Strategi BUKUKU, Upaya Menumbuhkembangkan Literasi Buah Hati

Oleh: Erna Hikmati Hidayah
Guru SMA Negeri 2 Kota Bontang, Kalimantan Timur
KELUARGA adalah unit terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari ayah, ibu, dan sang Buah Hati. Keluarga yang ideal yaitu keluarga yang dibangun berdasarkan rencana dan visi yang matang dari calon ayah dan calon ibu.
Namun demikian, seandainya masa perencanaan tersebut sudah dilewati, tidak ada istilah terlambat untuk memulai hal yang baik. Setiap orang dapat mengambil pelajaran kemudian meneladani orang lain untuk perbaikan diri dan lingkungannya. Jika unit terkecil masyarakat yaitu keluarga-keluarga di Indonesia, memiliki praktik-praktik baik yang kemudian mampu menginspirasi keluarga-keluarga lainnya, maka akan terbentuklah masyarakat yang baik juga.
Salah satu praktik baik tersebut adalah menggali dan mengembangkan kemampuan literasi anggota keluarga. National Institute for Literacy memberikan definisi literasi sebagai kemampuan individu untuk membaca, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian yang diperlukan dalam pekerjaan, keluarga, dan masyarakat. Tidak banyak keluarga yang menyadari bahwa kemampuan literasi dapat digali dan dikembangkan dalam keluarga sejak anak masih bayi, bahkan sejak di dalam kandungan. Kondisi saat ini menunjukkan kepasrahan mereka kepada sekolah untuk mengembangkan kemampuan literasi anak-anak mereka. Yaitu literasi yang menurut mereka sebatas, membaca, menulis dan berhitung saja.
Sesungguhnya literasi tidak saja diartikan sebagai kemampuan membaca buku dan menulis kalimat-kalimat saja. Dua kemampuan tersebut dikategorikan sebagai bagian dari literasi dasar. Padahal terdapat bermacam-macam bentuk pengembangan literasi yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain:
- Literasi dasar,
- literasi perpustakaan,
- literasi media,
- literasi teknologi,
- literasi visual.
Kelima bentuk literasi tersebut jika benar-benar ditelateni untuk ditumbuhkan pada pribadi anak secara optimal, niscaya akan berkembang menjadi ketrampilan literasi yang luar biasa.
Banyak orangtua salah langkah dalam usaha mengembangkan kemampuan literasi anak-anak mereka. Di rumah, anak diajari membaca dan kemampuan literasi lainnya dengan emosi orangtua yang kadang tidak terkendali. Emosi atau kemarahan orang tua seperti ini, biasanya terjadi karena kemampuan yang diinginkannya pada diri anak, tidak sama dengan kenyataan yang ada pada diri anak. Dengan kata lain : idealita jauh berbeda dengan realita. Alhasil, dengan belajar dibawah kemarahan tersebut, justru semakin menutup jalan cerdas bagi si anak.
Hasil penelitian Martin Teicher (Psikiater ahli perkembangan otak) menyebutkan bahwa setiap bentakan orangtua kepada anak akan menyebabkan perubahan struktur otak. Karena saluran yang menghubungkan antara belahan otang kanan dan belahan kiri akan mengecil. Hal ini berakibat pada dewasa nanti akan muncul depressi, kecemasan, gangguan kepribadian, dan lain lain.
Hal senada juga diungkapkan oleh Dr Laura Markham. Dia mengamati tentang penurunan hubungan antara orangtua yang sering marah-marah kepada anaknya. Anak yang sering dimarahi akan cenderung menunjukkan ketakutan dan rasa khawatir meninggi saat bertemu dengan orangtua mereka. Secara emosional, mereka lebih tertutup, bahkan menutup diri.
Agar literasi anak sejak dini terbangun bukan di bawah emosi/ kemarahan orangtua, melalui tulisan ini saya ingin mengajak pembaca mengenal strategi untuk membimbing anak tidak sekedar pintar membaca buku, tetapi juga pintar membaca situasi kondisi (peka) dan akhirnya peduli terhadap sesama. Strategi yang saya maksud adalah strategi Bukuku (Buku Untukku dan Anakku)
Strategi BUKUKU
Saya sebut strategi ini adalah BUKUKU, yaitu Buku Untukku dan Anakku. BUKUKU merupakan suatu cara menumbuhkembangkan literasi, yang dimulai dari keluarga.
Orangtua menjadi model bagi setiap anaknya dalam segala hal, salah satunya adalah literasi. Model yang dapat dicontohkan kepada anak misalnya orangtua meluangkan waktu khusus bersama anak untuk membaca dan lepas gadget pada saat-saat tertentu setiap hari, kemudian digantikan dengan membaca. Pada kesempatan seperti itu, orangtua dapat membuat kesepakatan-kesepakatan bersama anak melalui diskusi, tanpa menggurui dan membebani. Salah satu yang dapat diusulkan orangtua kepada anak adalah dengan cara saling menceritakan isi buku ataupun berita di majalah atau koran yang telah dibaca.
Setelah berjalan beberapa waktu, cerita orangtua dan anak tersebut mulai dikaitkan dengan fenomena-fenomena yang ada di lingkungan tempatnya tinggal. Hal ini dimaksudkan untuk mengasah ketajaman wawasan dan empati anak terhadap orang lain.
Langkah berikutnya: setelah beberapa bulan terlatih, orangtua dan anak mencoba menuangkan pikirannya atau ceritanya tadi ke dalam coretan-coretan ringan.
Coretan-coretan ringan kemudian difoto atau discan, dikumpulkan menjadi semacam portofolio tulisan orangtua dan anak.
Kemudian secara diam-diam, orangtua mencari penerbit yang siap mengubah portofolio tersebut menjadi sebuah buku sederhana.
Yakinlah bapak/ ibu….Anak Anda akan gembira jika tulisannya secara mengejutkan menjadi sebuah buku. Saat anak gembira itulah, ribuan ide kreatif akan muncul di dalam otak. Tinggallah selanjutnya orangtua menyusun proyek lagi bersama anak untuk menampung ide-ide kreatif tersebut.
Syarat Utama Menerapkan strategi BUKUKU dalam keluarga
- Sadar literasi
Orangtua harus paham betul pentingnya literasi untuk masa depan anak. - Menyukai tantangan
Orangtua dan anak harus suka tantangan. Tantangan tidak selalu berkaitan dengan kekerasan. Tantangan pejuang literasi terletak di dalam pikiran dan hati. Untuk itu orangtua harus merasa tertantang untuk menggandeng anaknya menjadi insan yang berkembang optimal. - Kemauan mencoba
Orangtua dan anak wajib hukumnya mencoba menuliskan apa saja. Tanpa mencoba menulis, maka impian hanya sekedar impian. Maka tulislah impian itu dalam kertas, niscaya akan mendekatkan pada kenyataan. - Lapang hati
Dalam menghadapi tantang dan mencoba, pasti akan bertemu dengan kegagalan dan kekecewaan akan hasil. Untuk itu diperlukan kelapangan hati untuk menerima setiap kegagalan dan tidak boleh pasrah dengan kegagalan tersebut. Lebih baik pernah mencoba dan gagal, daripada tidak pernah mencoba sama sekali untuk menulis.
Belumlah lengkap jika kita memiliki hasil karya tetapi tidak dikenalkan kepada oranglain. Demikian juga dengan hasil dari BUKUKU. Akan menjadi sebuah motivasi besar, jika anak diajak untuk memperkenalkan hasil karyanya kepada masyarakat di sekitarnya. Bisa masyarakat di lingkungan tempat tinggal, masyarakat di sekolah anak, masyarakat di kantor orangtua, dan lain-lain. Dari sinilah anak akan mendapatkan pengalaman luarbiasa akan apresiasi masyarakat. Dan ke depannya, akan termotivasi untuk menjadi lebih produktif lagi. Selamat mencoba menumbuhkembangkan Buah Hati yang Literate. Jatengdaily.com-she