Oleh: Tri Karjono
Statistisi Ahli Madya BPS Provinsi Jawa Tengah, Penulis Buku Mengulas Fakta Berbasis Data
SEPERTI yang diberitakan jatengprov.go.id, seusai menjadi inpektur upacara Hari Lahir Pancasila di Alun-alun Pancasila Cepogo-Boyolali, Kamis (1/6/2023), Gubernur Ganjar Pranowo menyempatkan meninjau beberapa kios UMK yang mewakili seluruh desa yang ada di Kecamatan Cepogo.
Pada kesempatan tersebut salah satu pesan dari Gubernur kepada pelaku UMK agar fokus memanfaatkan fasilitas media online dalam usahanya. Menurutnya hingga saat ini para pelaku usaha mikro dan kecil masih kurang optimal dalam memasarkan produknya melalui platform digital.
Industri Mikro dan Kecil
Di antara yang dimaksud UMK Gubernur disini utamanya adalah sektor industri, yaitu usaha yang menghasilkan produk dengan skala usaha mikro dan kecil (IMK). Karena biasanya yang dipasarkan oleh UMK merupakan hasil produk sendiri. Dan kategori UMK ini merupakan UMK industri atau yang biasa disebut industri mikro dan kecil (IMK). Ini yang perlu didorong bagaimana produk dari usahanya tersebut dapat laku dan terdistribusikan seluruhnya ke konsumen, baik melalui perantara maupun langsung ke konsumen akhir.
Definisi industri sendiri adalah usaha untuk menghasilkan atau memproduksi suatu barang dari bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi, barang setengah jadi menjadi barang jadi atau merubah barang yang bernilai kurang menjadi lebih bernilai. Sedangkan skala mikro dan kecil identik dengan modal dan tenaga kerja yang kecil/sedikit, bahkan bisa jadi hanya dengan satu tenaga kerja saja yaitu pelakunya sendiri.
Profil Pemasaran Produk IMK
Apa yang disampaikan Gubernur pada kesempatan tersebut bahwa belum optimalnya pemasaran produk UMK melalui platform digital yang ada di Jawa Tengah dapat dipahami. Hal ini bisa kita lihat salah satunya dari data yang dihasilkan oleh BPS dari survei insutri mikro dan kecil di Jawa Tengah yang dilakukan tahun lalu.
Hasil survei terhadap sekitar 14.000 responden usaha industri mikro kecil yang ada di Jawa Tengah tersebut, 77,13 persen diantaranya mengalami kendala atau kesulitan dalam berusaha. Dari seluruh yang mengalami kesulitan tersebut, 45,86 persen diantaranya kesulitan terkait dengan pemasaran produknya. Ini menjadi kendala terbesar kedua setelah kendala permodalan. Di mana kesulitan permodalan dialami oleh 50,24 persen usaha.
Pemanfaatan Internet
Disisi lain pemanfaatan internet oleh pelaku usaha mikro kecil utamanya industri di Jawa Tengah masih tergolong sangat kecil. Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa dari semua usaha IMK hanya 22,57 persen saja yang memanfaatkan internet untuk berbagai kegiatan proses usahanya. Di mana pemanfaatannya sebagian besar digunakan untuk memasarkan produknya (17,31 persen) disamping untuk pencarian bahan baku atau hanya sekedar mencari informasi lain.
Dari jumlah tersebut terlihat masih sangat banyak usaha industri mikro kecil yang belum sama sekali memanfaatkan atau masih awam dengan internet. Dapat diartikan bahwa internet yang telah hampir semua masyarakat mudah mengaksesnya dan memiliki perangkat dalam mengaksesnya ternyata belum mampu dimanfaatkan dengan baik untuk menunjang usahanya.
Sementara dari yang hanya 17,31 persen usaha yang memanfaatkan internet untuk memasarkan usahanya tersebut hampir semuanya melalui media instant massaging seperti whatsapp dan yahoo massager. Posisi kedua media terbanyak yang dipilih oleh pelaku usaha IMK adalah melalui sosial media seperti facebook, twitter dan instagram. Untuk platform market place seperti tokopedia, bukalapak, shopee hanya dipilih oleh 6 persen pelaku usaha saja.
Dari data di atas menjadi gambaran jelas bahwa apa yang disampaikan oleh gubernur cukup beralasan. Pelaku usaha mikro dan kecil pada kenyataannya masih kecil sekali kesadarannya dalam memanfaatkan platform digital. Karena bagaimanapun saat ini pemanfaatan platform digital menjadi keniscayaan jika tidak ingin usahanya jalan di tempat bahkan gulung tikar.
Minimal itu dapat dilakukan oleh semua pelaku industri yang berbasis pemasaran dengan sasaran utamanya langsung ke konsumen akhir yang mencapai 43,96 persen dari jumlah usaha IMK.
Peran Pihak Terkait
Harapan gubernur seharusnya tidak berhenti pada bagaimana kemudian pelaku usaha menyikapinya himbauan itu, tetapi harus ditindaklanjuti pula oleh pemangku kepentingan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas UMK.
Ini menjadi pekerjaan sekaligus tantangan bagi dinas terkait dalam membina pelaku usaha IMK khususnya dan UMK secara umum agar mampu memanfaatkan dan mengambil peluang perkembangan teknologi ini dengan maksimal. Mempromosikan pula produk UMK Jawa Tengah agar lebih mampu di dikenal pada wilayah yang lebih luas. Karena dari survei tersebut 90,60 persen produk usahanya masih dipasarkan dalam satu wilayah kabupaten.
Tantangan lain adalah hampir 10 persen pengusaha industri mikro kecil yang ternyata berusia diatas 65 tahun. Pada usia ini biasanya yang bersangkutan kurang melek terhadap perkembangan teknologi dan berpedoman yang penting bisa bertahan.
Belum lagi pula tingkat pendidikan pengusaha industri mikro kecil yang sebagian besar (60,23 persen) berpendidikan maksimal sekolah dasar atau bahkan belum sekolah. Kondisi ini dapat diduga pengetahuan terkait platform digital tidak lebih baik dari yang berpendidikan lebih tinggi. Jatengdaily.com-yds