Memaknai Kudus sebagai Kota Empat Negeri

aspirasii

KUDUS (Jatengdaily.com) – Kudus dibangun dari empat budaya. Jawa, China, Arab, dan Eropa. Perpaduan corak budaya itulah sampai sekarang masih terpelihara, baik itu kesenian sampai pada bangunan. Karena itulah, tak salah bila memaknai Kudus sebagai kota empat negeri.

Keberagaman yang ada di Kudus dikupas dalam acara “Media Tradisional/Dialog Parlemen: Menelusuri Jejak Kudus, Kota Empat Negeri”, di Rumah Makan Saung Bambu Wulung, Kota Kudus, Selasa (31/5/2022). Narasumber yang dihadirkan semuanya orang-orang yang berkompeten dan dibesarkan oleh tradisi yang masih terjaga di Kota Kretek itu. Ada Mawahib, anggota DPRD Jateng; Abdul Jalil (budayawan); Umar Ali (Tenaga Ahli Bupati Bidang Kebijakan Publik); dan Agus Susanto (sejarawan Kudus).

Anggota DPRD Mawahib sedang memberikan paparan dalam acara mengenai budaya Kota Kudus. Foto:dok

Sebagai putra daerah, Mawahib mengakui Kudus merupakan daerah yang heterogen dengan sikap toleransinya sangat tinggi. Sejak masih dalam pendiriannya, Sunan Kudus merupakan pelatak dasar toleransi. Sampai sekarang pun, masih dijaga keyakinan tidak menyembelih sapi sebagai bentuk penghormatan untuk umat Hindu. Dalam membangun masjid pun, langgam arsitek Masjid Menara Kudus atau Masjid Al Aqsa Manarat Qudus juga perpaduan Arab dan China.

“Bagi saya, Kudus sangat menarik. Nilai kearifan lokal terbentuk dan terjaga sampai sekarang ini,”ucapnya.

Di mata Abdul Jalil, seorang budayawan mengakui Kudus perlahan mulai menunjukkan kemajuan dan kejayaan. Sebagaimana dalam tembang Lir Ilir, tandure wis sumilir, tak ijo royo-royo tak senggo temanten anyar, cah angon cah angon penekno blimbing kuwi…Kudus telah mampu meniti peradaban.

Abdul Jalil, seorang budayawan mengakui Kudus perlahan mulai menunjukkan kemajuan dan kejayaan. Foto:dok

“Tembang Lir Ilir sebuah motivasi agar kita semua bangkit sesuai dengan kemampuan kita masing-masing untuk menuju kemajuan dan kejayaan,” katanya.

Sementara Umar Ali melihat peradaban daerah di lereng Muria sangatlah tua. Akulturasi terjalin begitu kuat. Bahkan dua mazab di Islam pun yakni Syafii dan Hanafai bisa diterima.

Selanjutnya Agus Suprapto menyoroti mengenai branding daerah sebagai kota kretek yang begitu kuat. Branding itu bisa sejajar dengan Jepara sebagai kota ukir, Yogya kota gudeg. Maka, banggalah bagi masyarakat Kudus yang memiliki identitas sebagai kota kretek. Dalam kesempatan itu dikenalkan suluk “4 Negeri”, kemudian pementasan kesenian barongsai. st