SEMARANG (Jatengdaily.com)– Neoliberalisme sebagai anak kandung dari globalisasi tak perlu ditakuti. Dengan paradigma inklusif sebagaimana diajarkan pesantren-pesantren tradisional dalam menatap modernitas tanpa harus kehilangan jati diri.
Hal itu ditegaskan oleh Prof Dr Syamsul Ma’arif MAg dalam penutupan pembacaan pidato pengukuhan sebagai guru besar ilmu pendidikan Islam pada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan di Aula 3 Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Kamis (4/7).
Mengambil judul “Pendidikan Dalam Pusaran Neo-Liberalisme dan Gerakan Ultra-Right: Restorasi Local Genius Pesantren”, dosen yang juga pengasuh Pesantren Riset Al-Khawarizmi Wonolopo Mijen Semarang ini menyampaikan bahwa, paradigma pesantren al-muhafadzatu ala qadim al-shahih wa al-akhdu bi al-jadidi al-ashlah.
“Maksudnya adalah, memegang tradisi lama orang-orang sholih dan mengikuti hal-hal baru yang baik, masih relefan diimplementasikan,” jelasnya.
Sehingga perkembangan zaman adalah sebuah keniscayaan yang harus dibaca secara kritis dan mencoba mendialogkan dengan kepentingan agama. Maka dimungkinkan mencari jalan tengah antara tradisionalis dan modernis, antara konservatif dan progresif dan antara tekstualis dan kontekstualis.
“Tulisan ini berangkat dari kegelisahan mendalam melihat kenyataan belum beranjaknya pendidikan Indonesia, termasuk di dalamnya pendidikan agama Islam ke luar berbagai problematika. Melalui penulis, pendidikan belum mampu merekayasa perubahan masyarakat yang terbuka dan demokratis,” ujarnya
Maka, laki-laki kelahiran Grobogan, 30 Oktober 1974 ini menegaskan, hidup dalam pusaran neoloberalisme sistem pendidikan Islam harus melakukan transformasi kebudyaan menuju pendidikan yang demokratis dan akomodatif.
“Pendidikan yang cenderung kebarat-baratan dan menimbulkan sejumlah masalah, perlu diintegrasikan dengan modal menghadapi gempuran globalisasi tetap menjaga kontinuitas, survivalitas, dan tetap berpegang pada local genius,” jelasnya
Tak kalah pentingnya, sistem pendidikan harus mempresentasikan sistem kepemimpinan yang menggerakkan kesadaran komponen pendidikan dengan cara menginternalisasi nilai-nilai kultur yang disepakati bersama, membangun dialog dan harmoni dan menggerakkan perubahan demi masa depan pendidikan yang lebih baik, bermutu dan berkualitas.
Sementara itu, Rektor UIN Walisongo Prof Dr Muhibbin Noor berharap, apa yang telah dicapai oleh guru besar itu bisa memberi warna baru dalam dunia pendidikan Islam. “Semoga ini menjadi pijakan awal untuk kebesaran UIN Walisongo Semarang,” harapnya.
Acara pengukuhan diakhiri dengan pemberian ucapan selamat dari anggota senat dan diteruskan tamu undangan serta dilanjutkan dengan foto bersama. Ody-she
GIPHY App Key not set. Please check settings