in

Problematika Komunikasi Dokter dan Pasien Menyebabkan Kesalahpahaman Pasien Terhadap Pelayanan Dokter di Rumah Sakit

Chandra Aquino Tambunan dan Christabella Gunawan

Oleh: Chandra Aquino Tambunan dan Christabella Gunawan
Mahasiswa Program Studi Magister UNTAG Semarang

CARA berkomunikasi menjadi suatu kepentingan utama bagi setiap pemberi atau penerima informasi dalam tercapainya tujuan akan alasan informasi tersebut disampaikan. Dokter dan pasien serta rumah sakit memiliki pola tersendiri dalam hubungan hukum pada setiap pihak yang berkaitan. Dalam hubungan hukum antara dokter dan pasien ini membutuhkan suatu cara berkomunikasi yang baik sehingga tidak terjadi kesalahpahaman di masing-masing pihak, untuk dapat saling mengetahui hak dan kewajiban setiap pihak.

Penelitian ini memggunakan pendekatan kualitatif dengan metode yuridis normatif. Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengurangi kesalahpahaman antara pihak dokter di rumah sakit dengan pasien dan keluarga pasien. Kesalahpahaman ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan pasien terhadap dokter sehingga menurunkan derajat kesehatan masyarakat karena masyarakat akan lebih memilih tidak ke rumah sakit dan mencari obat alternatif.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah rumah sakit membutuhkan manajemen yang dapat memaksimalkan etika berkomunikasi dari para tenaga kesehatan sehingga tidak menurunkan nilai positif dari masyarakat. Penelitian ini juga dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk lebih bijak dalam menyampaikan saran dan kritik kepada dokter maupun rumah sakit dan lebih berhati-hati untuk tidak mengambil video dari setiap tenaga kesehatan ataupun tindakan yang diambil ketika berada di rumah sakit.

Pasien adalah konsumen dengan segala hak dan kewajiban yang memiliki kebutuhan khusus menerima pelayanan dari dokter maupun pihak rumah sakit (RS). Pasien pun memilih setiap dokter atau RS yang sudah dipercaya terutama oleh keluarga pasien untuk melakukan tindakan yang dapat mengurangi tingkat rasa sakit pada pasien atau tingkat kematiannya. Pasien yang telah memercayakan hidupnya kepada dokter dan RS wajib memahami Undang-Undang Praktik Kedokteran dengan beberapa pemahaman bahwa perlunya pasien berkata jujur dan benar sesuai yang dirasakan, dan pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya serta pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dokter guna kepentingan pengobatan pasien itu sendiri.

Pasien sebagai manusia dapat merasakan kekecewaan atau kekesalan jika terdapat sesuatu yang diharapkan oleh pasien tetapi tidak sesuai, hal ini perlu disadari oleh pasien bahwa suatu kesembuhan dari penyakit adalah kuasa-Nya dan manusia hanya dapat berharap dan berusaha. Proses pelayanan kesehatan berbeda dengan hal yang berkaitan dengan harapan, hal ini lebih kepada usaha yang berkaitan dengan proses pelayanan yang diberikan terhadap pasien. Dalam suatu usaha terdapat kekurangan atau kelemahan dan hal ini pun terjadi pada proses pelayanan terhadap pasien maupun keluarga pasien.

Respons yang muncul adalah komplain atau ada yang kurang sesuai dengan yang tertulis dan tentunya pasien perlu mengetahui bagaimana komplain disalurkan agar tidak menyalahi hukum yang bisa merugikan pasien sendiri. Menurut Permenkes No. 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien pada Pasal 17 Ayat 2 Huruf (f) bahwa pasien dapat mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kesalahpahaman atau miskomunikasi antara pihak pasien dan dokter atau RS dapat menyebabkan munculnya tuntutan hukum jika RS tidak melakukan menajemen resiko dan pengelolaan dengan baik. Hal ini menjadi latar belakang dari penulisan jurnal berjudul ‘Problematika Komunikasi Dokter dan Pasien Menyebabkan Kesalahpahaman Pasien Terhadap Pelayanan Dokter di Rumah Sakit’.

Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran). Dalam bertugas dokter telah memiliki kompetensi dalam bentuk surat kompetensi yang dikeluarkan oleh Kolegium sesuai bidang keahliannya, surat tanda registrasi oleh Konsil Kedokteran Indonesia dan surat izin praktik dari Dinas Kesehatan / Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di bawah Pemerintah Daerah.

Kode Etik Kedokteran Indonesia

Tak lupa dokter juga telah dibekali Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) yang dikeluarkan oleh organisasi profesi dokter yaitu Ikatan Dokter Indonesia sebagai tuntunan dalam menjalankan tugas keseharian dan hubungan serta kewajiban terhadap diri sendiri, teman sejawat, pasien maupun rumah sakit dan masyarakat. Dokter sebagai bagian dari rumah sakit tentunya juga perlu memahami regulasi internal, standar prosedur operasional menjadi rambu-rambu dalam bekerja sehari-hari, mulai dari tata cara berpenampilan, bertemu pasien di poliklinik dan ruang perawatan, penjelasan yang diberikan dengan detail dan membuka kesempatan pasien untuk berdiskusi, terlebih lagi bila pasien akan diberikan tindakan invasive / operasi agar senantiasa melakukan informed consent dengan benar, dan apa yang telah dilakukan kepada pasien terdokumentasi dalam rekam medis elektronik.

Rumah sakit berdasar sejarahnya merupakan suatu tempat penerimaan tamu yang memerlukan perawatan, karena secara tradisional rumah sakit ini digunakan untuk tempat pengasingan seseorang yang memiliki penyakit menular seperti kusta dan lepra. Rumah sakit menurut WHO Expert Committee On Organization of Medical Care: “is an integral part of social and medical organization, the function of which is to provide for the population complete health care, both curative and preventive and whose out patient service reach out to the family and its home environment; the hospital is also a centre for the training of health workers and for bio social research.”

Rumah sakit adalah bagian integral dari organisasi medis dan sosial, yang berfungsi menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap kepada populasi manusia, baik kuratif dan pencegahan maupun bertujuan pelayanan yang menjangkau kepada keluarga dan lingkungan rumah dari pasien, rumah sakit juga adalah pusat pelatihan tenaga kesehatan dan untuk penelitian bio sosial. Rumah sakit dalam upaya mengurangi tingkat resiko cidera dan kerugian baik pada pasien, nakes, pengunjung maupun di ‘tubuh’ rumah sakit itu sendiri, maka rumah sakit melakukan tindakan investigasi dan evaluasi melalui manajemen resiko. Manajemen resiko ini digunakan sebagai alat meningkatkan keselamatan pasien yang salah satunya adalah peningkatan komunikasi yang efektif antara pihak pasien dan keluarga pasien dengan pihak dokter dan rumah sakit.

Komunikasi menurut akar intinya berfungsi untuk menukar informasi antara pemberi sumber maupun penerima sumber dengan bahasa yang saling dimengerti antara kedua belah pihak. Komunikasi di dunia modern semakin berkembang menjadi suatu ilmu dan keahlian dalam bersosialiasi dan menjadi alat dalam menawarkan suatu produk. Definisi komunikasi dari berbagai sumber memiliki banyak arti, sebagai berikut :

1. Keith Davis: Communication is a process of passing information and understanding from one person to another artinya komunikasi adalah proses memindahkan informasi dan pengertian dari satu orang ke orang lainnya.
2. John Adair: Communication is essentially the ability of one person to make contact with another and make himself or herself understood artinya komunikasi pada dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk membuat suatu hubungan dengan orang lain dan membuat dirinya dimengerti.
3. William Newman and Charles Summer: Communication is an exchange of ideas, facts, opinions or emotions of two or more persons artinya komunikasi adalah pertukaran ide-ide, fakta, opini atau emosi dari dua orang atau lebih.
4. Louis Allen: Communication is a bridge of meaning. It involves a systematic and continuous process of telling, listening and understanding artinya komunikasi adalag jembatan pengertian. Di dalamnya terkandung proses berbicara, mendengarkan dan mengerti, yang berkelanjutan dan sistematis.
5. Peter Little: Communication is a process by which information is transmitted between individuals and / or organizations so that an understanding response results artinya komunikasi adalah suatu proses dimana suatu informasi ditransmisikan antara individu dan/atau organisasi yang bertujuan adanya pengertian dari yang dimaksudkan.
6. Murphy, Hildebrandt, Thomas: Communication is a process of transmitting and receiving verbal and non-verbal messages. It is considered effective when it achieves the desired response or reaction from the receiver. Artinya bahwa komunikasi adalah proses transmisi dan menerima pesan verbal maupun non verbal. Komunikasi dinyatakan efektif jika ada respons yang dingingkan atau reaksi dari penerima pesan tersebut.

Permasalahan yang terjadi adalah apakah pihak rumah sakit dan dokter sudah melakukan komunikasi yang efektif dengan pasien dan keluarga pasien sehingga mampu memberikan pendidikan secara tidak langsung dan obat penenang bagi pasien. Dengan banyaknya rumah sakit di Indonesia maka tidaklah sedikit rumah sakit yang bermasalah dengan pelayanan kesehatan maupun antara dokter yang bertugas jaga di rumah sakit dengan pasien yang dilayani.

Hal ini menimbulkan respon kurang baik atau bahkan mengindikasikan adanya pencemaran nama baik rumah sakit ataupun dokter dari pasien dan keluarga pasien yang mengalami pelayanan yang tidak menyenangkan atau tidak sesuai dengan yang diharapkan. Tujuan penulisan jurnal ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak manajemen rumah sakit maupun dokter untuk mengutamakan komunikasi yang baik dan mampu memberikan informasi yang sebaik mungkin dalam memberikan penjelasan terhadap pasien sehingga mengurangi kesalahpahaman yang tidak diperlukan. Penulisan jurnal ini juga diharapkan dapat memberikan pemahaman terhadap pasien dan keluarga pasien untuk dapat lebih berhati-hati dalam melakukan suatu tindakan hukum di media sosial.

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan hukum sebagai fondasi untuk meneliti suatu permasalahan hukum yang terjadi. Pendekatan penelitian ini secara kualitatif dengan prosedur penelitiannya menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata yang secara tertulis secara naratif untuk dibandingkan dengan hukumnya dan tindakan yang terjadi pada suatu permasalahan hukum yang terjadi.

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini jenis data sekunder dengan sumber bahan primer berasal dari perundang-undangan, bahan sekunder dari penelitan maupun jurnal yang ditelusuri dan diolah dengan teliti, dan bahan tersier dari kamus yang diperlukan dalam pembahasan. Data yang sudah terkumpul akan diteliti dengan metode yuridis normatif kemudian dianalisa secara deskriptif dan disajikan secara deskriptif.

Komunikasi adalah sesuatu yang penting baik dalam hal perihal pribadi maupun secara umum. Komunikasi dalam prosesnya memiliki unsur-unsur penting sehingga tercapai maksud dari informasi yang ingin disampaikan oleh sumber informasi tersebut, antara lain :

1. Sumber atau komunikator (source) : Komunikator memegang peranan penting akan tersalurkannya suatu informasi. Komunikator ini pun harus memiliki keahlian sehingga dapat menjadi komunikator yang handal. Delapan keahlian yang hafus dimiliki komunikator adalah menjadi pendengar yang aktif, penyampaian secara jelas dan ringkas, dapat mengklarifikasi suatu perkara dan menarik kesimpulan yang benar, memiliki kecerdasan emosional yang tinggi sehingga dapat mengetahui kondisi komunikan, memiliki empati, percaya diri, dapat menghargai orang lain, dan memiliki cara berpikir yang terbuka.
2. Pesan (message) : Pesan dapat disampaikan oleh banyak orang dan disalurkan baik melalui verbal, surat, media massa, media elektronik. Isi dari pesan bergantung pada tujuan komunikator memberikan pesan terhadap komunikan.
3. Media atau saluran (channel) : Media ini menjadi alat untuk suatu informasi dapat tersalurkan, baik melalui media cetak, media massa, media elektronik atau bahkan melalui panca indera baik pendengaran maupun penglihatan.
4. Penerima atau komunikan (receiver) : Komunikan sama dengan komunikator dapat perseorangan, organisasi ataupun negara, hanya komunikan sebagai penerima informasi yang disampaikan oleh komunikator. Komunikan yang memperoleh pengertian akan informasi dan terjadinya perubahan pada komunikan adalah tujuan dari komunikator menyampaikan suatu informasi.
5. Akibat atau pengaruh (effect) : Akibat dari informasi yang diterima oleh komunikan dapat membawa pengaruh baik atau buruk. Pengaruh akan perubahan pada komunikan dapat berarti perubahan cara berpikir, mental, sikap, tingkah laku maupun tingkat pengetahuan komunikan tersebut.
6. Umpan balik (feedback) : Umpan balik adalah respon dari komunikan setelah menerima suatu informasi, baik respon positif maupun negatif.
7. Lingkungan : Lingkungan menjadi faktor penting dari tercapainya tujuan komunikator menyampaikan suatu informasi. Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu lingkungan fisik yang berkaitan dengan geografis duatu daerah sehingga informasi tidak dapat tersalurkan, lingkungan sosial budaya, ekonomi dan politik menjadi peranan dari sisi kepercayaan dan adat istiadat akan proses penyaluran informasi apakah dapat terlaksana atau tidak, dimensi psikologis, dan dimensi waktu, dimensi psikologis lebih merujuk pada pertimbangan kejiwaan baik pada komunikator maupun komunikan yang salah satu contohnya tentang kritikan yang dapat menyinggung perasaan, dimensi waktu adalah waktu yang tepat sehingga informasi dapat jelas tersampaikan dimana dimensi waktu baik perbedaan waktu antara yang memberi informasi atau penerima, perbedaan musim dan cuaca, waktu yang tidak tepat menjadi hal penting karena dapat memperparah keadaan dari komunikan.

Komunikasi yang baik dan memiliki keahlian tertentu dengan segala unsur dan prosesnya memegang peranan utama dalam suatu manajemen rumah sakit. Manajemen rumah sakit memiliki arti sama dengan melaksanakan fungsi dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan di rumah sakit. Perencanaan dalam manajemen rumah sakit adalah proses penentuan untuk menetapkan tahapan dan tindakan yang akan dilakukan demi tercapainya tujuan dan visi serta misi dari rumah sakit.

Pengorganisasian adalah proses penugasan atau pengelompokkan tugas kerja sesuai dengan kemampuan masing-masing sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi di dalam rumah sakit yang dapat terorganisir dengan baik. Penggerakan atau actuating adalah upaya membangkitkan atau menggerakkan, membimbing, dan mengarahkan seluruh yang ada di dalam rumah sakit untuk bekerja keras demi tercapainya tujuan didirikannya rumah sakit. Keberhasilan dalam penggerakan ini ditentukan faktor motivasi, pengarahan, komunikasi dan kepemimpinan. Pengawasan adalah pengukuran hasil kerja seluruh anggota di rumah sakit melalui perbandingan antara tindakan di lapangan sesuai dengan rencana demi mencapai tujuan utama rumah sakit.

Hubungan antara masing-masing pihak sangat menentukan tindakan yang menjadi kewajiban masing-masing pihak dan hak dari setiap pihak. Hubungan hukum antara rumah sakit dengan pasien adalah hubungan perdata yang lebih kepada pemberian hak dan kewajiban terhadap masing-masing pihak sehingga tidak ada yang merasa tidak terpenuhi hak nya karena ketidakpuasan dari salah satu pihak dapat menjadi pangkal tuntutan hukum. Hubungan ini berbeda dengan hubungan dokter dengan pasien yaitu hubungan antar pribadi atau interpersonal, dimana hubungan ini melibatkan perasaan antar pribadi dan memiliki ketergantungan satu sama lain.

Hubungan ini memerlukan suatu komunikasi dua arah karena pasien bukan makhluk pasif atau hanya sumber yang dibutuhkan informasinya tetapi dapat diajak berkomunikasi sehingga yang menjadi keluhan pasien dapat tersampaikan dengam jelas kepada dokter. Dokter yang tidak mengetahui hubungan interpersonal ini dan hanya merujuk kepada kewajiban menjalankan tugasnya di rumah sakit, seringkali menjadi problematika bagi pasien baik tidak tersalurkannya informasi secara menyeluruh ataupun ketidaksesuaian secara psikologi sehingga menurunkan mental dan tingkat kesehatan pasien. Hubungan ini berbeda dengan hubungan hukumnya yaitu perjanjian terapeutiek.

Perjanjian ini adalah perjanjian antara dokter dan pasien yang terjadi saat keduanya mengingatkan diri, dimulai dari pasien setuju untuk memeriksakan dirinya kepada dokter yang diinginkan, menceritakan keluhan dan kronologis sakitnya serta bersedia dilakukan pemeriksaan dan penatalaksanaan terhadap hasil diagnosis dokter. Dokter yang bersedia menerima pasien untuk dilakukan pengobatan dan melakukan penegakan diagnosis hingga penatalaksaan untuk berupaya memberikan pengobatan terbaik bagi pasiennya.

Perjanjian terapeutik tidak menjanjikan kesembuhan, karena kesembuhan adalah kuasa-Nya, tetapi dalam perjanjian terrapeutik dokter berupaya memberikan pengobatan terbaik yang bisa dilakukan sesuai kompetensinya dan sarana prasarana yang dimiliki fasilitas pelayanan kesehatan baik itu rumah sakit, puskesmas, klinik ataupun praktik mandiri.

Hubungan dari rumah sakit, dokter, dan pasien bahkan perawat menjadi suatu hubungan seperti benang kusut jika setiap komunikasi tidak disajikan dengan sempurna. Hal pertama yang menjadi respon dari pasien baik ketika datang ke rumah sakit dan ketidak siapan dari manajemen rumah sakit atupun dokter yang tidak dapat menyampaikan tujuan dari informasi yang disampaikan dokter maka muncul komplain sebagai reaksi pasien.

Komplain pasien kepada fasilitas pelayanan kesehatan yang terjadi semestinya bisa dihindari ataupun dihadapi dengan beberapa langkah yang mungkin bisa dilakukan, dari sisi rumah sakit dapat memastikan sudah memiliki regulasi internal yang bersumber dari peraturan perundang-undangan dan referensi lain yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga terbentuknya Hospital By Law serta Standar Prosedur Operasional, aturan terkait pasien dan dokter serta tenaga kesehatan perlu disosialisasikan dengan berbagai metode, antara lain pemasangan stiker informasi, surat edaran internal dan rapat-rapat yang diselenggarakan rumah sakit.

Komplain memang boleh dilakukan karena komplain merupakan reaksi tidak puas dari pasien, tetapi komplain yang bersifat internal ini dapat disampaikan langsung kepada pihak manajemen rumah sakit dan tidak perlu disebarluaskan melalui media massa atau media elektronik karena komplain yang bersifat internal ini dapat disalah artikan menjadi pencemaran nama baik oleh beberapa oknum di rumah sakit sehingga pasien yang akhirnya menjadi tergugat. Komplain sangat berbeda dengan kritikan, jika komplain mengungkapkan suasana hati yang sedang emosi karena tindakan rumah sakit, maka kritikan bersifat mengharapkan sesuatu perubahan dari rumah sakit tersebut. Dua hal ini membutuhkan etika berkomunikasi sehingga tidak memberikan energi negatif kepada yang dituju yang menimbulkan masalah hukum.

Etika berkomunikasi adalah suatu gagasan moral, penyampaian pikiran dan isi hati, untuk dapat menyampaikan suatu informasi kepada orang lain dengan etika kesopanan, adab bicara yang baik, yang dapat dan mudah dipahami tapi tidak menyinggung perasaan orang lain. Kesenjangan antara rumah sakit dan pasien dapat dipicu karena tenaga kesehatan yang ahli di bidangnya tetapi tidak dibekali dengan etika berkomunikasi yang baik sehingga hanya menimbulkan kebenaran diri sendiri atau melihat dari sisi tenaga kesehatan dan tidak mampu mengerti keluhan dan yang sedang dirasakan pasien maupun keluarga pasien adalah kebingungan serta kecemasna ketika masuk ke rumah sakit baik dari segi biaya maupun kesembuhan.

Tenaga kesehatan tidak terkecuali dokter dengan kurangnya etika berkomunikasi dapat menimbukan rasa tidak percaya bahkan memandang rendah dokter. Dari sisi pasien dan keluarga pasien meskipun rumah sakit dengan biaya murah dan dokter memiliki kecerdasan yang tinggi tetapi tidak dapat menghormati pasien dan berkomunikasi dari hati ke hati menimbulkan ketidakpuasan bagi pasien dan kekecewaan karena merasa tidak dilayani dengan baik.

Pasien yang tidak puas atau merasa dikecewakan akan komplain baik secara verbal maupun tertulis kepada tenaga kesehatan yang bertugas dan komplain ini tidak akan dapat tersampaikan langsung ke pusat atau manajemen rumah sakit dan hanya menimbulkan problematika hukum secara perdata dan merusak nama baik pasien maupun rumah sakit. Kekacauan di media elektronik akibat kesalahpahaman dari kurangnya berkomunikasi dengan baik mampu merugikan rumah sakit karena tidak adanya laporan kepada manajemen rumah sakit, secara tidak langsung rumah sakit merasa terjadi pencemaran nama baik karena masyarakat akan memandang bahwa rumah sakit tersebut.

Media sosial dapat dimanfaatkan untuk kemudahan rumah sakit dalam memberikan informasi kepada pasien. Hal ini dapat melalui aplikasi rumah sakit, website, instagram, facebook, sms ataupun whatsapp, serta papan informasi di rumah sakit dan penyampaian secara langsung oleh petugas yang berada di barisan depan (front office) saat pasien datang, dibekali dengan penampilan dan kalimat menenangkan bagi pasien diharapkan dapat mengurangi terjadinya komplain. Pasien pun diharapkan dapat melakukan komplain dengan bijaksana baik terutama jika dengan melakukan video terhadap suatu tindakan tenaga kesehatan yang mungkin tidak sesuai dengan harapan pasien.

Edukasi hukum wajib dimiliki oleh pasien maupun keluarga pasien sebelum melakukan suatu tindakan dalam mengajukan komplain terhadap rumah sakit. Pengambilan video tanpa ijin dari pihak rumah sakit dan melakukan penyebaran video ke situs internet apapun maka pihak penyebar video dapat menjadi tersangka dan bukan lagi menjadi kasus perdata tetapi masuk ke ranah pidana.

Pengaturan mengenai penyebaran video tanpa izin ada pada KUHP Pasal 310 menjelaskan bahwa menyebarkan video maupun foto yang mengandung aib seseorang atau tidak berizin merupakan tindak pidana. Karena hal tersebut masuk dalam perbuatan tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik. Hukuman dari pelanggaran KUHP ini hukuman penjara minimal dua tahun dan denda mencapai miliaran rupiah. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) pada Pasal 27 mengatur mengenai mendistribusikan informasi maupun dokumen elektronik seseorang tanpa izin dan tuntutan pidana terdapat pada Pasal 45 Ayat 3. Pasal 45 Ayat 3 UU ITE ini menambahkan bahwa penyebaran video aib orang lain dapat dipidana hukuman penjara maksimal empat tahun dan denda ratusan juta rupiah.

Problematika hukum antara rumah sakit, dokter dan pasien hanya menimbulkam kerugian di masing-masing pihak. Kerugian dari pihak rumah sakit adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan di rumah sakit tersebut sehingga menurunnya konsumen atau pasien yang datang sehingga bisnis pun tidak berjalan lancar. Kerugian dari pihak dokter berlaku juga menurunnya kepercayaan pasien dan kekecewaan pasien terhadap dokter tersebut.

Kerugian terbesar pada rumah sakit dan dokter adalah nama baik dari instasi dan pribadi. Kerugian pada pasien tentu menurunnya tingkat kesehatan pasien sendiri karena selain fisik bermasalah maka mental secara psikologis akan tertekan akibat permasalahan kesalahpahaman dalam berkomunikasi ini. Kerugian lainnya pada pasien adalah biaya yang dibutuhkan ketika rumah sakit melakukan tuntutan balik kepada pasien. Konflik akibat ketidaktauan etika berkomunikasi hanya menimbulkam kerugian bagi banyak pihak. Etika berkomunikasi sering dianggap remeh tetapi hal yang bersifat penting di setiap aspek kehidupan manusia bersosialisasi.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah etika berkomunikasi menjadi penting ketika harus bersosialisasi dengan orang lain. Kesalahpahaman antara dokter dan pasien dapat diselesaikan dengan cara yang bijak tanpa harus menempuh jalur hukum maupun penyebaran melalu media sosial. Rumah sakit tanpa manajemen yang menangani resiko kekecewaan pasien akibat salah paham dalam berkomunikasi akan sulit memperoleh nilai baik bagi masyarakat. Pasien dengan segala kegelisahan ketika dihadapkan pada penyakit akan lolos dari tuntutan hukum jika dapat bijak sebelum berkata-kata ataupun bertindak terutama ketika berkaitan dengan penyebaran aib dokter atau rumah sakit.

Saran yang dapat diberikan adalah rumah sakit dapat melakukan pengorganisasian orang yang cerdas berkomunikasi di bagian customer service atau rumah sakit dapat memberikan pendidikan etika berkomunikasi untuk admin di desk depan maupun seluruh tenaga kesehatan di rumah sakit tersebut. Hal ini dapat mengurangi tingkat komplain dari pasien. Saran untuk pasien dan keluarga pasien adalah bertindak dengan cerdas dan melakukan komplain pada aplikasi atau dapat langsung ke bagian manajemen rumah sakit supaya tidak menimbulkan konflik hukum. Jatengdaily.com-St
.

 

Written by Jatengdaily.com

BNN Amankan Ibu Rumah Tangga Pengedar Narkotika Jenis Tembakau Gorila di Banyumas

Kawasan Industri Terpadu Batang akan Menyerap Banyak Tenaga Kerja