
SEMARANG (Jatengdaily.com) -Kawasan Pantura Semarang, khususnya di Jalan Kaligawe, selama bertahun-tahun dikenal sebagai langganan banjir dan rob (banjir pasang air laut) tahunan.
Namun, alih-alih menyerah pada kondisi ini, Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung Semarang justru mengambil langkah adaptasi ekstrem yang revolusioner.
Inisiatif terbaru dari Sarana dan Prasarana (Sarpras) RSI Sultan Agung adalah menciptakan solusi transportasi darurat berupa rakit sederhana yang dibuat dari tong bekas untuk membantu mobilitas pejalan kaki, pasien, dan karyawan yang terdampak genangan air yang dalam. Rakit ini menjadi simbol kepedulian dan kreativitas di tengah krisis.
Inovasi praktis ini sejalan dan memperkuat visi besar yang diusung oleh Direktur Utama RSI Sultan Agung, dr. Agus Ujianto, M.Si,Med, Sp.B (Goes Oedji).
Menurut dr. Agus, upaya mitigasi struktural jangka pendek, seperti peninggian jalan yang terus-menerus, seringkali kalah cepat menghadapi kombinasi curah hujan, kenaikan air laut, dan yang terpenting, penurunan permukaan tanah (subsidence) yang masif.
”Sudah saatnya kita mengubah paradigma: berhenti melawan air, dan mulailah beradab dengannya. Kita harus membiasakan diri dan membuat standar hidup dan kerja di daerah rob,” ujar dr. Agus, Jumat (31/10/2025).
Visi ini mendorong masyarakat dan instansi untuk menginternalisasi risiko dan membangun ‘Kultur Adaptasi Rob’ sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari.
Rakit Tong Bekas sebagai Katalisator ‘Water Canal Heritage’
Konsep rakit Sarpras dari tong bekas ini bukan sekadar alat darurat; ia adalah prototipe dari sebuah ide yang lebih besar: “Heritage Kaligawe Sultan Agung Water Canal” atau sistem kanal air yang memiliki nilai sejarah dan budaya yang signifikan.
Rencana ini mengusulkan agar rakit-rakit tersebut diletakkan di kanal-kanal irigasi di sepanjang Jalan Kaligawe.
Dihubungkan secara terus-menerus dari satu jembatan penyeberangan ke jembatan penyeberangan berikutnya.
Berfungsi sebagai jalur transportasi air alternatif yang permanen, menggantikan fungsi jalan darat yang lumpuh saat banjir.
Jika direalisasikan, kawasan ini akan bertransformasi dari zona bencana menjadi warisan budaya dan peradaban air. Sama seperti kota-kota kanal di Belanda atau Venesia yang sukses mengelola air sebagai pusat kemakmuran, Kaligawe bisa menjadi percontohan nasional.
Lebih jauh, dr. Agus Ujianto melihat potensi ekonomi di balik adaptasi ini. Level air di kanal dapat dipertahankan pada ketinggian tertentu secara stabil — menggunakan manajemen air yang cermat— untuk menjaga kondisi rakit dan memungkinkan operasional jalur air.
Hal ini membuka peluang untuk menciptakan Destinasi Wisata Kanal: Mengubah rute rakit menjadi jalur wisata yang unik.
Juga Floating Market (Pasar Apung): Menghidupkan ekonomi lokal dengan aktivitas perdagangan di atas air, memanfaatkan genangan air sebagai aset.
Pusat Wisata Medis: Mendukung positioning RSI Sultan Agung sebagai World Islamic Teaching Hospital dengan akses dan lingkungan yang unik dan adaptif.
Melalui inovasi rakit sederhana hingga visi “Water Canal Heritage,” RSI Sultan Agung bersama komunitas dan relawan telah menunjukkan bahwa bencana tahunan dapat diubah menjadi identitas unik, memperkuat ketahanan sosial, dan membuka peluang ekonomi baru bagi Semarang. she
















