SEMARANG (Jatengdaily.com)- Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, suhu politik di Indonesia sudah mulai memanas.
”Meski masih dua tahun lagi, namun sejumlah partai politik (parpol) sudah mulai bermanuver. Begitu juga survei-survei sudah bermanuver untuk mempengaruhi masyarakat pada sosok yang dijagokan, entah itu Ganjar Pranowo, Prabowo, Anies Baswedan atau sosok yang lain,” jelas Rektor Unissula Semarang Prof Dr Gunarto SH MHum, Kamis (30/6/2022).
Rektor mengatakan hal itu dalam konferensi pers bertajuk Menyikapi tentang Calon Presiden 2024.
Hadir juga Wakil Rektor 1 Unissula Andre Sugiyono ST MM PhD, Wakil Rektor 2 Dedi Rusdi SE MSi Akt CA, Wakil Rektor 3 Muhammad Qomaruddin ST MSc PhD dan Ketua Bidang Pendidikan YBWSA Tjuk Subhan Sulchan.
Kondisi tersebut menurutnya, tidak dipungkiri bisa menimbulkan perpecahan bangsa ini. Apalagi ditambah kabar-kabar hoaks, yang acapkali memicu persoalan antar bangsa sendiri.
Menurutnya, Pilpres 2024 moment penting bagi bangsa Indonesia. Dimana sesuai konstitusi akan lahir pemerintahan baru. ”Presiden tidak hanya persoalan jabatan tapi visi misi dan program kerja yang membawa bangsa yang besar adil dan makmur,” jelasnya.
Menurutnya, dengan teori integritas, dimana dalam menghadapi masyarakat plural butuh gagasan penyatuan. ”Parpol dalam mengusung calon presiden dan wakil presiden bukan karena untuk kepentingan parpol sendiri, namun untuk kepentingan negara dan masyarakat,” jelasnya.
Menurutnya, sikap Unissula dalam hal ini adalah, bagaimana dalam Pilpres 2024 nanti akan melahirkan pemimpin yang punya ide, visi, misi, dan program kerja baru yang mampu mempersatukan bangsa dan negara.
”Intinya dibutuhkan kriteria presiden yang mampu mempersatukan bangsa. Begitu pula calon presidennya tidak ada dikotomi, apakah itu dari sipil atau militer. Intinya, harus mampu mempersatukan bangsa dan negara Indonesia. Sehingga akan bisa membangun negara yang besar,” jelas Prof Gun, sapaan akrab Gunarto yang tetap optimis nantinya dalam Pilpres 2024 akan melahirkan sosok tersebut.
la menambahkan, pengkubuan antar anak bangsa ini telah menghabiskan energi. Fokus pembangunan jadi terganggu. Negara seperti tidak tahu mana yang jadi prioritas mana yang tidak.
”Dan ini sangat melelahkan bagi siapapun. Jalan satu- satunya kita mulai dari calon pemimpin. Mereka mesti dari pasangan yang mampu menjadi simbol pemersatu bangsa,” ujar Ahli Hukum Pidana ini.
Menurut Gunarto, secara teoritik ada kemunduran terhadap implementasi nilai-nilai Pancasila, terutama sila ketiga Persatuan lndonesia. “Thema-thema yang membenturkan nilai-nilai Pancasila dengan lslam sebagai agama mayoritas intensitasnya makin tinggi. Secara sosial politik situasi ini tidak sehat,” ujamya.
Bagi Gunarto, kondisi ini telah terbukti mengurangi harmoni kehidupan berbangsa dan bemegara. “Melihat kondisi sosial politik saat ini, Unissula berpandangan bahwa pasangan Capres mendatang mesti mampu mencerminkan sebagai simbol pemersatu bangsa,” jelas Prof Gun, sapaan akrab Gunarto.
“Kita mesti secara bersama-sama mampu mengakhiri dikotomi sosial politik yang selama ini muncul di ruang publik. “Seperti misalnya istilah Cebong Kampret, Kadrun dan membenturkan antara Pancasila dan lslam. Mesti dihentikan, karena terbukti sangat menguras energi bangsa yang tidak perlu,” katanya. she