in

Rencana Kenaikan Cukai Tembakau Cemaskan Pekerja SKT di Jateng

Pekerja pabrik rokok meminta kenaikan cukai rokok ditunda. Foto: adri

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) menjadi kekhawatiran bagi buruh pabrik rokok di Jateng. Kenaikan tersebut jika diberlakukan bisa mengancam kesejahteraan pekerja sigaret kretek tangan (SKT) yang padat karya pada tahun 2023.

Diperkirakan dengan kenaikan cukai tembakau, dampanya pekerja mendapat pengurungan jam kerja. Penghasilan pekerja pun akan semakin menurun di saat harga kebutuhan naik.

“Kita dari yang bekerja 10 jam sehari sekarang jadi tujuh jam sehari. Khawatir tidak ada lembur lagi, permintaan pasar turun karena produktivitas turun,” kata Juni Indarwati, seorang buruh pekerja linting tembakau, Rabu (21/9/2022).

Padahal para pekerja industri rokok linting atau SKT rata-rata pekerjanya didominasi para wanita. Tentu membuat cemas, lapangan pekerjaan sendiri sulit dan upah buruh belum tentu naik.

“Apalagi kebutuhan hidup makin mahal, tapi pekerjaan tidak membaik, daya beli buruh rokok turun,” ungkapnya.

Juni yang dulu sehari-harinya masuk kerja jam 06.30 selama tujuh jam sampai 14.00. D iluar jam kerja, ia masih bisa mendapatkan jam lembur gaji yang didapatkan lumayan untuk mencukupi kebutuhan.

“Paling tidak kita bisa makan enak dulu. Kalau nanti wah kita tidak bisa bayangkan bisa bisa gaji yang kita terima minim karena tak ada tambahan jam lembur,” ujarnya.

Saat ini di kalangan pekerja pun produksi menurun, mengandalkan jam lembur sudah tidak bisa. “Jadi dikalangan teman bilang, sudah kerja tujuh hari saja sudah bersyukur, dan jangan berharap jam lembur,” jelasnya.

Ketua Pimpinan Daerah (PD) FSPRTMM-SPSI Provinsi Jateng, Edy Riyanto mengatakan banyak pekerja rokok yang berharap mendapat perlindungan agar kepastian kerja tetap terjaga menyusul kenaikan cukai. Pihaknya meminta pemerintah menunda kenaikan cukai, sebab ada berbagai faktor yang harus diperhatikan.

“Kalau bisa ditunda ya ditunda, karena ini menyangkut masyarakat kecil. Banyak pekerja yang sudah resah mulai menurunnya produktivitas hingga sudah tidak ada jam lebur,” kata Edy Riyanto.

Dengan tidak adanya kenaikan harga cukai, nantinya bisa memicu peningkatan kapasitas produksi dan berdampak pada kenaikan gaji karyawan.

“Biasanya kenaikan diumumkan bulan Oktober atau November. Jadi kalau bisa naiknya jangan signifikan. Saat 2019 [bertepatan dengan Pilpres] itu 0 persen [tidak naik]. Setelah itu, pada 2020 naik dua kali lipat, 2021 naik empat kali lipat. Sedangkan tahun 2021 naik empat persen. Tahun 2023 nanti harapannya tidak naik. Kalau terpaksa jangan melebih inflasi,” ujarnya.

Rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif produk tembakau bagi kesehatan juga dinilai menyudutkan para pekerja rokok. Pasalnya, revisi ini didorong oleh pihak-pihak yang ingin menyudutkan hasil tembakau menjadi tidak legal atau terlarang.

“Jadi rencana kenaikan cukai dan revisi itu PP No. 109/2021 bisa menghancurkan IHT (industri hasil tembakau). Menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHT nomor 109 tahun 2012 bisa menghancurkan IHT, menciptakan pengangguran dan menambah kemiskinan. Ini tidak adil, karena selama ini IHT telah memberikan kontribusi besar bagi ekonomi dan serapan tenaga kerja,” pungkasnya.

Anggota FSPRTMM-SPSI Jateng saat ini mencapai 107.181 orang. Perinciannya, sekitar 80,01 persen bekerja di pabrik rokok sigaret kretek tangan dan sisanya, sekitar 19,09 persen bekerja di pabrik makanan dan minuman. adri-yds

Written by Jatengdaily.com

Jenazah PNS Bapenda Saksi Korupsi Korban Pembunuhan Diserahkan ke Keluarga

Jembatan Jurug B Ditutup, Lalu Lintas Solo-Karanganyar Tersendat