in

Kemiskinan Jawa Tengah, ‘Harapan Baru Masyarakat’

Oleh : Harjo Teguh I, S.Si, MM

Kemiskinan selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas. Hal ini karena Kemiskinan dapat berkaitan dengan banyak hal mulai dari pendapatan, pendidikan, kesehatan bahkan juga lingkungan.

Bahkan kemiskinan menjadi topik utama dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan agenda global yang disepakati oleh negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015.

SDGs bertujuan untuk mencapai kesejahteraan manusia secara global dan menjaga lingkungan secara berkelanjutan. Salah satunya adalah komitmen mengakhiri kemiskinan di dunia.

Mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuk dan di mana pun, mengurangi jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan, membangun ketahanan masyarakat miskin, meningkatkan akses terhadap layanan dasar, dan memberikan perlindungan sosial yang sesuai.

Kemiskinan secara umum didefinisikan sebagai suatu kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka untuk hidup layak.

Baca Juga:Untag Semarang Tambah Tiga Guru Besar Lagi, Total Kini Miliki 19 Profesor

Kebutuhan dasar tersebut dapat meliputi kebutuhan makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Pemerintah berupaya keras dalam rangka mengentaskan kemiskinan mulai dari program pemberdayaan manusia hingga bantuan materi.

Namun apakah semua itu sudah memberikan dampak yang nyata?
Perlu indikator yang dapat menggambarkan bagaimana dampak pengentasan kemiskinan yang telah dilakukan opemerintah tersebut. Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga resmi pemerintah secara berkala merilis angka kemiskinan dua kali dalam setahun.

Ukuran kemiskinan yang digunakan BPS masih tetap dengan konsep kebutuhan dasar (basic needs approach) yang digunakan sejak tahun 1998 dimana kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur menurut garis kemiskinan (makanan dan bukan makanan).

Garis kemiskinan makanan dilihat dari nilai kebutuhan minimum makanan yang setara dengan 2.100 kilo kalori per kapita sehari.

Sementara garis kemiskinan non makanan dinilai dari minimum pengeluaran untuk perumahan, sandang, pendidikan, kesehatan dan kebutuhan pokok nonmakanan lainnya. Sehingga penduduk memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan masuk dalam kategori penduduk miskin.

Baca Juga:Cegah PMK, Pemkab Rembang Vaksinasi Sapi

Pada September 2024 di Jawa Tengah masih terdapat 3,4 juta jiwa penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan (dengan garis kemiskinan sebesar Rp.521.093) tentunya melihat angka ini menjadi fantastis.

Namun bila kita pahami bahwa jumlah penduduk Jawa Tengah yang cukup besar, angka tersebut hanya berada di kisaran 9,58 persen (angka ini lebih dikenal dengan P0/Persentase Kemiskinan).

Persentase ini sudah merupakan angka terendah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Pada Maret 2011 angka P0 Jawa Tengah mencapai 15,72 dan menurun sampai titik terendah 10,80 pada Maret 2019.

Namun pandemi Covid kembali mendongkrak kemiskinan hingga mencapai titik 11,79 pada Maret 2021.

Indikator P0 tidak menjadi satu-satunya indikasi dalam pengentasan kemiskinan, masih ada beberapa indikator pendukung untuk memahami kondisi kemiskinan di suatu wilayah. Karena pada dasarnya interpretasi suatu indikator haruslah dilihat dari beberapa aspek sehingga dapat dijelaskan secara lebih lengkap.

Dengan melihat aspek lain maka kita akan dapat memahami detil gambaran dari indikator tersebut. Sebagai contoh kita tidak akan mendapatkan bayangan utuh tentang seseorang hanya dengan tahu ukuran sepatunya saja, atau ukuran bajunya saja.

Namun informasi lain seperti berat badan, tinggi badan akan dapat membantu memberikan gambaran utuh seseorang walaupun kita belum pernah melihatnya.

Selain P0 masih ada indikator lain yang dapat memberikan gambaran kondisi kemiskinan, yaitu P1 (Indeks Kedalaman Kemiskinan) dan P2 (Indeks Keparahan Kemiskinan).

Indeks Kedalaman Kemiskinan adalah ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap Garis Kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin.

Pada periode Maret 2023 – September 2024, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) mengalami penurunan, demikian juga dengan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan pada September 2024 sebesar 1,601, turun dibandingkan Maret 2024 yang sebesar 1,640.

Sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), pada periode yang sama turun dari 0,374 menjadi 0,365. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan pengeluaran tidak hanya ada di kalangan masyarakat di sekitar garis kemiskinan namun hampir merata di masyarakat yang ada di bawah garis kemiskinan.

Bila penurunan ini terus berlanjut maka tentunya akan lebih mudah dalam pengentasan kemiskinan.

Program pengentasan kemiskinan dengan pemberdayaan tidak akan secara langsung memberikan dampak namun akan mampu mendorong masyarakat miskin secara bertahap memenuhi kebutuhan hidap secara mandiri dan hal ini yang akan memberikan dampak besar dalam pengentasan kemiskinan secara masif walaupun membutuhkan waktu relatif lebih lama.

Sementara bantuan bersifat materi akan memberikan dampak temporary, untuk itu bantuan ini akan lebih cocok untuk masyarakat miskin dengan keterbatasan yang tidak mungkin dapat keluar dari lingkaran kemiskinan dengan kemandiriannya misal disbilitas, namun hal ini dilakukan secara berkesinambungan.

Pengentasan kemiskinan bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja namun masyarakat juga ikut andil dalam upaya ini. Dengan sinergitas ini tentunya akan menjadi lebih mudah upaya penurunan kemiskinan dimasa mendatang.

Salah satunya adalah dengan menumbuhkembangkan kehidupan bermasyarakat yang menjunjung tinggi budaya gotong royong dan saling tolong menolong.

Dengan budaya gotong royong dan tolong menolong akan meningkatkan rasa peduli kita terhadap masyarakat sekitar yang membutuhkan yang akan mengangkat derajat kehidupannya.

“Seandainya kemiskinan berwujud manusia, niscaya aku akan membunuhnya” (Khalifah Ali bin Abi Tholib).

Penulis Bekerja pada Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. Jatengdaily.com

 

Written by Jatengdaily.com

Untag Semarang Tambah Tiga Guru Besar Lagi, Total Kini Miliki 19 Profesor

Kereta Api Sancaka Utara Kembali Beroperasi Mulai 1 Februari 2025 dengan Relasi Diperpanjang hingga Cilacap