TEGAL (Jatengdaily.com) – Puluhan ibu rumah tangga sejak pagi hingga sore hari berkumpul di sebuah rumah yang berlokasi di Jalan Cendrawasih, Gang Lontrong 10, Kelurahan Randugunting, Kota Tegal, Jumat (20/10/2023). Rumah yang berukuran tidak begitu besar itu sehari-hari dimanfaatkan sebagai sekretariat Rutela yang merupakan akronim dari Runtah Tegal Laka-Laka, sebuah komunitas warga untuk bertemu dan mengolah sampah atau barang bekas menjadi pundi-pundi rupiah.
Di rumah itu Endang Yulis, bersama ibu-ibu komunitas Rutela lainnya tidak bosan-bosan menerima setoran sampah anorganik dari para tetangga. Ada botol bekas air mineral, plastik kresek, bungkus kopi, kain perca bekas, dan kertas koran bekas. Tidak jarang pula, Endang Yulis mengais sampah sendiri untuk kemudian ditampung di rumah Rutela.
Berbagai kerajinan yang dihasilkan dari tangan-tangan terampil komunitas ibu-ibu tampak berjejer di lemari dan etalase rumah Rutela. Mulai tas kecil dari kain perca, bunga dari plastik, suvenir cantik dari bungkus kopi, kaca mata dari koran, miniatur kapal dari koran, tas cangklong, dompet, tikar dan baju karnaval yang terbuat dari limbah plastik kemasan.
Endang Yulis menceritakan, gerakan memungut sampah itu berawal adanya kecemasan warga Tegal terkait sampah yang produksinya kian menggunung, terutama sampah plastik. Pada saat berkumpul bersama pegiat UMKM pada 23 Desember 2017, kebetulan waktu itu ada pegiat lingkungan Amril Lurman dan Nur Laelatul Aqifah, selanjutnya membentuk Komunitas Runtah Tegal Laka-laka (Rutella).
Dari pertemuan itu berlanjut dan mengadakan pelatihan membuat aneka kerajinan tangan berbahan barang bekas. Dari sentuhan tangan terampil ibu-ibu, sampah yang menjadi masalah bagi lingkungan itu ternyata juga bisa memiliki nilai ekonomi asalkan dikelola dengan baik.
”Keyakinan inilah yang merasuk dalam diri warga Kelurahan Randugunting, Kota Tegal. Sampah disulap menjadi berbagai kerajinan yang bernilai ekonomi, seperti tas, baju karnaval, tikar plastik, tempat gelas dan pot bunga, dompet hingga berbagai jenis suvenir lainnya,” ujar Endang Yulis yang juga diamini Mufasiroh, selaku bendahara Rutela.
Langkah selanjutnya mereka berinisiatif mendirikan Bank Sampah di rumah Rutela. Berbagai kegiatan pun dihelat melalui bank sampah tersebut, misalnya edukasi kepada masyarakat untuk memilah sampah sesuai jenisnya. Seiring berjalannya waktu, para ibu anggota Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) tersebut membentuk Rumah Kreasi yang mewadahi para pegiat lingkungan dengan kegiatan utamanya mengolah sampah menjadi barang kerajinan.
Proses pembuatan kerajinan berawal dengan mengambil sampah dari Bank Sampah yang sudah dipilah sesuai jenisnya. Kemudian sampah tersebut dicuci, digunting, dibuat pola, dijahit, diwarnai dan menjadi bentuk jadi barang kerajinan. Semua pengerjaan dilakukan di rumah kreasi Rutela.
Dua tahun kemudian sejak Rutela terbentuk, yakni pada tahun 2019 Rutela sudah berbadan hukum koperasi produsen yang menangani daur ulang sampah. ”Kenapa kami memilih daur ulang sampah? karena kita mengharap dengan bahan baku yang mudah didapat, sekaligus juga menjaga lingkungan, sehingga dari sampah itu bisa menjadi barang bernilai ekonomi,” ujar Endang.
Edukasi Pelajar
Seiring berjalannya waktu, Runtah Tegal Laka-laka (Rutela) semakin dipercaya masyarakat dalam mendaur ulang limbah koran, plastik dan plastik kemasan. Bukan hanya fokus memproduksi kerajinan berbahan sampah, tetapi juga memberikan pelatihan dan edukasi di sejumlah lembaga pendidikan di Kota Tegal. Salah satunya dengan mengisi pelatihan di sejumlah sekolah di Kota Tegal, sebagai implementasi Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dalam kurikulum Merdeka Belajar.
Mufasiroh, bendahara Rumah Kreasi Rutela menyebutkan, pada 2023 ini komunitasnya eksis mengisi pelatihan di sekolah dan fokus memberi edukasi kepada anak-anak. Dengan menjalin kolaborasi atau kerja sama dengan sejumlah sekolah, maka diharapkan anak-anak saat tumbuh besar memiliki ilmu dan pengalaman yang cukup, bukan hanya teori tetapi juga keahlian dan keterampilan.
”Anak-anak usia sekolah sudah seharusnya tidak hanya mendapatkan ilmu pembelajaran formal di sekolah, tetapi juga harus diedukasi dalam hal terkecil, mulai dari memilah, memanfaatkan dan mendaur ulang limbah atau sampah menjadi barang yang mimiliki nilai ekonomi,” ujar Mufasiroh.
Keberhasilan Mufasiroh dan kelompok ibu-ibu anggota rumah kreasi Rutela Tegal tidak terlepas dari campur tangan Pertamina. Melalui bantuan CSR, di mana komunitas yang dibentuk pada 23 Desember 2017 ini terus menerima pendampingan dan pelatihan. “Alhamdulillah sejak 2019 hingga saat ini, kami terus didampingi Pertamina melalui CSR, sehingga Rutela bisa berkembang,” imbuhnya.
Junior Officer II Communication and Relations PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Faradita Dwilifia Maizar memaparkan, untuk meningkatkan kualitas Komunitas Rutela, pihaknya memberi pelatihan dan penyediaan alat. Komunitas tersebut masuk dalam kategori pelestarian lingkungan, khususnya penanggulangan sampah nonorganik.
Beberapa produk hasil dari komunitas Rutela sudah sampai ke Malaysia. “Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas kemampuan seluruh anggota kelompok binaan CSR kami (Pertamina) dalam pembuatan suatu produk dengan tujuan akhir adalah bagaimana setiap anggota mampu untuk mempromosikan hasil karyanya atau produknya baik secara online maupun offline,” ujar Faradita.
Sebagai bekal keterampilan, lanjut Faradita, melalui CSR menggelar workshop bagi anggota Rutela, pendampingan penjualan produk e-commerce dan membantu promosi melalui bazar UMKM yang digelar mitra binaan PT Pertamina.
Peran PT Pertamina tersebut membuahkan hasil yang gemilang. Produk-produk yang dihasilkan Rutela mampu menembus pasar domistik dan internasional. “Penjualan tas sudah sampai ke Malaysia, miniatur kapal ke Amsterdam dan frame kacamata dari koran dikirim ke Belgia,” tutur Mufasiroh.
Sementara itu Mufasiroh menambahkan, produk-produk Rutela banyak diminati masyarakat, baik yang dipasarkan secara online, offline hingga setiap event atau pameran. Salah satu tas dari plastik kemasan kopi, produksi Mufasiroh diakui sudah dua kali terjual hingga Negeri Jiran.
“Tas produksi saya sudah dibeli dua kali oleh orang Malaysia. Kemarin juga ada frame kacamata yang dibeli orang Polandia,” ucap Mufasiroh.
Dia mengakui, dalam waktu sebulan hasil kerajinan miliknya bisa mendapat omzet penjualan sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. ”Alhamdulillah produksi kami sudah diminati,” ujar Mufasiroh.
Dian, selaku admin Rutela sekaligus perajin bunga kresek dan kerajinan koran mengakui, produksi sampah di Kota Tegal sendiri masih tinggi sekitar 250 ton sampah setiap hari, dan 30% di antaranya adalah sampah plastik. Meskipun larangan penggunaan plastik sudah merebak, pada kenyataannya sampah plastik masih menjadi hal yang patut dikhawatirkan bagi kehidupan bumi ke depannya. Selain itu sampah plastik juga merupakan masalah krusial yang sampai saat ini masih dicari solusinya.
Seiring makin berkembangnya jumlah produk yang dihasilkan, kelompok ini telah ikut dalam mengurangi sampah plastik. Dalam setiap bulan, sedikitnya 10 kg plastik bungkus kopi-detergen diolah menjadi produk. Kemudian puluhan kilogram tas plastik kresek juga didaur ulang menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual.
Terlepas dari peran serta semua pihak, termasuk PT Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, kegiatan positif ibu-ibu di rumah kreasi Rutela ini perlu mendapatkan apresiasi dan menjadi salah satu contoh nyata peran aktif warga dalam mengelola sampah. Selain berpartisipasi menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman sampah plastik, komunitas ibu-ibu tersebut juga bisa menyulap sampah menjadi rupiah untuk membantu anggotanya meningkatkan kesejahteraan. Sunarto