in

Kekerasan Seksual Memprihatinkan, Kampus Perlu Kebijakan Ramah Perempuan

Tsaniatus Salihah,SE menyampaikan materi pada webinar Pertisipasi Laki-laki dalam Kesetaraan Gender dan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Lingkungan Kampus.Foto:ist

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Suasana di kampus perlu dibuat nyaman dan aman. Untuk itu perlu dibentuk Satgas sebagai upaya preventif dan kuratif dalam menangani kekerasan seks pada perempuan.

“Kondisi sekarang sangat berbeda dengan tahun 90-an awal pendirian kampus. Waktu itu mahasiswa laki-laki sangat banyak, sekarang sebaliknya mahasiswa putri lebih banyak,” Begitu dikatakan Ir Suwarno Widodo, wakil rektor UPGRIS Jumat siang (17/12) dalam Webinar Pertisipasi Laki-laki dalam Kesetaraan Gender dan Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Lingkungan Kampus.

Ditambahkan, penghapusan kekerasan pada perempuan di kampus bisa ditanggulangi melalui penciptaan suasana yang egaliter dengan kebijakan yang ramah perempuan. Hakikatnya perempuan setara dengan laki-laki, perlu adanya perubahan sikap, pandangan dan mental laki-laki terhadap perempuan melalui pendidikan.

Menurut Suwarno, kesenjangan relasi laki-laki dan perempuan menimbulkan berbagai masalah, diskriminasi, berbagai kekerasan termasuk kekerasan seksual. Yang dimaksud kekerasan seksual menurut Permen No 30 – 21 adalah perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan dan/ atau menyerang tubuh, dan/ atau fungsi reproduksi seseorang karena ketimpangan relasi kuasa dan /atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk mengganggu reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidian tinggi dengan aman dan optimal.

Mau Diajak
Narasumber Nur Hasyim, Co-Founder Aliansi Laki-laki Baru menandaskan, laki-laki menjadi pelaku kekerasan karena antara lain perempuan mau diajak nonton, ditraktir hanya berdua saja, di luar jam pelajaran, kemudian main ke rumah kos dan seterusnya.

Dosen FISIP UIN Walisongo yang Dewan Pengawas Rifka Annisa Yogyakarta itu menambahkan, adanya pemaknaan cinta sebagai penguasaan, juga standar ganda tentang kesetiaan yang menuntut pasangan setia tapi mentoleransi ketidaksetiaan diri sendiri, di samping minimnya pengetahuan tentang Hak dan Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).

Nara sumber Tsaniatus Salihah SE, ketua Forum Kesetaraan dan Keadilan Gender (FKKG) Jateng menjelaskan yang dimaksud kekerasan di kampus selain pada satuan pendidikan adalah kekerasan yang dilakukan oleh senior ke yunior. “ Kegiatan menantang diberikan ke mahasiswa juga bentuk kekerasan,” Kekerasan itu berdampak terjadinya trauma fisik berulang, kecacatan, kematian, stres pasca trauma, depresi, kecemasan, rendah diri, gangguan pola makan, disfungsi seksual dan insomnia.Penulis Humaini-st

Written by Jatengdaily.com

Rahayu Kertawiguna Lupa Produksi Karya Lagu

Alumni Psikologi Undip Angkatan 1996 Gelar Reuni Perak