Ijma’ Dunia : Plagiarisme Kejahatan Intelektual

nurkhoirin101

Oleh : Nur Khoirin YD
Plagiarisme dalam bahasa mudahnya sering disebut meniru, menjiplak, atau menyontek karya orang lain tanpa ijin. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Plagiarisme adalah tindakan pengambilan sebagian atau seluruhnya hasil karya orang lain, dengan cara mengutip dan menuliskannnya kembali, dan kemudian mengakui sebagai hasil karya sendiri (Badudu dan Sutan M. Zain, 2001, hal. 1072).

Definisi resminya adalah sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi, Plagiat adalah perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah, dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber secara tepat dan memadai. Karya orang lain yang dijiplak tidak hanya terbatas karya tulis, tetapi meliputi karya secara umum, seperti komposisi musik, perangkat lunak komputer, fotografi, lukisan, sketsa, patung, atau hasil karya/karya ilmiah lainya (Pasal 2 Ayat 3).

Definisi dan ruang lingkup plagiasi dalam Permendikbudristek Nomor 39 Tahun 2021 yang merupakan pengganti dari Permendikbud 17 Tahun 2010 tentang Tentang Integritas Akademik Dalam Menghasilkan Karya Ilmiah, dengan redaksi yang agak berbeda, plagiat adalah : a. mengambil sebagian atau seluruh karya milik orang lain tanpa menyebut sumber secara tepat; b.menulis ulang tanpa menggunakan bahasa sendiri sebagian atau seluruh karya milik orang lain walaupun menyebut sumber; dan c. mengambil sebagian atau seluruh karya atau gagasan milik sendiri yang telah diterbitkan tanpa menyebut sumber secara tepat.

Kejahatan intlektual
Bagi orang awam plagiarisme mungkin tidak populer. Tetapi di dunia akademik, pekerjaan plagiat merupakan tindakan yang tidak terpuji dan termasuk dalam kejahatan intelektual. Karena perbuatan mengambil dan mengakui karya orang lain sebagai karya sendiri itu dapat dikategorikan sebagai merampas dan mencuri ide, hak, gagasan, atau karya orang lain.

Untuk melindungi karya dan hak seseorang, maka negara harus hadir untuk melakukan pencegahan plagiasi, dan melakukan tindakan tegas bagi plagiator, khususnya dilingkungan Perguruan Tinggi. Tujuannya adalah untuk menghargai dan sekaligus melindungi karya seseorang, dan agar tercipta kompetisi yang sehat, sehingga lahir temuan-temuan baru yang genuin, dan bukan duplikat.

Dalam Permendikbudristek Nomor 39/2021, perbuatan plagiat adalah salah satu pelanggaran integritas akademik dalam menghasilkan karya ilmiah, di samping febrikasi, falsifikasi, kepengarangan yang tidak sah, konflik kepentingan, dan pengajuan jamak (pasal 9). Sivitas akademika yang terbukti melanggar nilai integritas akademik dalam menghasilkan karya dikenai sanksi oleh piminan perguruan tinggi dengan mempertimbangkan rekomendasi Senat (Pasal 16).

Pimpinan Perguruan Tinggi yang melanggar nilai integritas dalam menghasilkan karya ilmiah dikenai sanksi administratif oleh Menteri berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.

Pelanggaran terhadap Integritas Akademik dalam menghasilkan Karya Ilmiah yang dilakukan oleh Dosen dikenai sanksi administratif mulai dari penundaan kenaikan jabatan akademik paling lama 3 (tiga) tahun, penurunan jabatan akademik satu tingkat; sampai sanksi pemberhentian dari jabatan Dosen, tergantung berat ringannya plagiasi.

Peraturan perundang-undangan yang juga menyinggung kejahatan plagiarisme adalah UU-20/2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan “pelaku tindakan plagiarisme dapat dipidana dengan penjara paling lama dua tahun, atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”. Dalam UU-19/2002 yang diperbaharui dengan UU-28/2014 Tentang Hak Cipta, plagiarisme termasuk pelanggaran hak cipta.

Kejahatan plagiarisme diancam dengan hukuman pidana dua tahun delapan bulan sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 380 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Islam, perbuatan plagiarisme dikategorikan sebagai mengambil harta orang lain dengan cara yang batil (QS. An Nisa’ : 29). Rasulullah saw menyampaikan khotbahnya : “Ketahuilah, tidak halal bagi seseorang sedikitpun dari harta saudaranya kecuali dengan kerelaan hatinya”.(Sunan Al Daru Quthny, Juz 3, 1996, hal. 22). Hadits Nabi diatas mengingatkan umat Islam agar tidak memakai atau menggunakan hak orang lain, dan tidak pula memakan harta orang lain, kecuali dengan persetujuanya.

Orang yang mengambil hak orang lain tanpa ijin dapat dikategorikan sebagai pencuri. Tindakan plagiasi dengan cara mengambil, menjiplak karya atau hak orang lain sebagai miliknya sendiri sangat dilarang dalam Islam. Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 menegaskan, bahwa setiap bentuk pelanggaran terhadap hak cipta, terutama pembajakan, merupakan kezaliman yang hukumnya adalah haram. Plagiasi termasuk pelanggaran hak cipta.

Ijma’ Dunia
Plagiarisme sebagai kejahatan intlektual tidak hanya dianut oleh hukum positif di Indonesia, tetapi telah menjadi ijma’ dunia (kesepakatan se dunia). Sudah sejak lama negara-negara dunia telah bertekad untuk menanggulangi pembajakan atau pencurian di bidang karya cipta, termasuk karya ilmiah melalui suatu konvensi internasional yang dikenal dengan Konvensi Bern tahun 1886 tentang International Convention for the Protection of Literary and Artistic Work, yang terus diperbaharui setiap waktu, pada tahun 1908 di Berlin, tahun 1928 di Roma, tahun 1948 di Brussel, tahun 1967 di Stockholm dan tahun 1971 di Paris.

Indonesia sendiri telah ikut serta dalam konvensi ini dengan meratifikasikannya melalui Keputusan Presiden Nomor18 Tahun1997.( Hulman Panjaitan, dalam : http://repository.uki.ac.id/ ).

Kasus-kasus plagiarisme yang menimpa tokoh-tokoh dunia menjadi bukti nyata bahwa plagiasi merupakan kejatahan intlektual berat, sehingga pelakunya merasa sangat malu dan tidak memiliki harga diri. Beberapa tokoh dunia, sebagaimana dikutip oleh Usman Alfarisi (https://www.researchgate.net/publication ), misalnya Annette Schavan, terpaksa harus rela mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pendidikan Jerman, karena gelar Doktornya dalam Ilmu Filsafat (Ph.D) dicabut setelah komisi etik Fakultas Filsafat Universitas Duesseldorf, tempat ia memperoleh gealar doktor. Komisi etik menemukan fakta, bahwa Schavan telah terbukti secara sistematis melakuan plagiat, sebagian besar disertasinya ada kutipan langsung yang menjiplak dari teks-teks lain.
Di Jepang, Kenjiro Sano, seorang desainer logo olimpiade Tokyo pada tahun 2015 mendapat tuntutan dari Olivier Debie, desainer Belgia. Ia meminta Kenjiro untuk menghentikan penggunaan logo tersebut dan menuduhnya sebagai plagiat.

Di Amerika, Melania Trump, istri Donald Trump, juga dituduh melakukan plagiarisme. Pidato Melania ketika mendukung kampanye suaminya sebagai Presiden Amerika dianggap memiliki kemiripan dengan pidato istri Presiden Barack Obama, Michelle Obama, yang juga diucapkan dalam kampanye mendampingi Obama dalam Konvensi Partai Demokrat 2008.

Salah satunya plagiasi yang menjadi perhatian publik adalah yang menimpa Anggito Abimanyu juga merupakan pukulan telak bagi dunia akademik. Anggoto yang seorang dosen dan juga menjabat Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag diduga melakukan tindakan plagiat karena artikel yang diterbitkannya, yaitu “Gagasan Asuransi Bencana”, memiliki kesamaan dengan artikel milik Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan dengan judul “Menggagas Asuransi Bencana”. Anggito dengan jantan menyatakan, “saya mengaku hilaf dan mohon maaf sebesar-besarnya, khususnya kepada Hotbonar Sinaga dan Munawar Kasan”.

Untuk menjaga kehormatan dan kredibilitas UGM, Anggota juga menyatakan mundur dari dosen UGM secara tertulis.( https://www.antaranews.com/).
Kasus-kasus plagiasi karya ilmiah di Indonesia sebenarnya banyak. Apalagi dengan kemajuan teknologi informasi, dimana orang sangat mudah mengakses informasi dan copy paste.

Maka kejujuran akademik, khusunya diperguruan tinggi yang diharapkan lahir temuan-temuan baru yang bermanfaat, harus terus diedukasikan kepada sivitas akademika.

Prof. DR. H. Nur Khoirin YD., MAg, Guru Besar Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Walisongo Semarang, Ketua BP4 Propinsi Jawa Tengah/ Sekretaris Bidang Humas dan Kerjasama PP MAJT/Anggota Komisi Hukum dan HAM MUI Jawa Tengah/Devisi Litbang Badan Wakaf Indonesia Jawa Tengah/Ketua Remaja dan Kaderisasi Masjid Raya Baiturrahman Semarang, Advokat/Mediator/Arbiter Basyarnas/Nazhir Kompeten. Tinggal di Tambakaji H-40 RT 08 RW I Ngaliyan Kota Semarang. Jatengdaily.com-St
.