in

Ketika Filantropi Hadir untuk Bersinergi Menurunkan Stunting di Jateng

Ratna (38) duduk memangku buah hatinya, Abimanyu yang baru berusia sekitar enam bulan. Kegiatan di rumah anak Sigap, Kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang itu dimulai setiap pukul 16.00 WIB. Foto:Sunarto

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Sebuah rumah mungil mirip taman bermain, di dekat kantor Kelurahan Bandaharjo, Kota Semarang, Selasa sore (24/10/2023) mulai ramai dikunjungi para ibu yang menggendong anaknya.

Di dalam rumah, salah satu ibu, Ratna (38) tampak duduk memangku buah hatinya, Abimanyu yang baru berusia sekitar enam bulan. Tak berapa lama, seorang wanita yang bertugas sebagai fasilitator,  tampak memberikan mainan bebek dari bahan karet yang bisa mengeluarkan suara.

”Abi…cah ganteng, lihat sini. Lihat sini, ini apa…” ucap Sri Lestari, fasilitator yang sejak Agustus 2023 lalu mengabdikan diri di  Rumah Anak Sigap yang merupakan akronim Siapkan Generasi Anak Berprestasi. Dengan sabar, Sri Lestari intens memancing respons si bocah dengan mainan. Di sana dia tak sendiri, karena ada tiga fasilitator dan satu koordinator yang memberikan pelayanan pengasuhan setiap hari.

Ada puluhan anak dengan ragam usia yang diasuh Rumah Sigap untuk diketahui pertumbuhan dan perkembangannya. Tujuannya, agar mereka tumbuh berkembang secara normal dan terhindar dari stunting.

Pola asuh di rumah tersebut dimulai pukul 16.00 WIB. Di bawah arahan fasilitator yang mayoritas ibu PKK, orang tua yang datang mendapatkan informasi mengenai perkembangan motorik dan kesehatan, sehingga pertumbuhan anak bisa terpantau.

Di rumah ini, Itis Arliani selaku  Koordinator Rumah Sigap bersama empat fasilitator lainnya tak bosan memberikan arahan kepada para orang tua, bagaimana kiat mengasuh anak di rumah dengan benar. Mulai dari membimbing dan mengajari anak mandiri, hingga memberikan makanan yang bergizi. Kegiatan tersebut dilakukan minimal dua kali dalam seminggu di sini.

”Banyak orang tua yang kurang paham mengajari anaknya secara mandiri. Misalnya, membetulkan tali sepatu. Mestinya orang tua cukup mengarahkan agar anak membetulkan sendiri, tetapi kebanyakan justru orang tua yang membetulkan. Ini contoh kecil yang harus dipahami oleh orang tua,” ujar Itis, ditemui di rumah anak Sigap, Selasa (24/10/2023).

Rumah anak Sigap yang lokasinya tidak jauh dari Kantor Kelurahan Bandarharjo Semarang, sejak diresmikan Wali Kota Semarang 8 Agustus 2023 lalu menampung 40 anak. Masing-masing fasilitator mengasuh anak 0-6 bulan, 6-12 bulan, 12-24 bulan, dan 24-36 bulan. ”Antusiasme orang tua untuk bergabung di rumah anak Sigap sangat tinggi. Bahkan untuk anak usia 12-24 kelebihan 23 anak,” jelas Itis.

Itis mengakui, di Kelurahan Bandarharjo terdapat 92 anak stunting. Namun hingga Oktober ini jumlah anak stunting berangsur menurun, yaitu tinggal 42 anak. Selama menjalankan pola pengasuhan mencegah stunting ini, kata dia, pihaknya dibantu ahli gizi dari Puskesmas Bandarharjo, dokter, dan ulama.

Menurutnya, ada dua hal penting yang dipantau oleh Rumah Sigap, yaitu gizi dan perkembangan motorik anak. Makanya ada program pemberian makanan tambahan (PMT) dan konsultasi dengan nutrisionis dan dokter.

”Alhamdulillah dengan adanya Rumah Sigap ini, angka stunting di sini menurun. Kami siap mendukung program Kota Semarang bebas stunting pada 2024 nanti,” tandasnya.

Keberadaan rumah anak Sigap, satu-satunya di Kota Semarang ini cukup dirarasakan manfaatnya oleh Ratna, ibunda Abimanyu.  Dia mengaku sangat terbantu setelah memasukkan anaknya di rumah anak Sigap. ”Alhamdulillah, perkembangan kesehatan Abimanyu terpantau dengan baik, bahkan cepat memberikan respons ketika diajak berbicara,” ujar Ratna.

Eva Rusdiana (37), orang tua dari Pradita (5 bulan) sedang mendapatkan arahan dari fasilitator dalam membimbing dan memantau pertumbuhan Pradita di rumah anak Sgap, Kelurahan Bandarharjo, Semarang Utara. Foto:sunarto

Hal senada juga diakui Eva Rusdiana (37), orang tua dari Pradita (5 bulan) yang mengakui pertumbuhan anaknya terpantau dengan baik. Mulai dari perkembangan berat badan, dan perkembangan motoriknya terlihat bagus. ”Tumbuh kembang Pradita selalu dipantau, termasuk pemenuhan kebutuhan gizi di rumah anak Sigap,” ujar Rusdiana.

Peran Filantropi

Rumah Sigap sendiri didirikan oleh Tanoto Foundation, organisasi filantropi independen yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981. Organisasi dengan semangat kedermawanan untuk kemanusiaan (filantropi) telah bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sejak tahun 2022 dalam upaya percepatan penurunan stunting.

Selain Kota Semarang, Rumah Anak Sigap didirikan di Kabupaten Banyumas, Kabupaten Brebes, dan Kabupaten Tegal. Di Tegal sendiri, rumah sosial ini diresmikan langsung oleh Gubernur Jateng saat itu Ganjar Pranowo.

Provinsi Jawa Tengah dengan total penduduk sebanyak 36,7 juta jiwa (BPS 2021) telah berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 31,2 persen di 2018 menjadi 20,8 persen pada tahun 2022. Dalam aktivitas kemanusiaannya, Rumah Anak Sigap di Semarang juga berkolaborasi bersama Rumah Penanganan Stunting Lintas Sektor bagi Baduta (Rumah Pelita). Rumah Pelita ini merupakan intervensi Pemerintah Kota Semarang dalam upaya penanganan stunting dari hulu ke hilir.

Tak hanya diperuntukkan bagi anak-anak stunting, Rumah Pelita ini juga mewadahi pelayanan bagi ibu hamil yang mengalami anemia dan kekurangan energi kronis (KEK).

Head of ECED Tanoto Foundation Eddy Henry menjelaskan, Rumah Anak Sigap di Bandarharjo didirikan dengan mengembangkan model layanan yang bertujuan untuk membekali keluarga agar mampu memberikan pengasuhan yang mendukung tumbuh kembang optimal anak usia 0-3 tahun secara menyeluruh (holistik), serta terintegrasi dengan layanan kebutuhan esensial anak lainnya.

“Beragam layanan Rumah Anak Sigap ditujukan untuk memastikan bahwa setiap anak usia 0-3 tahun berkembang sesuai dengan usia mereka dan siap bersekolah. Hal tersebut dapat terwujud dengan peran orang tua, sehingga penting sekali bagi kita untuk memberikan edukasi kepada orang tua mengenai praktik pengasuhan yang tepat.” ujar Eddy.

Wali Kota Semarang, Hj Hevearita G Rahayu mengatakan, Rumah Anak Sigap dan Rumah Pelita akan menjadi contoh, menjadi salah satu legacy dalam program pengasuhan anak usia 0-3 tahun dan penurunan angka stunting di Kota Semarang.

Koordinator rumah anak Sigap, Itis Aliani bersama fasilitator dan sejumlah orang tua foto bersama di depan kantor Rumah Sigap. Foto:sunarto

“Kolaborasi ini adalah wujud nyata semangat Semarang Bergerak Bersama untuk memajukan Kota Semarang. Diharapkan, Rumah Anak Sigap dan Rumah Pelita siap memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya kelurahan Bandarharjo dan umumnya masyarakat Kecamatan Semarang Utara,” tandasnya.

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang disebabkan oleh kekurangan gizi kronis, penyakit infeksi berulang, dan kurangnya stimulasi psikososial yang terjadi sejak janin dalam kandungan sampai usia dua tahun (1.000 Hari Pertama Kehidupan).

Prevalensi stunting di Kota Semarang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pada tahun 2022, angka stunting di Kota Semarang menurun menjadi 10,40 persen dari sebelumnya 16,40 persen di 2021. Sementara itu, Pemkot Semarang mengupayakan zero kasus stunting pada 2024. Segala penanganan akan terus dilakukan secara masif agar kasus stunting di Ibu Kota Jawa Tengah ini segera tuntas.

Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Semarang, Abdul Hakam menjelaskan, sampai saat ini masih ada sekitar 10,4 persen anak atau sekitar 900 sampai 1.000-an anak dalam kondisi terancam stunting di Kota Semarang. Data tersebut berdasarkan hasil Survei Status Gizi (SSG). Sedangkan dari data timbangan tiap bulan yang diterima, ada 3,1 persen anak stunting yang masuk dalam pantauan Dinkes Kota Semarang.

Meski demikian, sampai akhir 2023 ini Pemkot Semarang menargetkan penurunan stunting mencapai 50 persen. Sehingga pada 2024 nanti beberapa kasus stunting yang masih ada bisa cepat diselesaikan.

“Dari 10,4 persen, target kita tahun ini turun 5 persen. Dan nanti di 2024 mudah-mudahan bisa zero stunting. Tahun ini dari data survei itu sepertinya di awal tahun akan disampaikan oleh Kementerian Kesehatan, tetapi mudah-mudahan target kita di angka 5 persen bisa tercapai. Kalau keseluruhan bulan September 2023 ada 938 balita (stunting) dari sebelumnya bulan Agustus 2023 ada 1.022,” ujarnya, Jumat (20/10/2023).

Itis Arliani, koordinator rumah anak Sigap memeriksa ruang tidur bagi anak-anak di rumah Sigap, Bandarharjo, Semarang Utara. Foto:Sunarto

Pemberian PMT melalui dana APBN Rp 3 miliar, lanjut Abdul Hakam, digunakan selama tiga bulan. Dan alhamdulillah juga di perubahan 2023 ini kita juga dapat Rp 3 miliar yang diberikan selama di perubahan ini. “Jadi sampai akhir 2023 kita sudah memiliki delapan Daycare tinggal nanti di 2024. Kalau kita punya dana lagi kita akan bikin satu lagi di tiap kecamatan,” lanjutnya.

Menurutnya, program Daycare menjadi pemicu yang kuat penurunan angka stunting di Kota Semarang. Sebab, Pemkot Semarang secara langsung bisa memantau tumbuh kembang anak.

“Yang paling nendang (paling berdampak) justru Daycare karena kegiatannya juga ada PMT diberi makan, kemudian diberi kelas PAUD, diajak nyanyi agar tumbuh kembang. Kemudian habis makan siang diajak main game setelah pukul 15.00 dimandikan, kemudian minum susu. Sehingga satu hari itu kita berikan 1.450 kalori kepada anak tersebut. Itu yang kemudian bisa mendorong untuk penurunan angka stunting dibanding PMT yang kita berikan ke rumah-rumah,” paparnya.

Di Jateng, tak hanya Tanoto Foundation, anggota filantropi yang turut membantu dalam penanganan stunting. Anggota Filantropi Indonesia lainnya seperti Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) juga hadir untuk bergerak bersama melawan gizi buruk yang membayangi masa depan anak.

Baznas Jawa Tengah berkolaborasi dengan Pemprov membagikan daging hewan kurban dalam kemasan kaleng. Daging kurban dalam bentuk kornet dan rendang itu didistribusikan ke berbagai daerah, sebagai upaya penanggulangan stunting, peningkatan gizi masyarakat, serta penanganan kemiskinan.

Sekretaris Baznas Jateng Ahyani mengatakan, sapi yang disembelih di RPH Salatiga pada Idul Adha tahun 2023 lalu berjumlah 75 ekor. Daging korban 90 persen diolah menjadi kornet. Dari 68 ekor sapi menghasilkan sekitar 61 ribu kaleng, dengan berat masing-masing kaleng 200 gram. Sedangkan tujuh ekor sapi menghasilkan lebih dari 4 ribu kaleng rendang. Semua daging kurban dalam kemasan kaleng itu didistribusikan ke berbagai daerah di Jateng.

Langkah Baznas diapresiasi oleh Pemprov Jateng. Menurut Sekda Jateng Sumarno, pendistribusian daging dalam kemasan juga tak lepas dari program Juleha atau Juru Sembelih Hewan Halal.

“Dengan dikaleng pendistribusiannya lebih fleksibel dan tidak terikat waktu. Kalau dalam bentuk daging segar pada hari itu juga harus segera dibagikan. Ini juga menjadi bagian program penanggulangan kemiskinan dan stunting,” ujar Sekda Jateng.

Penurunan stunting tak bisa dilakukan secara parsial, namun melibatkan lintas sektor dan pendekatan multipihak di semua lingkup, baik daerah maupun nasional.

Stunting juga bukan soal sektor kesehatan semata. Ada isu-isu lain yang menyertai misalnya permasalahan gender dan anak, SDM, pendidikan, mitos di masyarakat, dan lain sebagainya. Maka butuh gotong royong agar anak-anak itu selalu mendapatkan kualitas hidup yang layak agar kelak mereka menjadi generasi emas. (Sunarto)

Written by Sunarto

PSIS Lepas Wawan Febriyanto dengan Skema Transfer

Jumat, Hasil Tes Bakal Capres-Cawapres Diumumkan KPU