Oleh : Gunoto Saparie
Provinsi Jawa Tengah termasuk diperhitungkan dalam dunia kesusastraan Indonesia. Banyak sastrawan yang berprestasi di tingkat nasional, ternyata berasal dari Jawa Tengah. Baik dalam bidang puisi, cerita pendek, maupun novel.
Bagaimanakah peran sastrawan Jawa Tengah dalam puisi esai secara nasional? Meskipun secara kuantitatif belum sebanyak para penyair yang menulis bukan puisi esai, namun sejumlah nama yang terlibat terdapat sejumlah sastrawan penting dan senior.
Puisi esai ketika diperkenalkan oleh Denny J.A. pada tahun 2012 memang menimbulkan kontroversi. Puisi yang dirintis Denny ini mirip balada, prosa lirik, berangkat dari fakta sosial, dengan mencantumkan catatan kaki.
Denny menunjukkan platform puisi esai. Pertama, puisi esai mengeksplorasi sisi batin individu yang sedang berada dalam sebuah konflik sosial. Kedua, puisi esai menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Ketiga, puisi esai adalah fiksi. Keempat, puisi esai tidak hanya lahir dari imajinasi penyair, namun hasil riset minimal realitas sosial. Kelima, puisi esai berbabak dan panjang.
Oleh karena itu, tidak berlebihan ketika Denny menunjukkan bahwa puisi esai itu semacam historical fiction, lebih tepatnya kisah nyata yang difiksikan. Puisi esai semacam cerpen atau novel dalam bentuk puisi.
Meskipun masih kontroversial di kalangan sastrawan, namun ternyata pada tahun 2020 istilah puisi esai masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tentu saja hal ini menunjukkan bahwa puisi mulai diterima oleh masyarakat.
Oleh karena itu tak mengherankan ketika berlangsung Festival Puisi Esai Jakarta 2023, pesertanya mencapai ratusan orang, terutama generasi muda. Kegiatan yang berlangsung di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, sejak tanggal 17 sampai dengan 19 Desember itu selalu penuh pengunjung.
Selain ada diskusi tentang puisi esai, ada pula pembacaan puisi esai, peluncuran dan pameran 18 buku puisi esai karya penulis Indonesia dan Malaysia. Di antara 18 buku puisi esai tersebut, ada satu buku antologi puisi esai berjudul “Perempuan itu Menyurati Presiden” yang ditulis oleh 11 penulis anggota Satupena Jawa Tengah. Mereka adalah Adnan Ghifari, Bambang Iss Wirya, Faihaa Nabiila, Mohammad Agung Ridlo, Nur Budiyana, Saefudin, Sahesti Yuli Ambarwati, Tirta Nursari, Yusuf Afandi, Widiyartono R., dan Gunoto Saparie. Puisi esai mereka mengangkat dan membahas peristiwa serta fakta sosial di Jawa Tengah. Buku ini diterbitkan oleh Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, Februari 2023.
Sebelumnya, pada tahun 2018 enam penyair Jawa Tengah pun terlibat dalam buku antologi puisi esai. Mereka adalah Anggoro Suprapto, Gunoto Saparie, Handry T.M., Kamerad Kanjeng, Roso Titi Sarkoro, dan Sulis Bambang. Dalam buku terbitan Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, tersebut mereka memotret dunia batin persoalan dan fakta sosial di Jawa Tengah.
Selain itu, sejumlah penyair Jawa Tengah juga mengikuti lomba menulis puisi esai yang diadakan Jurnal Sajak. Bahkan Handry sempat memenangkan lomba menulis puisi esai tingkat Asia Tenggara.
Ini berarti, keterlibatan para penulis Jawa Tengah dalam penulisan puisi Indonesia secara tematik lebih fokus ke persoalan-persoalan di lingkup provinsi di mana mereka berada. Fakta sosial itu dibuktikan dengan catatan kaki yang bukan hanya sekadar penambah keterangan. Puisi-puisi esai cenderung mudah dipahami, bahasanya komunikatif.
Ketika ada keluhan puisi-puisi Indonesia mutakhir cenderung gelap dan sulit dimengerti, maka puisi esai bisa menjadi alternatif. Tentu saja tetap harus dijaga agar tidak jatuh menjadi vulgar dan tetap mengoptimalkan peralatan puitik.
*Gunoto Saparie adalah Ketua Umum Satupena Jawa Tengah. Jatengdaily.com-st