in

Penggalan Waktu dan Evaluasi Penyadaran Diri


Oleh: Ahmad Rofiq
Wakil Ketua Umum MUI Jateng

MARI kita awali tahun baru 2021 dengan senantiasa bersyukur kepada Allah. Hanya karena anugrah dan pertolongan-Nya kita sehat afiat dan merasa bahwa bentangan waktu, kita berkurang umur. Semoga dengan kesyukuran kita, makin bertambah karunia Allah terlimpah pada kita.

Deret waktu dalam setiap hembusan nafas, hirupan udara, dan gerak jasmani kita, bahkan ide, angan, dan fikiran kita manusia, adalah penggalan waktu, untuk mengevaluasi penyadaran diri apakah kita ini masih manusia atau tidak. Dalam bahasa Descartes, seorang filosuf Perancis, adalah Cogito ergo sum. Artinya adalah: “aku berpikir maka aku ada”. Kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang karena manusia berfikir.

Secara agama, karena manusia dikaruniai akal dan hati. Indikator kita masih manusia adalah manakala kita masih mampu memfungsikan hati dan fikiran kita sesuai khithah yang diberikan oleh Sang Pencipta, yakni berfikir positif, menggunakan pendengaran kita untuk hal-hal yang baik, memanfaatkan penglihatan kita untuk hal-hal yang baik, untuk ditindaklanjuti menjadi lebih baik lagi. Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan:

“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka) Jahannam kebanhakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memounyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergu akan ya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagaimana biagang ternak, bahkan mereka lebjh sesatlahi. Mereka itulah orang-orag yang lalai” (QS. Al-A’raf: 179). Karena itu pula Allah SWT mengingatkan dengan sumpah-Nya :

“Demi waktu, sesungguhnya manusia niscaya dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran” (QS. Al-‘Ashr: 1-3). Al-Qur’an mengintrodusir bahwa hamba Allah yang cerdas adalah ulu l-albab. Orang yang cerdas adalah orang yang mau mendengar perkataan orang lain, dan mau menindaklanjuti dengan upaya yang lebih baik. Allah SWT berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang mau mendengarkan perkataan (orang lain) maka mereka mengikutinya dengan yang lebih baik.

Mereka itulah orang-orang yang Allah beri petu juk pada mereka. Dan mereka itulah orang-orang yang cerdas (ulu l-albab)” (QS. Al-Zumar:18). Saudaraku, marilah kita mengawali tahun 2018 ini dengan menata ulang niat hidup kita. Kita sadarkan diri kita, bahwa kita diciptakan Allah dan ditempatkan di muka bumi ini adalah hanya semata-mata untuk beribadah kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyat:56). Sebagai hamba yang diamanati sebagai umat terbaik (khairu ummah), kita musti menjalankan amar makruf dan nahy munkar, dengan dasar keimanan yang memadai (QS. Ali Imran: 111).

Umat yang terbaik harus kuat, tidak boleh lemah. Karena umat yang lemah hanya akan menjadi obyek dan sasaran permainan oleh mereka yang tidak senang. Terlebih jika kelemahan dalam soal ekonomi. Rasulullah saw pun, sudah wanti-wanti, bahwa “nyaris orang yang fakir itu menjadi kafir”. (Riwayat al-Baihaqy). Karena itu setiap keluarga kita, harus kita persiapkan menjadi keluarga yang berkualitas, sakinah, mawaddah wa rahmah. Gizi cukup, badan yang sehat, yang secara lahiriyah akan melahirkan otak yang cerdas, pendidikan cukup, agama yang kuat, akhlakul karimah, dan memiliki keunggulan kompetitif, dan mampu bersaing dalam dunia global.

Manusia hanya menjalankan skenario Tuhan, dalam satuan waktu hari kemarin, hari ini, dan hari esok. Hari kemarin menjadi kenangan manis atau pahit. Hari ini kesempatan kita berbuat dan mengukir sejarah dengan torehan tinta emas atau lukisan prestasi. Dan hari esok, kita merencanakan kehidupan yang lebih baik lagi. Kita musti menyadari bahwa masa depan kita, adalah karena kita hidup dalam perjalanan panjang menuju hidup “keabadian”. Mengakhiri renungan ini, mari kita simak secara seksama dan hayati pesan Rasulullah saw : “Barang siapa hari (ini)-nya lebih baik dari hari ke arinnya, maka ia adalah orang yang beruntung. Barangsiapa hari ini ya sama atau seumpama hari kemarin, maka ia adalah orang yang tertipu, dan barangsiapa hari ininya lebuh buruk dari hari kemarinnya, maka ia adalah orang yang terlaknat” (Riwayat ath-Thabrany).

Karena itu, kita harus belajar yang lebih rajin lagi. Karena ilmu Allah yang digelar untuk manusia ibarat samudra tak bertepi. Bahkan seandainya air samudra digunakan untuk digelar untjk mencatat kalimat Allah, akan kering sebelum habis ilmu Allah. Kita musti bekerja keras. Bagi yang memiliki keterampilan untuk berdagang atau bisnis, maka jadilah pedagang yang jujur. Rasulullah saw : “Berbisnislah kamu sekalian, maka sesungguhnya di dalam berbisnis itu adalah sembilan persepuluh rizqi” (Riwayat Ibrahim al-Harby).

Selamat mengawali tahun baru 2018 dengan semangat ibadah, optimis, dan husnudhdhan, bahwa kita akan mampu bekerja dengan baik, profesional, dan berhasil mewujudkan torehan tinta emas sejarah kita. Marilah kita bekerja keras: “Dan orang-orang yang berjuang atau bekerja keras di jalan Kami (Allah), sungguh Kami akan tunjukkan jalan Kami, dan sesungguhnya Allah menyertai orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al-‘Ankabut: 69). Mari kita torehkan tinta sejarah dan masa depan kita, bahwa kita mampu mengukir dan menorehkan sejarah bagi bangsa Indonesia ke depan yang lebih baik, setidaknya kalau kita belum mampu, cukuplah untuk diri kita dan keluarga kita. Amin. Jatengdaily.com–st

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Tim Pengabdian PWK Unissula Edukasi Tata Ruang untuk Siswa

Banjir di Demak, Warga Tak Mengungsi