Loading ...

Kota Ramah Anak, Doa dan Harapan Menggema di Balaikota Semarang

img_1755814863164

Suara tawa, sorak, dan tepuk tangan anak-anak memenuhi Balaikota Semarang, Kamis (21/8). Sore itu, wajah-wajah lugu mereka menjadi pusat perhatian dalam Konferensi Anak yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2025.Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) — Suara tawa, sorak, dan tepuk tangan anak-anak memenuhi Balaikota Semarang, Kamis (21/8). Sore itu, wajah-wajah lugu mereka menjadi pusat perhatian dalam Konferensi Anak yang digelar bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2025.

Bukan sekadar seremoni, acara ini menghadirkan perbincangan hangat antara pemimpin kota dan negara dengan anak-anak—generasi masa depan bangsa.

Wali Kota Semarang, Agustina, terlihat berkali-kali tersenyum lebar mendengar celoteh polos namun sarat makna dari para peserta.

“Ini luar biasa! Baru kali ini anak-anak diajak bicara langsung tentang bagaimana membangun kota yang ramah anak. Betul enggak?” serunya. Seketika ruangan pecah oleh riuhnya sorakan dan tepuk tangan peserta.

Bagi Agustina, suara anak-anak adalah doa sekaligus penanda masa depan. Ia bahkan mengajak mereka bermimpi besar—menjadi dokter, menteri, hingga wali kota.

“Karena kata adalah doa, maka setiap kalimat yang keluar dari mulut kita haruslah baik,” ucapnya, sebelum memimpin doa bersama yang penuh kehangatan.

Aspirasi dari Hati Anak

Tak hanya mendengar, para anak dengan percaya diri menyampaikan keresahan mereka. Mulai dari isu perundungan, pentingnya pengakuan prestasi non-akademik, hingga kebutuhan ruang yang inklusif bagi anak-anak disabilitas.

Agustina merespons dengan janji konkret: beasiswa bagi anak berprestasi dan pembangunan pusat kegiatan anak di setiap kecamatan.

“Anak-anak harus punya ruang untuk belajar, berkreasi, dan berkembang,” katanya.

Sorotan khusus diberikan kepada Keysha, seorang anak yang menggagas komunitas bagi orang tua dengan anak disabilitas.

“Keysha luar biasa karena tidak hanya memikirkan dirinya sendiri, tetapi juga teman-temannya. Semangat seperti inilah yang harus kita dukung bersama,” ujar Agustina.

Ia menambahkan, saat ini Semarang sudah memiliki enam dari target 16 Rumah Inspirasi dan Rumah Bersama Indonesia yang menjadi ruang tumbuh anak-anak berkebutuhan khusus.

Pesan Hangat dari Wamen PPPA

Hadir pula Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan, yang menegaskan pentingnya keterlibatan negara dalam melindungi hak-hak anak. Dengan suara teduh, ia berbagi pengalaman saat membangun ruang publik terpadu di Jakarta.

“Anak-anak harus punya ruang olahraga, ruang ekspresi seni, amphitheater kecil, hingga tempat bermain. Lingkungan positif bisa mengalihkan mereka dari paparan negatif seperti konten digital berbahaya,” ujarnya.

Veronica juga mengaitkan pentingnya ruang publik dengan program nasional Presiden, seperti Makan Bergizi Gratis di sekolah, Cek Kesehatan Gratis, imunisasi HPV untuk anak perempuan, hingga Sekolah Rakyat bagi anak-anak kurang mampu.

“Tapi semua ini tidak bisa berjalan tanpa kolaborasi. Kami butuh kalian, adik-adik, sebagai pelapor dan pelopor,” tegasnya.

Pendidikan Karakter dan Nilai Empati

Di tengah derasnya arus teknologi, Veronica mengingatkan bahwa yang membedakan manusia dengan mesin adalah hati dan nurani.

“Sepintar apa pun seseorang, tanpa budi pekerti dan empati, semuanya akan sia-sia. Gunakan teknologi, tapi jangan diperbudak oleh teknologi,” pesannya.

Ia juga menyinggung isu serius di sekolah: perundungan. “Kalau guru saja menyepelekan, bagaimana anak-anak akan merasa aman?” tanyanya retoris.

Menurutnya, prestasi non-akademik pun harus mendapat tempat yang sama. “Masa kalau pintar nyanyi tidak dihargai? Itu juga bentuk kecerdasan,” katanya, disambut anggukan setuju para hadirin.

Anak sebagai Subjek Pembangunan

Konferensi Anak ini menjadi lebih dari sekadar forum. Ia adalah ruang di mana anak-anak didengar, diapresiasi, dan dilibatkan dalam pembangunan kota. Suara mereka bukan hanya catatan pinggir, melainkan bagian dari kebijakan.

“Kalian adalah generasi masa depan, generasi AI, generasi perubahan. Tapi yang membedakan kalian dengan mesin adalah hati dan nurani. Itulah yang harus kalian jaga,” pungkas Veronica.

Dan di Balaikota Semarang sore itu, doa, tawa, serta harapan anak-anak menggema, seolah meneguhkan: kota ini sedang tumbuh bersama mereka, untuk mereka, dan oleh mereka. St

Facebook Comments Box