SEMARANG (Jatengdaily.com) – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah diminta serius memperhatikan persoalan Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT). Sudah 5 tahun para seniman menunggu Peraturan Gubernur (Pergub) tentang DKJT sebagai Lembaga Nonstruktural (LNS). Namun, sampai hari ini Rancangan Pergub yang pernah disusun tim dari eksekutif sejak tahun 2017 itu tak terdengar kabarnya.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari Dialog Parlemen DPRD Jateng dengan tema Dewan Kesenian Jawa Tengah, Riwayatmu Kini? di Hotel Patra Jasa, Semarang, Selasa siang, 23 November 2021. Dipandu oleh Devi, dialog itu menampilkan tiga narasumber, yaitu Wakil Ketua DPRD Jateng Sukirman, Ketua Umum DKJT Gunoto Saparie, dan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Sukarjo Waluyo. Pada kesempatan itu ditampilkan musikalisasi puisi oleh Teater Emka Semarang.
Gunoto menjelaskan, DKJT dibentuk dengan mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 5A Tahun 1993. Namun sejak tahun 2017, DKJT akan diperkuat payung hukumnya, karena instruksi menteri tidak dikenal dalam sistem perundangan kita. Waktu itu berdasarkan arahan dari Asisten Sekda Jateng Bidang Kesra dibentuk sebuah tim untuk menyusun Rancangan Pergub tentang DKJT sebagai LNS. Tim ini anggotanya dari Biro Organisasi dan Kepegawaian, Biro Hukum, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, dan Badan Kesbangpol.
“Ketika tim itu masih belum selesai bekerja, terjadi mutasi sejumlah pegawai, termasuk para anggota tim. Akibatnya, rancangan pergub itu berhenti di tengah jalan,” katanya.
Menurut Gunoto, sejak proses penyusunan pergub itu DKJT tidak lagi mendapatkan anggaran dari APBD seperti sebelumnya. Meskipun demikian, DKJT tetap berusaha melakukan aktivitas dan kreativitas, bekerja sama dengan pihak ketiga. Sejumlah kegiatan berhasil dilakukan seperti temu sastrawan, konser tari, peluncuran buku antologi puisi, pembuatan film dokumenter tentang kesenian tradisional, dan sebagainya.
Bahkan awal Desember nanti DKJT bekerja sama dengan Yayasan Cinta Sastra Jakarta akan menyelenggarakan Kemah Sastra Indonesia 2021 di Baturaden, Banyumas. Namun, karena frekuensi kegiatannya tidak sering dan dilaksanakan tidak hanya di Semarang, kurang terasa gemanya. Selain itu, sejak dana dari APBD Jateng dihentikan, kegiatannya tidak banyak, sehingga terkesan mati suri.
Sukirman menyatakan prihatin dengan kondisi yang menimpa DKJT. Karena itu, DPRD Jateng bersedia menjembatani masalah ini dengan Pemprov Jateng. Karena DKJT harus memperkuat legitimasi secara keorganisasian terlebih dulu. Keseriusan pemprov layak dipertanyakan kalau hal ini berlarut-larut.
Menurut politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu, sesungguhnya DKJT bisa mengambil peran sebagai kepanjangan tangan pemerintah daerah dan berkomunikasi dengan lembaga-lembaga kesenan di tingkat kabupaten dan kota. Ketika pemprov, pemkab, dan pemkot memiliki keterbatasan dalam menjangkau seluruh lembaga dan komunitas kesenian, maka ruang ini harus diisi dan diperankan oleh DKJT.
Sedangkan Sukarjo Waluyo mempertanyakan, apakah DKJT dianggap penting atau tidak oleh Pemprov Jateng. Kalau inspirasi pendirian DKJT dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), di mana di ibukota hal itu merupakan sesuatu yang penting, tentunya demikian pula di Jateng. Di tengah arus industrialisasi, peranan dan fungsi kesenian tidak bisa dielakkan, sehingga marwah kesenian di wilayah ini perlu dikembalikan.st