in

Tantangan Medan, Memacu Adrenalin

Jembatan Dung Kopyah, peninggalan Belanda. Foto:dok
  • Menyusuri Jalur wisata Curug Kedung Kudu Pudakpayung

Menyusul dibentuknya Desa Wisata Pudakpayung, seluruh elemen bergerak mewujudkan impian. Dari pengurus Deswita, Lurah Pudakpayung, Camat Banyumanik sampai Walikota Semarang terus berupaya mewujudkannya. Bagaimana langkah strategis yang diterapkan? Berikut ini laporannya.

DI TENGAH-TENGAH kesibukan menyambut perayaan HUT Ke – 79 Kemerdekaan RI, warga Pudakpayung Minggu (28/7), berkumpul untuk mecicipi jalur yang bakal dipromosikan menjadi destinasi wisata potensial di Pudakpayung.

Mereka kompak menjelajahi medan dengan start di kompleks pengolahan air PDAM Tirta Moedal di RW 01, Kalipepe, Pudakpayung. Di samping pengurus Desa Wisata (Deswita) Pudakpayung, Lurah Pamirah SST, tidak ketinggalan juga Camat Banyumanik, Eka Kriswati SH MM serta Sekcam Ali Ahmadi S STP MSi.

Baca Juga: Penantian Sebelas tahun, Tim U-19 Indonesia Juara ASEAN U-19 Boys Championship 2024

Di belakang kompleks PDAM Tirta Moedal sudah mulai terdengar gemercik air yang bersumber dari mata air yang cukup banyak. Bahkan warga sekitar memanfaatkan untuk budidaya ikan. Sumber yang cukup besar dulu, dipergunakan Kodam IV)Diponegoro untuk pemeliharaan tanaman.
Ada beberapa persimpangan jalan di belakang PDAM, untuk jalur yang lurus, sekitar 500 meter, akan menjumpai Vihara Shima 2500 Budha Jayanti, Bukit Kasap yang sarat sejarah dengan usia sama dengan Candi Borobudur.

Rombongan kali ini, langsung belok kiri menuju Curug Kedung Kudu, dengan jarak tempuh sekitar satu kilometer. Di sepanjang jalan, diwarnai pipa pipa tua air minum peninggalan Belanda . Dan setelah hampir setengah perjalanan, kita temukan turunan bertrap trap, yang dinamakan Ondo Rante. “Karena turunan sangat berbahaya, dengan hilangnya rantai rantai untuk pegangan, rombongan tidak kami ajak ke sana, ” tutur Devie, penunjuk jalan dari Deswita Pudakpayung.

Rombongan terus melanjutkan perjalanan, menuruni turunan tajam, sebagian bertrap trap, berkelok, di mana sebelah kanan jalan dihiasi tebing curam dan membahayakan. Bahkan sebagian ada jalan berlubang tergerus air. , ” lubang seperti ini membahayakan wisatawan, ” Kata Devie.

Sebelum mencapai curug, di depan mata terbentang sebuah jembatan peninggalan Belanda. Jembatan ini dinamai Jembatan Dung Kopyah, menghubungkan Pudakpayung-Pakintelan, Gunungpati. Di sini pengunjung bisa mengabadikan dengan swafoto dengan latar belakang pemandangan alam serta di bawah adalah Kali Garang, dengan bebatuannya.

Setelah melepas penat di situ, belok kiri untuk menuju Curug Kedung Kudu. Di sini trek jalannya sangat menantang. Bagi yang tidak terbiasa, akan bermandikan peluh. Kepenatan, akan sirna, msnakala sudah sampai di curug. Jarak beberapa meter, sudah terasa udara yang berbeda. Apalagi setelah menyentuh air curug, membasuh muka, atau sekalian mandi. , ” Bagi yang haus, bisa minum air dari pancuran, ” kata Lurah Pudakpayung, Pamirah.

Ketinggian curug ini sekitar 22 meter dan kedalaman sekitar 1,5 hingga 1,8 meter. Aliran air mengarah ke Kaligarang hingga Sungai Banjir Kanal Barat (BKB). , “Karena di bawah curug ada Kedung Kudu, maka curug ini dinamai Curug Kedung Kudu, ” Tambah Pamirah.

Curug Kedung Kudu ini berasal dari lima mata air yang murni. Salah satu mata airnya diyakini sangat berkhasiat oleh masyarakat sekitar. Karena pernah salah satu warga pernah sembuh dengan minum air dari curug itu. “Warga meyakini bisa menambah awet muda. Untuk mempercepat menemukan jodohnya,” tambah kata Devie yang setia mendampingi rombongan.

Setelah melepas lelah dari curug, rombongan tidak lants kembali ke jalur awal, tetapi melanjutkan dengan tanjakan ektrem menuju Objek Wisata Kedung Beras. Objek wisata ini dilengkapi arena mainan anak anak, kolam renang, kolam pancing serta spot spot untuk selfi, gedung pertemuan serta tempat parkir yang memadai.

Di Kedung Beras ini, rombongan disuguhi dengan makanan tradisional, jajan pasar serta nasi yang dibungkus dengan godong (daun) jati. Nasi ini, dinamai Sego Berkat, artinya bersama warga (o) .sejahteraan masyarakat.

Solusi
Terkait jalur yang sangat ektrem, menantang dan berbahaya ini, tentu saja menjadi tantangan tersendiri, dan memacu adrenalin. Bagaimana penanganan ke depan dengan objek wisata ini?

Camat Banyumanik, Eka, ternyata sudah survei dan maping lebih dulu. Bahkan Walikota Semarang, juga sangat tertarik dengan potensi curug ini. , ” Walikota sudah merencanakan untuk membuat DED (Detail Enggineering Design) untuk pengembangan Curug Kedung Kudu ini, ” kata Eka.

Penanganan lapangan dan pemeliharaan, ditambahkan Lurah Pudakpayung, diupayakan dengan biaya yang diusulkan lewat musrenbang, serta swadaya masyarakat. Yang terpenting saat ini adalah semangat seluruh elemen masyarakat untuk mendung potensi dan pengembangan objek dan destinasi wissta ini. Pada akhirnya nanti adalah untuk kesejahteraan seluruh warga.

Penulis, Heri Suyanto-Bidang Digitalisasi, Deswita Pudakpayung. Jatengdaily.com-st

Written by Jatengdaily.com

Semen Gresik Raih Penghargaan Bergengsi Nasional dalam Ajang IDEAS Awards 2024

Pemkot Semarang Inisiasi Lomba Desain Bangunan Gedung Hijau