DEMAK (Jatengdaily.com) – Prevalensi stunting Kabupaten Demak berdasarkan penimbangan serentak oleh Dinas Kesehatan dari tahun 2020-2022 mengalami penurunan siginifikan. Yakni dari semula 6,05 persen atau 5.902 balita pada 2020, menjadi 4,34 persen (4.215 balita) pada 2021, dan 3,60 persen (2.507 balita) pada 2022.
Sehubungan itu, pada acara ‘Rembug Stunting, Percepatan Pencegahan dan Penurunan tingkat Kabupaten Demak 2022’ Ketua DPRD Kabupaten Demak HS Fahrudin Bisri Slamet menyampaikan apresiasi atas keberhasilan konvergensi antar-OPD sesuai peran masing-masing.
“Apresiasi kami berikan kepada pemkab atas keberhasilan menurunkan jumlah stunting di Kabupaten Demak, dengan angka jauh dari rata-rata nasional. Namun jangan menjadikannya berpuas diri, karena harus terus berpacu agar terus selesaikan masalah stunting di Kota Wali hingga zerro percent (0%),” ujarnya, Rabu (8/6).
Menurut FBS, mengawal pembangunan sumber daya sejak dini penting demi terwujudnya generasi emas pada 2045. Termasuk di dalamnya mengatasi persoalan stunting, yang disebutnya perlu dukungan anggaran, karena masa depan bangsa turut dipertaruhkan.
Rembug stunting, lanjutnya, tidak cukup hanya di tingkat kabupaten. Namun harus dilanjutkan hingga kecamatan dan desa, dan melibatkan stake holder terkait sehingga muncul sinergitas lintas sektoral.
“Camat bisa fokus memberikan titik berat pada masalah penganggaran untuk stunting. Begitu pun Inspektorat dan Bappeda Litbang kaitannya peningkatan alokasi ADD. Sebab jika gagal, maka akan menjadi kegagalan bersama berjamaah. Pertanggungjawaban kita pada Allah akan dipertanyakan,” imbuhnya.
Hal sama disampaikan Wakil Bupati KH Ali Makhsun, yang sekaligus Ketua Percepatan Penurunan Stunting Kabupaten Demak. Dikatakan, bonus demografi mempunyai kontribusi penting dalam hal menyiapkan generasi emas Indonesia. Maka itu menangani stunting dilakukan sejak ibu hamil.
“Jika otak jongkok gara-gara stunting, kita dosa. Pekerjaan kita amanat kita. Jika mampu tapi tidak optimal dilakukan, berarti kita meninggalkan generasi yang lemah,” tutur Wabup.
Maka sangat diharapkan, paska rembug bareng setiap dinas ada schedule yang telah dikerjakan untuk menurunkan stunting. Insya’Allah dengan bersama stunting akan teratasi di demak.
“Jangan ada ego sektoral, namun justru wajib ada koordinasi dan sinergi. Kalau ada yang kurang ayo dirembug bareng sehingga diketahui kekurangan dan kelemahan. Sehingga upaya berhasil optimal. Jangan sampai kita celakai generasi kita. Kalau stunting dibiarkan padahal kita mampu, kita berdosa,” ujar Wabup.
Di sisi lain Kabid Kesmas Dinas Kesehatan Kabupaten Demak Hj Sri Pudji Astutik SKM MKes dalam paparannya menjelaskan, stunting adalah kondisi balita memiliki panjang atau tinggi badan kurang jika dibandingkan umurnya. Hal itu akibat kekurangan gizi kronis sejak dalam kandungan.
Terkait target penurunan stunting, disebutkan, prevalensi harus turun 2,7 persen setiap tahunnya. Hal itu mendasar pada pengalaman internasional yang menunjukkan banyak negara mampu melakukan itu. Adapun pendekatan utama yang digunakan adalah konfergensi antar program sampai ke tingkat keluarga sasaran.
Sejauh ini, menurut Sri Pudji Astutik, masih ada beberapa persoalan sehingga sedikit banyak menjadi kendala dalam upaya menekan angka stunting. Antara lain kurang pahamnya tupoksi masing-masing lembaga sosial non pemerintah dalam intervensi gizi spesifik maupun sensitif. Serta kurangnya koordinasi antara desa, kecamatan dan puskesmas untuk analisis situasi dalam menentukan anggaran berdasarkan prioritas. Di samping kurang kesadaran masyarakat akan permasalahan stunting.
Turut hadir pada kegiatan yang digelar secara luring dan daring dengan peserta dari berbagai elemen tersebut Pj Sekda H Eko Pringgolaksito dan Asisten 1 Sekda H AN Wahyudi. Di samping Plt Kepala Bappeda Litbang Masbahatun Ni’amah. rie-st