Skip to main content Scroll Top

Jejak Pena Sang Ulama, Semarang Perjuangkan K.H. Sholeh Darat Jadi Pahlawan Nasional

Pemerintah Kota atau Pemkot Semarang bersama Universitas Diponegoro dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) menggelar International Seminar on“The Legacy of K.H. Sholeh Darat for Indonesian Independence as the Basis for Proposal of the National Hero Title” di Ballroom Rama Shinta, Patra Semarang Hotel & Convention, Selasa (11/11). Foto:dok

SEMARANG  (Jatengdaily.com) – Di sebuah ruangan megah Ballroom Rama Shinta, Patra Semarang Hotel & Convention, Selasa (11/11), ratusan mata tertuju pada satu nama yang bergema dengan khidmat: Kiai Haji Sholeh Darat. Bukan sekadar nama seorang ulama, melainkan sosok yang menjadi nyala lentera bagi kebangkitan bangsa.

Melalui “International Seminar on The Legacy of K.H. Sholeh Darat for Indonesian Independence as the Basis for Proposal of the National Hero Title”, Pemerintah Kota Semarang bersama Universitas Diponegoro dan Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) bersepakat menapaki langkah baru — memperjuangkan agar ulama besar asal Semarang itu resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional.

Suasana haru bercampur kagum terasa sejak awal acara. Para akademisi, ulama, dan pejabat dari berbagai daerah hadir dengan semangat yang sama: mengenang, memahami, sekaligus menghidupkan kembali warisan perjuangan sang ulama yang dikenal berjuang bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu dan dakwah yang mencerahkan.

Hadir pula tokoh-tokoh penting seperti Kepala ANRI Mego Pinandito, Ketua BAZNAS RI Prof. Dr. K.H. Noor Achmad, serta perwakilan Forkopimda Kota Semarang. Dari luar negeri, tiga pakar Islam Nusantara turut menjadi narasumber: Dr. Suryadi, M.A. dari Leiden University, Belanda; Prof. Dr. Mohd. Roslan Bin Mohd. Nor dari Universiti Malaya, Malaysia; dan Prof. Dr. Khairudin Al Juned dari National University of Singapore, Singapura.

Ketiganya memaparkan betapa besar pengaruh K.H. Sholeh Darat dalam membentuk wajah Islam Nusantara yang damai dan berkeadaban, serta menyalakan api nasionalisme jauh sebelum kata “kemerdekaan” terucap di bibir para pejuang.

“Beliau adalah sosok ulama yang berjuang dengan pena, bukan senjata,” ujar Iswar Aminuddin, Wakil Wali Kota Semarang, saat membacakan sambutan tertulis Wali Kota Agustina Wilujeng.

“Pemikiran dan karya-karyanya membentuk warna Islam Nusantara yang toleran dan cinta tanah air. Banyak muridnya yang kemudian menjadi pelopor gerakan besar seperti K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan,” lanjutnya dengan suara bergetar.

Bagi Pemerintah Kota Semarang, perjuangan ini bukan sekadar seremonial, melainkan bentuk tanggung jawab moral terhadap sejarah. Melalui kolaborasi dengan Nahdlatul Ulama dan masyarakat, berbagai arsip dan naskah kuno kini tengah dikumpulkan untuk memperkuat berkas pengusulan gelar Pahlawan Nasional bagi sang ulama.

Dukungan serupa datang dari Kepala ANRI, Mego Pinandito, yang menyebut perjuangan K.H. Sholeh Darat sebagai “jihad intelektual”.

“Kalau dulu Pangeran Diponegoro berjuang dengan senjata, maka Kiai Sholeh Darat berjuang dengan ilmu, naskah, dan tulisan. Itulah perang pemikiran yang membangun kesadaran bangsa,” ujarnya.

Ia pun mengajak masyarakat luas untuk ikut berperan, menyerahkan salinan kitab, naskah, maupun arsip asli karya K.H. Sholeh Darat agar dapat direstorasi dan didigitalisasi — agar warisan itu tak lekang oleh waktu.

Dalam sesi diskusi lintas negara yang menjadi puncak acara, para akademisi membedah transliterasi naskah dan tafsir Pegon karya K.H. Sholeh Darat, sekaligus menelusuri jaringan intelektual ulama Jawa–Haramain yang membentuk wajah Islam modern di Nusantara.

Dari pembahasan itu mengemuka satu kesepakatan: digitalisasi dan publikasi karya-karya K.H. Sholeh Darat adalah kunci agar generasi muda bisa mengenal sosoknya bukan sekadar sebagai nama di buku sejarah, tetapi sebagai inspirasi nyata bagi perjuangan intelektual dan spiritual bangsa.

Dalam sambutan tertulisnya, Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng menegaskan bahwa perjuangan sang ulama adalah tonggak lahirnya kesadaran kebangsaan.

“K.H. Sholeh Darat bukan hanya ulama, tetapi pendidik visioner yang menyalakan obor keilmuan dan kebangsaan. Melalui karya-karyanya dalam bahasa Jawa Pegon, beliau membuka akses ilmu agama bagi masyarakat luas dan menanamkan semangat kemerdekaan di tengah penjajahan,” tulisnya.

Kini, setelah lebih dari seabad sejak wafatnya, perjuangan pena sang kiai kembali menggema dari kota tempat ia dilahirkan.

Langkah bersama antara Pemkot Semarang, ANRI, perguruan tinggi, pesantren, dan masyarakat diharapkan menjadi jalan menuju pengakuan resmi dari negara — bahwa perjuangan tidak selalu berarti mengangkat senjata, tetapi juga mengangkat pena dan menyalakan kesadaran.

Dan dari balik lembaran kitab tua karya K.H. Sholeh Darat, bangsa ini kembali diingatkan: kemerdekaan tidak lahir dalam semalam, melainkan tumbuh dari cahaya ilmu yang tak pernah padam. St

Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.