa pada akhir Desember lalu pemerintah telah menetapkan kebijakan impor beras untuk mencukupi stok beras di bulog, sebagai antisipasi ketersediaan pangan di tanah air mengingat pandemi yang belum berhenti.

Stok beras selalu dicadangkan dengan kisaran 1-1,5 juta ton per tahun. Pengadaan beras oleh Bulog bisa dari domestik atau luar negeri bila input beras dalam negeri diperkirakan tidak mencukupi. Guna cadangan beras adalah untuk kebutuhan mendesak seperti bansos, operasi pasar dan stabilitas harga. Kondisi saat ini cadangan beras yang ada di Bulog sebesar 800 ribu ton, artinya masih ada kekurangan sekitar 200-700 rb ton.

Sejauh ini kebijakan impor beras memang baru rencana, belum ada keputusan terkait perlu impor beras atau tidak. Namun memperhatikan kegaduhan terkait impor beras yang ricuh, presiden menegaskan bahwa tidak akan impor beras sampai Juni 2021 mendatang, hal ini juga didukung dengan data ketersediaan pangan dan panen raya di sejumlah daerah.

Pentingnya Komunikasi
Menyoal polemik ini, sejatinya ada benang merah yang dapat ditarik, yaitu pentingnya komunikasi dan koordinasi antar kementerian/lembaga terkait. Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian dan Bulog seyogyanya mampu menghadirkan solusi agar kebutuhan cadangan beras bisa di putuskan apakah mencukupi dari produk lokal atau tidak sebelum impor.

Informasi dari Dirut Bulog Budi Waseso, stok beras hingga Mei mendatang masih surplus. Serapan beras oleh Bulog pada produk domestik juga cukup baik, artinya jaminan ketersediaan dirasa aman bisa swasembada, sehingga kebijakan impor perlu dikaji ulang. Tercatat cadangan beras sampai Maret 2021 di Bulog sebesar 883 rb ton ditambah serapan pada panen raya memungkinkan stok beras mencapai lebih dari 1 juta ton.

Komunikasi dan koordinasi antara institusi terkait sangatlah penting, yaitu Kementerian Pertanian dari sisi kepastian ketersediaan cadangan beras dari hasil pertanian, sedangkan kementerian perdagangan berkontribusi terkait perlu tidaknya impor beras berdasar hasil inventarisasi dari kementan, sedangkan perum bulog sebagai institusi yang menjadi center poin penyediaan stok beras. Ketiga Lembaga ini memungkinkan pengambilan kebijakan secara tepat tanpa harus merugikan petani sebagai penghasil beras di negeri ini.

Di sisi lain food estate yang diharapkan mampu mendukung kenaikan cadangan pangan nasional memang belum berjalan optimal, karena adanya pandemic, anggaran food estate tahun lalu dialihkan pada refocusing penanganan Covid19, namun demikian program ini tetap menjadi program strategis nasional dan merupakan sebuah harapan menuju ketahanan pangan yang makin meningkat dan kokoh di masa mendatang. Jatengdaily.com-yds

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Ekspedisi Seroja Bantu Korban Banjir di Sumba Timur

Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang Studi Banding di PPSDM Migas