Komisi IX DPR Desak Transparansi dan Evaluasi Pemotongan Remunerasi di RS Dr Kariadi Semarang

Edy Wuryanto
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Para perawat RS Dr. Kariadi, Semarang, menyampaikan keluhan kepada Presiden terkait pemangkasan tunjangan remunerasi yang terjadi sejak Agustus 2024.
Mereka menyoroti dampak negatif kebijakan tersebut terhadap kesejahteraan tenaga kesehatan, meskipun mereka tetap bekerja secara profesional. Bahkan, pada 17 Maret 2025, tunjangan kinerja yang diterima hanya mencapai 50 persen dari yang seharusnya.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menyatakan keprihatinannya atas pemangkasan tunjangan remunerasi para perawat RS Dr. Kariadi, Semarang. Sabtu (22/3) Edy bertemu dengan mereka untuk mendengarkan penjelasan lebih lanjut.
Menurut laporan yang diterimanya, para tenaga kesehatan mengalami penurunan kesejahteraan yang signifikan akibat kebijakan ini.
“Ini bukan hanya soal angka dalam laporan keuangan rumah sakit, ini soal kesejahteraan tenaga kesehatan yang setiap hari berjuang di garis depan. Mereka bekerja keras, tetapi justru hak-hak mereka yang dikorbankan atas nama efisiensi. Ini tidak bisa dibiarkan,” tegas Edy.
Edy juga sudah mendengarkan pihak menejemen RS Dr Kariadi. Dari pertemuan ini, dia mendapatkan informasi bahwa pendapatan RS Dr Kariadi turun sejak Agustus 2024. Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Nomor Hk.02.02/D/286/2025 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Pegawai, dan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan, pendapatan RS menjadi salah satu yang menjadi pertimbangan dalam pemberian remunerasi.
“Ini yang harus dikomunikasikan kepada tenaga kesehatan,” tuturnya.
Para tenaga kesehatan meminta agar manajemen RS Dr. Kariadi memberikan penjelasan resmi mengenai dasar hukum pemotongan tunjangan mereka.
Selain itu, mereka juga mendesak adanya audit transparan terhadap anggaran rumah sakit guna memastikan bahwa kebijakan efisiensi yang diambil tidak merugikan hak pegawai.
Menurut mereka, efisiensi anggaran seharusnya dilakukan secara adil, bukan hanya membebankan tenaga kesehatan, tetapi juga mempertimbangkan aspek lain dari operasional rumah sakit. Edy pun menyetujui hal ini. Menurutnya transparansi merupakan hal yang penting untuk dikomunikasikan.
Berdasarkan regulasi yang berlaku, termasuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2022 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 335 Tahun 2024, remunerasi bagi pegawai Badan Layanan Umum (BLU) rumah sakit merupakan hak yang diberikan sebagai alat motivasi pegawai. Prinsip-prinsip keadilan, proporsionalitas, kesetaraan, kepatutan, dan kinerja harus menjadi dasar dalam sistem penggajian di rumah sakit, bukan justru diabaikan.
“Saya di Komisi IX DPR RI mendesak agar manajemen RS Dr. Kariadi segera memberikan klarifikasi. Jika memang ada kendala anggaran, mari kita lihat transparansinya. Jangan sampai kebijakan ini justru menunjukkan ketidakadilan dan mengorbankan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang sudah menjadi ujung tombak pelayanan,” ucap Politikus PDI Perjuangan itu.
Lebih lanjut, Edy juga menegaskan bahwa pemerintah harus memastikan konsistensi kebijakan remunerasi agar tidak menimbulkan ketidakpastian bagi tenaga kesehatan. Jika pemotongan tunjangan tetap diberlakukan, maka harus ada mekanisme komunikasi yang jelas serta kompensasi lain untuk menjaga motivasi tenaga kesehatan.
“Jangan sampai tenaga kesehatan kita kehilangan semangat hanya karena hak mereka dipotong tanpa alasan yang jelas. Mereka ini pahlawan kesehatan, bukan sekadar angka dalam laporan keuangan rumah sakit,” ucap Legislator dari Dapil Jawa Tengah III itu.
Edy berkomitmen untuk memberikan perhatian terhadap permasalahan ini agar tidak terulang di rumah sakit lain. Evaluasi menyeluruh terhadap sistem remunerasi di BLU rumah sakit perlu dilakukan, serta pengawasan ketat terhadap pengelolaan anggaran agar kesejahteraan tenaga kesehatan tetap menjadi prioritas utama dalam pelayanan publik. St