Dari Duri Jadi Rezeki: Inovasi Bandeng Zero Waste di Kampung Tematik Mangkang Wetan

duri bandeng2

Tim Pengabdian Masyarakat (PKM) Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Semarang hadir membawa semangat perubahan. Dipimpin oleh Dyah Ilminingtyas WH., S.Pi., M.P., bersama dua dosen lainnya, Ir. Diah Kartikawati, M.Si., dan Dra. Sri Suprapti, S.E., M.M., serta lima mahasiswa Prodi Teknologi Hasil Pertanian, mereka datang bukan hanya dengan teori, tetapi juga harapan: mengubah duri bandeng yang sering dianggap limbah, menjadi rezeki bernilai. Foto:dok

SEMARANG (Jarengdaily.com) – Aroma bandeng goreng baru saja keluar dari wajan. Namun kali ini bukan bandeng presto yang biasa kita temui, melainkan nugget bandeng yang renyah serta stik tulang bandeng yang gurih. Senyum para ibu rumah tangga di Kelurahan Mangkang Wetan, Kecamatan Tugu, Semarang, terlihat lepas saat mencicipi hasil olahan tangan mereka sendiri.

Hari itu, Senin (28/07), rumah Bapak Ferry—Ketua Kelompok Tani Tunas Harapan—menjadi saksi lahirnya inovasi baru. Tim Pengabdian Masyarakat (PKM) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Semarang hadir membawa semangat perubahan. Dipimpin oleh Dyah Ilminingtyas WH., S.Pi., M.P., bersama dua dosen lainnya, Ir. Diah Kartikawati, M.Si., dan Dra. Sri Suprapti, S.E., M.M., serta lima mahasiswa Prodi Teknologi Hasil Pertanian, Shaivaila Nasikha, Abdillah Rizqi Firmansyah, Natasha Meisya Putri, Nur Dwi Wahyu Wibowo dan Sulis Diyah Tia Wati. Mereka datang bukan hanya dengan teori, tetapi juga harapan: mengubah duri bandeng yang sering dianggap limbah, menjadi rezeki bernilai.

Mengolah Potensi, Menolak Limbah

Dengan tema “Diversifikasi Olahan Bandeng Tanpa Limbah (Zero Waste Concept) untuk Meningkatkan Nilai Ekonomis di Kampung Tematik Bandeng Mangkang Wetan,” pelatihan ini bukan sekadar mengajarkan resep baru. Ada filosofi mendalam: bahwa setiap bagian ikan bandeng punya nilai, bahkan tulangnya sekalipun.

“Bandeng tidak hanya bisa digoreng, dipresto, atau dipepes. Kami ingin membuka wawasan bahwa daging bandeng bisa diolah menjadi nugget, sosis, kamaboko. Bahkan tulang dan kepalanya bisa dijadikan stik atau kerupuk tinggi kalsium,” jelas Dyah Ilminingtyas dengan penuh semangat.

Para peserta menyimak dengan antusias. Kuisioner dibagikan untuk menggali pengetahuan awal mereka, lalu demonstrasi dimulai. Suara blender, wajan penggorengan, hingga gelak tawa ibu-ibu mengisi ruangan. Nugget dan stik tulang bandeng pun lahir dari dapur sederhana, membuktikan konsep zero waste bukan utopia.

Antusiasme Warga, Harapan untuk UMKM

Sesi uji rasa jadi momen paling ditunggu. Saat nugget dan stik tulang bandeng matang, potongan kecil dibagikan. Mata para peserta berbinar. Rasanya gurih, berbeda, dan tentu saja penuh potensi pasar.

“Pelatihan ini sangat bermanfaat dan bisa ditularkan ke warga lain. Kami berharap kegiatan seperti ini terus berlanjut agar makin banyak ibu-ibu yang bisa berkreasi dan membantu perekonomian keluarga,” ungkap Ibu Ira, salah satu peserta.

Bapak Ferry pun menambahkan, selama ini kelompoknya hanya mengolah bandeng menjadi presto, pepes, atau otak-otak. Produk baru seperti nugget dan kerupuk tulang adalah peluang segar. Namun ia juga mengingatkan perlunya dukungan pemasaran.
“Warga pernah membuat burger bandeng, tapi berhenti karena kendala pemasaran. Kami berharap ada dukungan untuk promosi, expo, atau bazar, agar produk warga makin dikenal,” katanya.

Dari Kampung Tematik ke Masa Depan

Kegiatan ini tidak berhenti pada pelatihan saja. Tim PKM Untag Semarang berkomitmen memberi fasilitasi lanjutan jika warga menunjukkan tekad mengembangkan produk secara mandiri. Apalagi, program ini mendapat dukungan dari Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kemendikbudristek, melalui skema pendanaan tahun 2025.

Harapannya sederhana, namun dampaknya bisa besar: Kampung Tematik Bandeng Mangkang Wetan bukan hanya dikenal karena bandeng prestonya, tetapi juga sebagai pusat inovasi olahan bandeng zero waste yang ramah lingkungan, bernilai jual tinggi, dan memberdayakan masyarakat.

Di tangan para ibu rumah tangga, bandeng bukan lagi sekadar ikan dengan duri yang merepotkan. Ia menjelma menjadi nugget, sosis, kerupuk, dan stik tulang yang membawa cerita baru—tentang keberanian berinovasi, tentang ekonomi keluarga yang terangkat, dan tentang semangat gotong royong yang tak pernah lekang. St