KEBERADAAN perkeretaapian di Sulawesi Selatan sudah ada sejak era Pemerintahan Hindia Belanda tahun 1922. Kemudian berlanjut studi kelayakan, perencanaan dan grounbreaking jalur KA Makassar – Parepare di era Presiden Susilo Bambang Yudoyono tahun 2014. Tahun 2015 dimulai pengerjaan konstruksi di masa Presiden Joko Widodo, sehingga dapat beroperasi tahun 2022.
Pada 1 Juli 1922, Pemerintah Hindai Belanda selesai membangun jalan rel antara Makassar (Stasiun Pasar Butung)–Takalar sejauh 47 km dan setahun kemudian trem uap resmi dibuka untuk umum. Lintas ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir yang dibangun pemerintah Hindia Belanda.
Pada akhirnya, sejak 1930 layanan kereta trem uap terpaksa ditutup karena subsidi dari Staatsspoor en Tramwegen (jawatan kereta api dan trem negara di Jawa) untuk Staatstramwegen op Celebes dihentikan akibat krisis ekonomi dunia Depresi Besar pada 1929.
Pembangunan dimulai kembali di masa Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian melakukan groundbreaking proyek Kereta Api Trans Sulawesi di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan pada 12 Agustus 2014. Hadir dalam acara tersebut Menteri Perhubungan, EE Mangindaan dan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo.
Pemancangan tiang pertama Trans-Sulawesi untuk jalur Makassar-Parepare dilakukan pada 12 Agustus 2014. Lokasinya di Desa Siawung, Kecamatan Barru, Kabupaten Barru.
Proyek ini merupakan jalan Kereta Api (KA) Trans Sulawesi tahap I (Makassar-Parepare) sepanjang 143 km yang juga merupakan bagian awal dari pengembangan perkeretaapian Trans Sulawesi yang ditargetkan sepanjang 2.000 km dari Makassar ke Manado.
Pembangunan berikutnya secara masif dilanjutkan era Presiden Joko Widodo masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan nilai konstruksi Rp 9,04 triliun. Skema pendanaan berasal dari APBN Rp 5,9 triliun, APBD Rp 84 miliar (hanya untuk pengadaan tanah), KPBU Rp 1,96 triliun (CAPEX Rp 0,99 triliun, operating and maintenance Rp 0,97 triliun) dan LMAN Rp 1,1 triliun (hanya untuk pengadaan tanah).
Pembangunan konstruksi dimulai pada pertengahan 2015. Rel pertama dipasang pada 13 November 2015, di Desa Lalabata, Kecamatan Tanete Rilau.
Saat ini baru tahap uji coba kereta di Pelabuhan Garongkong, Kabupaten Barru hingga Desa Mangilu, Kabupaten Pangkep yang berjarak 60 kilometer. Tahap uji coba terbatas kereta ini gratis sejak 29 Oktober 2022 hingga bulan Desember 2022. Hanya saja, daya tampung kereta api tahap uji coba ini hanya 2 gerbong dengan mengangkut 100 orang penumpang.
Sekarang sudah terbangun 118 km (66 km operasi), lebar rel 1.435 mm, 14 stasiun (10 stasiun operasi), sistem persinyalan elektrik, ada 1 depo dan kantor, satu gudang prasarana dan satu ruang operation control centre. Jalur KA yang sudah terbangun ini melintasi 3 kabupaten, yaitu Kab, Maros, Kab. Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) dan Kab. Barru.
Dengan lebar rel 1.435 milimeter, kecepatan maksimal kereta api Trans-Sulawesi mencapai 200 kilometer per jam. Di Jawa, dengan lebar rel 1.067 milimeter, kecepatan tertinggi 120 kilometer per jam.
Rel Trans-Sulawesi juga mampu menahan beban gandar yang lebih berat. Pada rel di Jawa, jumlah beban yang bisa ditahan ialah 18 ton, sedangkan rel Trans-Sulawesi mampu menahan beban 25 ton. Dengan demikian, kereta api Trans-Sulawesi akan memiliki kapasitas angkut yang lebih besar.
Kelebihan jalur KA di Sulawesi Selatan dirancang tidak memiliki pelintasan sebidang, sehingga perjalanan kereta tidak akan mengganggu lalu lintas jalan raya. Maka, risiko kecelakaan tabrakan kereta api dengan kendaraan, seperti mobil atau sepeda motor, bisa dikatakan tidak ada. Terdapat 11 lokasi flyover dan overpass.
Adapun 14 stasiun itu adalah Stasiun Mandai, Stasiun Maros, Stasiun Rammang-Rammang, Stasiun Pangkajene, Stasiun Mangilu, Stasiun Labakkang, Stasiun Ma’arang, Stasiun Mandalle, Stasiun Tebete Rilau, Stasiun Barru, Stasiun Garonggong, Stasiun Takallasi, Stasiun Mangkoso, dan Stasiun Palanro.
Dibangun sejumlah terowongan berupa kotak (box) untuk melintas hewan sapi. Pasalnya di sini cukup banyak hewan ternak sapi yang berkeliaran dan akan membahayakan perjalanan kereta. Ketika kereta lewat membunyikan suling, sejumlah hewan sapi akan mendekati jalur kereta dan rentan ditabrak. Oleh sebab itu lebih baik tidak membunyikan suling ketimbang nantinya didekati sejumlah hewan sapi dan ketabrak.
Curah hujan yang tinggi kerap menyebabkan permukaan jalan nasional poros Makassar – Parepare kerap banjir, sehingga menyebabkan distribusi logistik menjadi terhambat. Dengan adanya jaringan KA Makassar- Parepare akan sangat membantu mobilitas logistik pada saat jalur jalan nasional tersebut terendam banjir.
Manfaat
Proyek Kereta Api Makasar – Parepare memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Selatan. Data dari Balai Pengelola Kereta Api Sulawesi Selatan (Desember 2022), menyebutkan sejumlah manfaat dengan hadirnya moda KA di Sulawesi Selatan.
Pertama, peningkatan PDB. Kereta Api Makasar – Parepare memberikan nilai manfaat sosial sebesar Rp 2,51 triliun dengan Economic IRR sebesar 22,98 persen bagi ekonomi Sulawesi Selatan.
Kedua, penyerapan tenaga kerja. Selama masa konstruksi, Kereta Api Makasar – Parepare diestimasi akan memberdayaan 6.164 lapangan kerja secara langsung.
Ketiga, efisiensi waktu tempuh. Penghematan waktu tempuh Makasar – Parepare dengan kereta api adalah dari 3 jam menjadi 1,5 jam (2 kali lebih cepat dari perjalanan menggunakan kendaraan melalui jalan raya).
Keempat, potensi angkutan. Potensi angkutan penumpang dengan tingkat pertumbuhan penduduk di atas 8,7 persen per tahun, dan potensi angkutan barang berupa semen, klinker, bahan pangan sebanyak 60-70 juta ton.
Kelima, pengembangan UMKM. Pada 11 stasiun besar dan kecil potensi sebagai sentra baru untuk mendukung UMKM setempat.
Keenam, penurunan kinerja jalan raya. Menurunnya kinerja jalan raya yang diindikasikan dengan VCR (volume/capacity ratio) yang semakin rendah, sehingga kepadatan lalu lintas di jalan akan menurunkan mobilitas atau pergerakan orang dan barang.
Sepanjang jalur terdapat destinasi wisata di sekitar stasiun. Destinasi wisata sekitar Stasiun Maros adalah Pantai Tak Berombak, Wisata Alam Mangambang dan air Terjun Bantimurung), Stasiun Rammang-Rammang (Kampung Karst Rammang-Rammang, Taman Arkeologi Leang Leang, Danau Toakala), Stasiun Pangkajene (Tonasa Park, Danau Hijau Balocci, Taman Purbakala Sumpang Bita), Stasiun Labakkang (Wisata Alam Hutan Mangrove Dewi Biringkassi), Stasiun Ma’rang (Wisata Alam Telaga Biru Segeri), Stasiun Mandaelle (Wisata Alam Sorongan), Stasiun Tenete Rilau (Wisata Alam Pantai La Guna, Wisata Alam Lappa Laona), Stasiun Barru (Wisata Alam Anjungan, Sumpang Binangae, Wisata Alam Pantai Ujung Batu).
Yang perlu dipikirkan adalah ketersediaan layanan transportasi umum dari stasiun tersebut menuju sejumlah destinasi wisata yang terdekat stasiun. ***
Penulis: Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata-she