Oleh : Multazam Ahmad
SETIAP Hari Raya Idul Kurban(10 Dzulhijah) dan hari-hari tasyriq (11-13 Dzulhijah),umat islam disegarkan kembali pada kisah Ibrahim dan Ismail. Sulit kita bayangkan dan di mengerti apa jadinya dunia ini bila sang ayah Ibrahim berperilaku egois, pembohong, tidak bertanggung jawab, dan tidak beriman dan takwa.Akankah sang putra Ismail megitu gampang menyerahkan lehernya pada sang ayah Ibrahim untuk dipotong demi melunasi perintah Allah? Rasanya, kok sulit untuk diterima dengan akal sehat.
Kita mengetahui perintah Allah Swt turun kepada Ibrahim, umur Ismail sudah memasuki remaja. Tentunya dia pasti sudah bisa berfikir kritis dan bisa mempertimbangkan dengan cermat untung ruginya. Apalagi perintah itu akan menghilangkan nyawanya. Lalu apa yang melatarbelakangi Ibrahim untuk meyakinkan sang putra Ismail? Tiada lain kuatnya iman Ibrahim kepada Allah Swt melalui mimpi. Nabi Ibrahim AS sosok nabi yang sangat cerdas, berfikir kritis, dan dipenuhi keingintahuan yang kuat dalam banyak hal, termasuk soal ketuhanan.
Sejak usia remaja, Nabi Ibrahim ASsudah dapat karunia Allah Swt berupamembaca kearifan lingkungan sosial sekitar, yang saatitumayoritas masyarakat menyembah berhala. Inilah yang membuat penasaran dan selalu mempertanyakan siapa Tuhan sebenarnya yang wajib disembah?Siang dan malam selalu merenung melihat fenomena alam.
Pada malam hari melihat bintang-bintang yang sangat indah dilangit, ia anggap bintang itu Tuhanya. Namun ternyata bulan lebih besar dari bintang, sehingga menganggap bulan adalah Tuhanya. Kekecewaan selalu hadir, karena bulan lenyap berganti dengan pagi yang muncul justru matahari yang bersinar pagi sampai sore yang diangap Tuhan sebenarnya karena matahari lebih besar dengan bulan. Ketika malam mulai datang, matahari tidak nampak lagi dan sudah barang tentu matahari bukanlah Tuhan.
Berkat penelaahan yang sangat mendalam atas peristiwa alam tersebut ,dengan menggunakan akal yang sehat serta bimbingan-Nya, Ibrahim AS berkesimpulan bahwa Allah itu esa dan wajib disembah.Karena Allah Swt menciptakan makhlukseperti, bintang dilangit, bulan, matahari, manusia, hewan, pergantian malam dan siang dan lain sebagaiya.
Bukanmakhluk-makhlukyangdiciptakanuntukdisembah. Yang wajib di sembahadalah AllahSwtdansatu –satunyatempatmintapertolongan.Kita bisa membayangkan hubungan Ibrahim dan Ismail; ayah dan anak ini sebenarnyasudah terbiasa berfikir cerdas dan kritis yang selalu mengedepankan dialog.
“ Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu.Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Ismail menjawab, “ Wahai Ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan Allah Swt kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” Setelah dialag keduanya mendapatkan perstujuan (agreement) keduanyamaka Ibrahim menyampaikan; Engkau telah membenarkan mimpi itu,demikian kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS.As-Saffat : 102-105).
Dimensi sosial
Dalam kisah ini sangat berharga bagi kita. Dalam konsep Islam berkorban sangat erat dengan nilai-nilai sosial yang sangat tinggi. Bila Ibrahim AS dan putra kesayangan Ismail sudah berhasil mengubah tradisi mengorbankan manusia dengan mengganti tradisi berkoban dengan hewan.
Karena akhirnya memang Allah mengganti Ismail dengan seekor domba yang gemuk dan tidak jadi disembelih. Hal ini menunjukan bahwa manusia sangatlah mahal, jangan adalagi manusia untuk dijadikan korban. Manusia adalah makhluk yang sangat mulia dalam pandangan Allah“ Dan sungguh ,kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan kami angkut mereka di darat dan di lautan, dan kami beri mereka riski dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”. (QS al-Isra : 70).
Dalam era modern ini, harus berani mengobah pola pikir (maidnset) kita bahwa korban harus dimaknai “ memotong” sikap egoisme, tamak, nafsu serakah, rakus, korupsi, dan pembohong . Sifat-sifatkebinatangan itulah yang selalu melekat pada manusia yang tidak mengenal strata sosial mulai kaum elit (besar) sampai kaum alit (kecil). Hal inilah membuat harkat dan martabat manusia atau suatu bangsa akan menjadi rendah, tidak terhormat dan terhina di hadapan Allah Swt.
Perintah Allah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim AS agar menyembelih putra kesayanganya Ismail AS merupakan simbul mahabah atau kecintaan puncak spiritual manusia terhadap Tuhan. Mengapa? Anak merupakan satu-satunya harta yang tiada duanya. Meskipun demikian Nabi Ibrahim AS tetap menjalankan perintah wahyu. Tidak ada sesuatu apa pun yang mahal untuk dikorbankan ketika datang panggilan Ilahi seperti, Jiwa, harta, keluarga, kedudukan/ jabatan, dan kesenangan dunia lainya yang dipandang mahal sekalipun untuk dipersembahkan.
Katakanlah,“ Jikabapak-bapakmu,saudar-saudaramu, isti-istrimu,keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan,perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu suakai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberi keputusan-Nya” Dan Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(QS al-Taubah:24) Kita diperintahkan berkorban, untuk mengingatkan manusia bahwa jalan menuju kebahagiaan membutuhkan pengorbanan.
Lahan ibadah dan kebahagiaan hidup selalu menantia nak bangsa. Indonesia saai ini memerlukan orang yang cerdas dan mau berkorban untuk memikirkan masa depan bangsa. Apalagi saat covid-19 ini yang belum menentu kapan berakhirnya banyak saudara kita yang kena dampaknya seperti , pemutusan hubungan kerja (PHK), sulit untuk memenuhi kebetuhan hidup, dan lain sebagainya. Artinya banyak saudara kita yang tiba-tiba menjadi miskin.Menurtu Badan Pusat statistik (BPS) padaMaret 2020 lonjakan penduduk miskin di Jawa Tengah mengalami lonjakan yang signifikan,yakni naik menjadi 11,14 persen dibanding pada September 2019 yang sebesar 10,58 persen.
Berkoban di tengah covid-19 merupakan momentum yang tepat untuk melakukan keberanian mengorbankan sebagian harta kita untuk disumbangkan kepada mereka yang sedang membutuhkan. Oleh karena itu efek dimensi vertikal dan horizontal ibadah kurbana dalah membentuk pribadi yang taat kepada Allah Swt. Sebagai manifestasi ketaatan adalah seseorang yang bisa menolong saudara kita yang kena musibah dan menyayangi saudara kita yang tidak mampu. Rasulullah Saw ketika menjalani haji wada (perpisahan) memberi pesan untuk semangat berbagi ,dan memberi perhatian sesama yang tidak mampu. ”Sayangilah saudaramu yang ada di muka bumi ini, niscaya Allah juga akan menyayangimu”( HR Muslim).
Dr Multazam Ahmad, MA Sekertaris MUI Jawa Tengah
Ketua Takmir Masjid Raya Baiturrahman Jawa Tengah dan Pengajar FITK UNSIQ
GIPHY App Key not set. Please check settings