JAKARTA (Jatengdaily.com) – Setelah menetapkan Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), KPK bergerak cepat memetakan kekayaan mereka. KPK sudah memetakan aset Sjamsul sejak pihaknya memproses mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Tumenggung dalam kasus tersebut.
Juru bicara KPK Febri Diyansah mengatakan, KPK menetapkan kedua tersangka tersebut dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemenuhan kewajiban pemegang saham BDNI selaku obligor BLBI kepada BPPN.
“SJN (Sjamsul Nursalim) dan ITN (Itjih Nursalim) diduga melakukan misrepresentasi terkait dengan piutang petani petambak sebesar Rp4,8 triliun. Misrepresentasi tersebut diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun. Pasalnya, saat dilakukan Financial Due Dilligence (FDD) dan Legal Due Dilligence (LDD) disimpulkan bahwa aset tersebut tergolong macet dan hanya memiliki hak tagih sebesar Rp220 miliar,” ungkap Febri dalam keterangan tertulis kemarin.
Sjamsul Nursalim dikenal sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia. Versi Forbes tahun lalu Sjamsul menempati peringkat 36 orang terkaya. Menurut perhitungan Forbes, total kekayaan Sjamsul di 2018 mencapai US$ 810 miliar atau setara Rp 11,5 triliun (kurs Rp 14.200).
Gurita bisnis Sjamsul di Indonesia antara lain PT Gajah Tunggal Tbk yang memiliki anak usaha seperti PT Softex Indonesia, PT Filamendo Sakti, dan PT Dipasena Citra Darmadja. Selain itu, Sjamsul juga menguasai saham Polychem Indonesia yang sebelumnya bernama GT Petrochem. Sjamsul juga memiliki sejumlah usaha ritel yang menaungi sejumlah merek ternama seperti Sogo, Zara, Sport Station, Starbucks, hingga Burger King.
Menurut Febri Diyansah, untuk aset-aset Sjamsul Nursalim yang berada di Indonesia kemungkinan akan disita untuk pengembalian kerugian keuangan negara. Sementara untuk aset Sjamsul yang berada di luar negeri, Febri memastikan pihak lembaga antirasuah akan bekerja sama dengan otoritas setempat.
“Kalau di Indonesia cukup dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia saja. Kalau ada aset di luar negeri, maka kerja sama internasional baik antara institusi Indonesia ataupun institusi di Singapura ataupun kerja sama antar negara itu akan dimaksimalkan sedemikian rupa,” kata Febri.
Dikatakan Febri, asset tracking sudah mulai dilakukan oleh tim sejak kami memproses satu orang pertama sebagai tersangka SAT yang kemudian sudah diputus sampai Pengadilan. yds
GIPHY App Key not set. Please check settings