in ,

Gagal Ginjal Akut dan Potensi Perkembangan Indeks Produksi Industri Farmasi

Oleh : Tri Karjono
Statistisi Ahli BPS Provinsi Jawa Tengah

BELUM purna dengan kasus Covid-19, dunia kesehatan Indonesia kembali dihadapkan pada masalah baru, yaitu kasus gagal ginjal akut. Bedanya Covid-19 merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh paparan virus, sementara gagal ginjal akut disinyalir akibat tingginya asupan zat dalam obat yang seharusnya menyembuhkan bukan justru memberi masalah.

Berdasar data Kemenkes yang disampaikan beberapa waktu yang lalu, sejak Agustus 2022 hingga kini kasus gagal ginjal akut yang menyerang sebagian besar anak-anak usia 1-5 tahun terjadi peningkatan. Jika pada Agustus tecatat 36 kasus, bulan September naik menjadi 78 kasus. Dan pada Oktober hingga tanggal 21 yang lalu sebanyak 241 kasus telah dilaporkan, dengan tingkat kematian yang cukup tinggi yaitu 55 persen.

Sampai sekarang kasus ini belum diketahui secara pasti penyebabnya. Tetapi dugaan adanya keterkaitan dengan Covid-19 telah dibantah oleh Menteri Kesehatan. Diduga kuat penyebab kasus gagal ginjal ini adalah adanya senyawa kimia yang mencemari obat-obatan sirup. Senyawa kimia tersebut adalah etilen glikol, dietilen glikol, dan etilen glikol butyl ether/EGBE.

Ini berdasar dari hasil pengecekan Kemenkes pada pasien penderita gagal ginjal akut menyatakan bahwa senyawa kimia tersebut ditemukan di dalam tubuh beberapa pasien. Ketiga senyawa kimia ini mampu memicu adanya asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal-kristal tajam di dalam ginjal sehingga menimbulkan kerusakan.

Adapun senyawa etilen glikol atau dietilen glikol merupakan cemaran dari pelarut tambahan yang digunakan pada obat jenis sirup yang digunakan pasien tersebut. Yang mana telah terdeteksi sebanyak 102 obat jenis sirup yang terkontaminasi senyawa kimia ini dan dikonsumsi oleh pasien gagal ginjal akut. Yang 91 di antaranya diduga kuat menjadi penyebab kasus ini terjadi (21/10/2022).

Langkah Preventif
Untuk meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan, akhirnya Kemenkes mengambil langkah yang cukup konservatif dengan meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan untuk sementara tidak meresepkan serta apotik untuk tidak menjual obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian dinyatakan tuntas (19/10/2022).

Walau sehari kemudian BPOM menyatakan berdasarkan hasil pengawasan rutin yang dilakukan secara berkesinambungan, sirup obat yang beredar secara umum masih memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu. Dan hanya menarik 5 jenis merk obat sirup dari peredaran.

Namun ini sudah membuat cukup bagi masyarakat untuk mengambil langkah preventif untuk tidak mengambil risiko menggunakan jenis obat sirup merk apapun. Ketidaktahuan akan kandungan dan cemaran yang berakibat fatal tersebut cukup untuk membuat sedikit trauma dan lebih berhati-hati. Bahkan mungkin hingga kemudian diumumkan aman dikonsumsi sekalipun belum tentu akhirnya masyarakat segera dapat kembali percaya dan mengkonsumsinya.

Akibat dari langkah yang diambil pemerintah dan kemudian lebih berhati-hatinya masyarakat di kemudian hari, akan berakibat pada produksi obat jenis ini mengalami penurunan bahkan akan terhenti sama sekali, karena tak ada yang mau mengkonsumsi. Jikapun ada, oleh keterpaksaan karena resep dokter misalnya, tidak akan terlalu banyak. Brand baru yang akan muncul jika produsen akan mengalihkan jenis obat tersebut ke selain siruppun akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk sampai dikenal oleh masyarakat.

Berkah Covid-19
Saat covid-19 melanda seakan industri farmasi mendapat berkah. Paling tidak itu yang terjadi di Jawa Tengah berdasar data yang ada. Data perkembangan indeks produksi industri farmasi utamanya skala menengah dan besar mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Ini tak lepas dari kebutuhan akan obat-obatan penyakit itu sendiri maupun berbagai jenis obat yang dibutuhkan masyarakat dalam rangka memperkuat antibody untuk memperkecil kemungkinan terpapar covid-19. Berbagai jenis obat yang mengandung zat tertentu, vitamin dan hand sanitizer banyak diburu untuk dikonsumsi. Alhasil produksi obat dan vitamin tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Data BPS Jawa Tengah menjelaskan angka indeks produksi industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional yeng menunjukkan kinerja produksi perusahaan penghasil obat dan alat kesehatan. Sebelum pandemi atau pada kuartal I/2020 indeks produksinya tercatat sebesar 244,71 (2010=100) dan mulai kuartal II/2020 saat awal pandemi melanda mulai terjadi peningkatan yang cukup tinggi. Kondisi ini berlanjut terus-menerus hingga akhir 2021. Yang mana saat tersebut indeks produksi mencapai puncaknya dengan 473,61. Atau hampir dua kali lipat dibanding kondisi awal tahun 2020. Artinya secara umum kuantitas produksi obat dan alat kesehatan terus terjadi peningkatan.

Baru kemudian memasuki tahun 2022 ketika ada sedikit pelonggaran protokol kesehatan dan kasus Covid-19 mulai mereda serta presiden menyampaikan bahwa telah diperbolehkan lepas masker saat ditempat terbuka, maka terjadi sedikit penurunan indeks menjadi 356,59. Walau sempat sedikit naik di kuartal II/2022. Sepertinya di triwulan ketiga ini akan kembali mengalami penurunan lebih dalam.

Dengan munculnya kasus yang terjadi dan mencuat memasuki kuartal keempat, yang justru disebabkan oleh efek samping dari hasil produk farmasi, bukan tidak mungkin akan semakin memperburuk dan menurunkan indeks produksi di kuartal terakhir tahun ini. Apalagi jika tidak sesegera mungkin pemerintah mendapatkan dan mengumumkan kepastian dari hasil penelusuran dan penelitiannya.

Kondisi tersebut tercermin pula dari perdagangan saham perusahaan farmasi di pasar modal. Yang beberapa perusahaan tersebut berlokasi dan berproduksi di Jawa Tengah. Saat kasus suspek Covid-19 terjadi peningkatan, perdagangan saham di bursa efek indutri farmasi secara umum melambung.

Selanjutnya, seiring dengan penurunan kasus dan semakin melandai selama tahun 2022 ini, situasi tersebut berbanding terbalik. Phyridam Farma, Indofarma, Tempo Scan Pacific, Phapros dan Sido Muncul mendahului sejak setahun lalu. Diikuti penurunan saham mulai awal tahun ini pada perusahaan Soho Global Healt, dan perusahaan plat merah Kimia Farma.

Kemungkinan penurunan indeks produksi industri manufaktur sedikit banyak juga akan berpengaruh pada kondisi perekonomian Jawa Tengah. Karena industri farmasi menjadi salah satu sub sektor dari sektor industri pengolahan yang mempunyai andil terbesar pada struktur perekonomian Jawa Tengah.

Pelajaran Berharga
Hal tersebut diatas sedikit disayangkan ketika kasus dalam jumlah yang tidak sedikit harus terjadi dahulu baru kemudian ada tindakan terhadap obat yang disinyalir menjadi penyebabnya. Obat yang seharusnya menjadi menyembuhkan justru menjadi penyebab sakitnya seseorang. Jika baik dalam jumlah yang banyak maupun sedikit menyebabkan efek samping yang itu sangat fatal harapannya tidak secara bebas beredar.

Tak ada yang bisa dan mampu mengontrol konsumsi masyarakat terhadap obat yang beredar bebas. Obat bebas harus dapat dipastikan tidak menjadi masalah ketika digunakan sesuai aturan pakai sampai durasi waktu konsumsi tertentu atau bahkan terus-menerus.

Baik pengguna dan produsen dalam hal ini tidak bisa disalahkan. Mengapa mengkonsumsi dalam jumlah yang berlebih. Yang mereka inginkan yang penting sembuh dan ada obat yang bisa dibeli bebas di pasaran. Atau mengapa produsen memproduksi dengan kandungan menjadi penyebab kasus ini. Karena bagaimanapun obat produksinya telah melalui mekanisme uji oleh institusi dan persetujuan pejabat berwenang.

Yang jelas ini telah ada korban baik konsumen maupun produsen yang tidak kecil. Ini menjadi pelajaran yang sangat-sangat berharga sekali untuk kemudian bagaimana di kemudian hari dapat mengelola hal seperti ini menjadi lebih baik. Jatengdaily.com-yds

Written by Jatengdaily.com

Pemerintah Berhasil Pulangkan 5 ABK LG dari Taiwan Yang Terdampar Tujuh Bulan

Tingkatkan Kualitas Kesehatan Anak Bangsa Lewat Beragam Asupan Gizi dari Pangan Lokal