Oleh: Nia Samsihono
MENULIS Novel merupakan proses yang memadukan kreativitas, dedikasi, dan keterampilan teknis. Setiap novel dimulai dengan sebuah ide menarik. Ide datang dari berbagai sumber, mulai dari pengalaman pribadi, observasi, membaca, atau sekadar imajinasi murni.
Penting untuk memilih ide yang memiliki potensi menjadi cerita yang menarik dan relevan bagi pembaca. Kurniawan Junaedhie telah menulis novel ini berdasarkan pengalamannya sebagai seorang wartawan. Ia lahir di Magelang, Jawa Tengah dan kuliah di Sekolah Tinggi Publisistik, Jakarta tahun 1977—1980.
Novel ini mengisahkan pengalaman seorang jurnalis pada zaman pemerintahan Soekarno. Ketika itu politik menjadi panglima di Indonesia, yaitu sekitar tahun 1964—1965. Sebagai seorang wartawan, tentu saja gaya penulisan Kurniawan Junaedhie runtut dan rinci, khas jurnalis. Tokoh yang ditampilkan dalam novel ini adalah jurnalis yang meliput berbagai peristiwa yang berkaitan dengan tahun 1964—1965 di Jakarta.
Gaya penulisan dengan struktur naratif diselingi dialog-dialog. Ia tetap setia pada visi sebagai seorang penulis, menyampaikan pemikiran dan pengalaman dengan bahasa sederhana dan dapat dipahami dengan mudah oleh pembacanya. Novelnya ia sebut sebagai novel jurnalistik.
Novel jurnalistik adalah karya sastra yang memadukan unsur fiksi dengan latar belakang jurnalistik yang kuat. Dalam novel ini, penulis menggunakan pengetahuan dan pengalaman jurnalistiknya untuk menghadirkan cerita yang menarik dan autentik.
Kharakteristik utama dari novel jurnalistik adalah keakuratan informasi dan penggambaran yang mendalam terhadap tema atau isu yang diangkat. Penulis cenderung melakukan penelitian yang mendalam untuk memastikan bahwa cerita yang disampaikan mencerminkan realitas yang ada. Meskipun menggunakan latar belakang jurnalistik, novel jurnalistik tidak selalu kenyataan murni.
Penulis menggunakan kreativitasnya untuk menyampaikan pesan atau membuat narasi yang lebih menarik tanpa mengorbankan kebenaran substansial dari cerita tersebut.
Peristiwa 1965 di Indonesia merupakan peristiwa bersejarah yang sangat kontroversial dan kompleks. Peristiwa itu terkait dengan kudeta militer yang menggulingkan pemerintahan Soekarno dan berujung pada kekuasaan rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto.
Bagi beberapa orang, kudeta ini dianggap sebagai tindakan yang diperlukan untuk mengatasi ancaman komunisme dan mengembalikan stabilitas politik di Indonesia. Mereka berpendapat bahwa tindakan militer pada waktu itu mencegah potensi kekacauan yang lebih besar dan memperbaiki ekonomi negara.
Namun, bagi banyak orang lainnya, peristiwa ini dipandang sebagai tragedi kemanusiaan yang mengerikan. Ada laporan tentang pembunuhan massal, penghilangan paksa, dan penahanan tanpa proses hukum yang adil terhadap para anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) dan orang-orang yang diduga terkait dengan mereka.
Di balik intrik politik dan gejolak kekuasaan, terdapat kisah-kisah kemanusiaan yang seringkali terlupakan. Kisah-kisah ini menggambarkan sisi kemanusiaan yang terjalin di antara ketegangan politik yang memuncak menjelang peristiwa tragis tersebut.
Kisah tentang cinta juga terjadi di tengah-tengah kekacauan politik. Banyak pasangan yang terpisah karena salah satu atau kedua belah pihak terlibat dalam peristiwa G30S. Di tengah tekanan politik yang meningkat, banyak individu menunjukkan keberanian luar biasa dalam menghadapi keterbatasan dan risiko yang mereka hadapi.
Mulai dari wartawan yang terus melaporkan kebenaran meskipun berada dalam ancaman bahaya hingga aktivis hak asasi manusia yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi orang-orang yang rentan, kisah-kisah ini memperlihatkan bahwa keberanian dan kemanusiaan tidak mengenal batasan.
Kisah-kisah kemanusiaan menjelang G30S PKI di Indonesia memberikan perspektif yang penting dan terkadang terlupakan dalam narasi sejarah yang didominasi oleh intrik politik dan konflik ideologis.
Meskipun tragedi tersebut meninggalkan luka yang mendalam dalam sejarah Indonesia, kisah-kisah ini juga mengingatkan kita akan kekuatan kemanusiaan yang mampu bersinar di tengah gelapnya politik.
Dalam menghadapi masa lalu, kita diingatkan untuk tidak hanya melihat peristiwa secara dingin dan objektif, tetapi juga untuk menghargai keberanian, kesetiaan, dan kasih sayang yang terjadi di antara manusia di tengah-tengah kekacauan sejarah.
Novel karya Kurniawan Junaedhie ini merupakan catatan peristiwa tahun 1964—1965 di Indonesia yang patut kita baca dan cermati.
Nia Samsihono adalah Ketua Umum Satupena DKI Jakarta. Jatengdaily.com-St