in ,

MIH Untag Semarang Gelar Webinar Bertajuk ‘Peluang dan Tantangan Indonesia’s Medical Tourism’

Dr. M. Nasser. Sp.KK., D.Law. (Kompolnas RI) ,menyampaikan materi pada webinar di Kampus MIH FH Untag Semarang, Sabtu (2/9). Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com)  – Mahasiswa  Angkatan 44 Program  Studi Hukum Program Magister Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang menggelar webinar bertema ‘Peluang dan Tantangan Indonesia’s Medical Tourism’. Kegiatan tersebut dibuka oleh Dekan FH, Prof Dr Edy Lisdiyono SH MHum MSi, dilaksanakan di Kampus MIH, Jalan Pemuda Semarang secara daring dan luring, Sabtu (2/09/2023).

Webinar menampilkan pembicara Dr M Nasser Sp.KK, D.Law (Kompolnas RI), Prof Dr Sarsitorini, SH, MH (Guru Besar Universitas 17 Agustus 1945 Semarang), dan dr. Eko Krisnarto, Sp.KK (Praktisi, Wakil Direktur RSUD KRMT Wongsonegoro). Kegiatan ini dimoderatori dr. Neng Sari Rubiyanti Sp.B.

Ketua Program Studi Hukum Program Magister Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, Dr. Anggraeni Endah Kusumaningrum, S.H., M.Hum dalam sambutannya mengatakan, istilah medical tourism digunakan untuk merujuk pada perjalanan pasien dari negara-negara yang kurang berkembang ke negara maju untuk mendapatkan perawatan yang tidak tersedia di negara mereka.

Namun, lanjutnya, seiring berkembangnya waktu istilah medical tourism terus berkembang dan berubah serta pangsa pasar utama dari medical tourism yaitu mereka para pencari pelayanan kesehatan lintas negara.

Menurut data dari International Medical Travel Journal (IMTJ), pasien di Indonesia dapat mengeluarkan biaya mencapai Rp 100 trilium setiap tahunnya untuk aktivitas medical tourism. Salah satu negara yang paling banyak dikunjungi untuk aktivitas tersebut adalah Singapura.

”Hal ini menjadi cambukan tersendiri bagi dunia medis di Indonesia dan mempertanyakan alasan para pasien tersebut memilih ke luar negeri untuk sekedar berobat,” katanya.

Berdasarkan SQU Medical Journal terdapat lima faktor yang membuat orang memilih untuk melakukan perawatan medis ke luar negeri yaitu biaya yang terjangkau, kemudahan mendapatkan perawatan, ketersediaan perawatan, perawatan medis yang bisa diterima serta alasan tambahan lainnya.

Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) berpendapat bahwa hal tersebut memberi acuan agar Indonesia melakukan banyak pembenahan dan peningkatan dalam perawatan medis terutama peningkatan dan perbaikan di rumah sakit serta peningkatan sumber daya manusia dan fasilitas yang di tawarkan di Indonesia. Selain itu, perlu adanya dukungan penuh dari pemerintah dalam upaya pengembangan medical tourism di Indonesia.

Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Abdul Kadir menyebut jumlah tempat tidur rumah sakit di Indonesia terbatas. Jika dibandingkan dengan setiap 1.000 populasi, maka ketersediaan tempat tidur hanya sebesar 1,18 persen. Kondisi ini berbeda dengan rata-rata ketersediaan tempat tidur rumah sakit di Asia yang mencapai 3,3 persen.

Dengan adanya pembangunan rumah sakit yang masih terkonsentrasi di kota-kota besar Pulau Jawa membuka peluang besar bagi asing untuk membangun rumah sakit di Indonesia. Bahkan, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan dan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja sudah memberikan mandat kepada semua investor asing untuk membangun rumah sakit di Indonesia dengan kepemilikan saham sampai 100 persen.

Saat ini telah diresmikan pembangunan rumah sakit bertaraf internasional Aspen Medical Hospital Depok. Lokasi pembangunannya berada di kawasan Shila at Sawangan, Kecamatan Bojongsari.

Rumah sakit ini dibangun oleh Sanusa Medika yang merupakan perusahaan joint venture antara perusahaan kesehatan global asal Australia Aspen Medical dan Docta bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Jawa Barat PT Jasa Sarana. Aspen Medical akan menginvestasikan dana sebesar Rp 600-750 miliar untuk mendirikan fasilitas kesehatan tersebut di lahan seluas 12,500 meter persegi.

“Dengan telah terjalinnya kemitraan antara Indonesia-Australia pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada 2022, diharapkan dapat terus meningkatkan investasi perusahaan-perusahaan Australia di Indonesia, seperti yang dilakukan Aspen Medical untuk mendukung sektor layanan kesehatan berkualitas di Indonesia,” katanya mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (RI), Airlangga Hartarto saat meresmikan pembangunan Aspen Medical Hospital Depok.

Berdampak Positif

Di tengah besarnya peluang membangun rumah sakit di Indonesia, Kadir menyoroti banyak warga Indonesia yang memilih berobat ke luar negeri. Berdasarkan data, negara sudah menghabiskan uang sekitar Rp11,5 miliar dollar untuk pengobatan warganya di luar negeri. Kehadiran rumah sakit ini diharapkan dapat mengurangi keinginan masyarakat untuk berobat ke luar negeri sehingga devisa negara tidak hilang.

“Karena itu, pemerintah akan terus mendukung pembangunan rumah sakit yang kurang lebih seperti Aspen Medical Hospital Depok ini, sehingga dapat berdampak positif bagi masa depan medical tourism Indonesia,” katanya.

Salah satu tujuan utama dari kemitraan ini adalah untuk mengkatalisasi pemulihan kesehatan dan ekonomi bagi warga Jawa Barat. Untuk itu, pada tahun 2020, Aspen Medical dan Docta telah menandatangani kesepakatan untuk menginvestasikan US$1 billion atau setara Rp14 triliun di Indonesia dan bekerja sama dengan BUMD Jawa Barat PT Jasa Sarana mendirikan perusahaan joint venture Sanusa Media.

Melalui joint venture ini, Sanusa Medika menargetkan akan membangun 23 rumah sakit dan 650 klinik kesehatan masyarakat di provinsi Jawa Barat selama jangka waktu 20 tahun ke depan. Salah satunya adalah Aspen Medical Hospital Depok.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di dalam perdagangan internasional merupakan salah satu unsur dari perdagangan jasa yang pada saat ini masih diatur di tingkat bilateral dan regional ASEAN.

Oleh karena itu, lanjut Anggraeni, lalu lintas tenaga kesehatan asing yang masuk ke Indonesia harus mengacu dan memperhatikan regulasi domestik di Indonesia. Saat ini, menurut Menkes, tenaga kesehatan warga negara asing masuk dan bekerja di Indonesia harus melalui beberapa jalur perizinan, antara lain melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Pemerintah Daerah, dan Jalur instansi pemerintah pusat lainnya.

Adanya berbagai jalur tersebut, berimplikasi pada tidak diketahuinya secara pasti jumlah, jenis, kualifikasi dan kompetensi tenaga kesehatan asing di Indonesia. Bahkan ada yang masuk ke Indonesia dengan alasan promosi barang yang belum diatur dengan baik. Hal ini berakibat makin sulitnya pengawasan dan pembinaan tenaga kesehatan asing, terutama dalam melindungi keselamatan masyarakat Indonesia.

”Diadakannya seminar ini adalah untuk membahas peluang dan tantangan terhadap pembangunan rumah sakit dan tenaga kesehatan asing di Indonesia, regulasi, kualifikasi, serta kompetensi terkait hal tersebut,” pungkas Anggraeni. St

Written by Jatengdaily.com

Putri Ariani Memukau di America’s Got Talent, Melangkah ke Babak Final

Berjalan Lancar, Kanwil Kemenag Evaluasi Pelaksanaan Haji 2023