in

Membaca Puisi Bersama Gen Z; Merayakan Keindahan dalam Era Digital

Oleh Nia Samsihono

Puisi, bentuk seni kata-kata yang indah, memiliki kekuatan untuk menginspirasi, menghibur, dan merangkul emosi manusia. Di tengah gempuran teknologi modern, terutama di era Gen Z, di mana segalanya terasa cepat dan serba instan, seni membaca puisi menjadi semakin penting.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, seringkali diidentifikasi dengan dunia digital dan teknologi canggih. Namun, mereka juga adalah generasi yang penuh gairah untuk mengeksplorasi kreativitas dan keindahan, termasuk dalam seni puisi.

Membaca puisi bersama-sama bukan hanya tentang membaca kata-kata di atas kertas. Ini adalah perjalanan mendalam ke dalam pikiran dan emosi penulis. Gen Z dapat mengidentifikasi dan merasakan hubungan personal dengan karya sastra. Puisi memungkinkan ruang bagi berbagai emosi, dari kegembiraan hingga kesedihan, dari kebingungan hingga kebijaksanaan.

Bagi Gen Z, yang seringkali dihadapkan dengan tekanan dan tantangan unik dalam kehidupan modern, puisi dapat menjadi tempat perlindungan di mana mereka dapat mencurahkan perasaan mereka.

Sebagian pengurus Satupena DKI Jakarta berfoto bersama menjelang kegiatan upaya peningkatan literasi untuk kalangan generasi muda.

Di tengah hiruk-pikuk kota metropolitan Jakarta, terdapat sebuah gerakan luar biasa yang sedang mencoba menginspirasi Generasi Z. Gerakan ini bukan hanya sekadar mengajak mereka untuk berkumpul, tetapi juga memotivasi mereka untuk mengekspresikan diri melalui seni, terutama puisi. Gerakan ini dilakukan oleh Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena,

Provinsi DKI Jakarta, sebuah komunitas yang berdedikasi untuk memperkenalkan keindahan puisi kepada generasi muda. Dalam rangka Bulan Bahasa merayakan Sumpah Pemuda 2023, Satupena DKI Jakarta mengajak siswa SMA, SMP, dan sekolah sederajat untuk berlomba membaca dan menulis puisi. Acara diselenggarakan di Eco Park Tebet, Jakarta, Minggu 29 Oktober 2023.

Acara dikawal oleh Ketua Bidang Fiksi Satupena DKI Jakarta Weni Rahayu dan  Sekretaris Umum Satupena DKI Jakarta Dwi Sutarjantono, tentu saja dibantu oleh pengurus Satupena DKI Jakarta lainnya.

Ketua Umum Satupena Indonesia, Denny JA pada sambutannya yang pada kesempatan itu dibacakan oleh Jon Minofri (Penanggung Jawab program Satupena TV), menyatakan bahwa merenungkan tema besar acara yang dibuat Satupena DKI hari ini, imajinasinya terbang jauh.

Tema “Meningkatkan Minat Literasi Generasi Muda untuk Indonesia Emas 2045” mengingatkannya pada kesimpulan bahwa “Negara yang kuat sumber daya literasinya, yang penduduknya banyak membaca, dan banyak menulis, juga adalah negara yang penduduknya bahagia.” Disampaikan juga, oni hipotesis dari dua  hasil riset terkemuka.

Riset pertama dilakukan oleh Central Connecticut State University di Amerika Serikat pada tahun 2016. Kedua, hasil riset itu ditabulasi dengan Riset kedua dikerjakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB melalui lembaga SDSN (Sustainable Development Solutions Network) membuat riset berjudul “World Happiness Index” atau Indeks Kebahagiaan Manusia. Kesimpulan dari dua riset itu, negara yang tinggi tingkat literasinya, juga negara yang tinggi indeks kebahagiaan warganya.

Menurut Denny, yang membuat kita prihatin adalah kondisi negara kita yang tercinta: Indonesia. Negara kita berada di peringkat nomor 2 terburuk, hanya satu tingkat di atas negara Bostwana, sebuah negara dari Afrika. Hal itu bisa terjadi karena kombinasi  populasi Indonesia yang begitu banyaknya, tapi kurang dilayani oleh sumber daya literasi yang cukup. Juga disebabksn oleh kurang maraknya kegiatan literasi di tanah air.

Karena itulah, selaku Ketua Umum Satupena, Denny menyambut acara Satupena DKI Jakarta. Sekecil apapun upaya untuk bahasa, sastra, melalui lomba, ataupun workshop dan lokakarya, itu ikhtiar untuk terus menguatkan Indonesia sebagai Negara Literasi.

Di dunia yang semakin terhubung oleh media sosial dan platform digital, Gen Z telah membentuk komunitas-komunitas puisi online yang kuat. Mereka berbagi karya mereka melalui blog, media sosial, dan situs web khusus puisi. Ini bukan hanya menunjukkan kecintaan mereka pada seni kata-kata, tetapi juga menciptakan ruang aman di mana mereka dapat mendukung dan menginspirasi satu sama lain. Melalui platform ini, mereka dapat membaca puisi bersama, memberikan umpan balik, dan mengembangkan keterampilan menulis mereka.

Teknologi telah membawa puisi ke tingkat baru. Gen Z tidak hanya membaca puisi tradisional dalam buku-buku cetak, tetapi mereka juga menciptakan puisi visual dan multimedia menggunakan gambar, suara, dan video. Mereka menggunakan platform media sosial dan aplikasi kreatif untuk menggabungkan kata-kata dengan seni visual dan audio, menciptakan pengalaman puisi yang unik dan menarik. Dalam dunia digital ini, puisi menjadi lebih dinamis, menggabungkan elemen-elemen berbeda untuk menyampaikan pesan dan emosi dengan cara yang lebih mendalam.

Selain menjadi bentuk seni, puisi juga dapat menjadi alat untuk mengadvokasi perubahan sosial. Gen Z, yang dikenal sebagai generasi yang peduli dengan isu-isu sosial dan lingkungan, menggunakan puisi untuk menyuarakan pendapat mereka tentang ketidaksetaraan, perubahan iklim, keadilan, dan masalah-masalah penting lainnya. Mereka tidak hanya membaca puisi untuk kesenangan pribadi, tetapi juga untuk menyebarkan kesadaran dan menginspirasi tindakan positif.

Membaca dan menulis puisi adalah cara yang indah untuk merayakan keindahan kata-kata dan menciptakan koneksi yang mendalam antara Gen Z dan dunia di sekitar mereka. Dalam membaca dan menulis puisi, mereka menemukan keindahan dalam keberagaman, memahami emosi manusia secara lebih dalam, dan merayakan kreativitas tanpa batas.

Dalam sebuah era yang serba cepat dan serba digital, puisi memberi mereka kesempatan untuk melambat, merenung, dan mengeksplorasi keindahan yang tak terbatas dari bahasa. Membaca dan menulis puisi bersama Gen Z bukan hanya tentang membaca kata-kata; ini adalah perjalanan melalui emosi, pemikiran, dan pengalaman bersama-sama.

Melalui puisi, generasi ini dapat merayakan keunikan mereka, membangun komunitas, dan memperjuangkan perubahan dalam dunia yang terus berubah. Dengan setiap bait puisi yang mereka baca bersama-sama, mereka membentuk ikatan yang mendalam dengan keindahan kata-kata, dan dengan satu sama lain.

*Nia Samsihono adalah Ketua Umum Satupena DKI Jakarta. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Farmasi Unissula Bangun Mental dan Karakter Mahasiswanya

Kenalkan Destinasi Wisata dengan Demak Fashion Show Festival