Skip to main content Scroll Top

Lima Puluh Tahun Menyemai Kata: Penghormatan untuk Gunoto Saparie di Bulan Bahasa

Sebagian peserta Parade Baca Puisi 2025 di Dinas Arsip dan Perpustakaan Kota Semarang, Jumat, 24 Oktober 2025, berfoto bersama menjelang akhir kegiatan.Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – Suasana haru dan kebanggaan menyelimuti Ruang Audio-Visual Dinas Arsip dan Perpustakaan (Dinarpus) Kota Semarang, Jumat (24/10/2025) malam.

Dalam ruang yang dipenuhi aroma buku dan gema puisi, puluhan sastrawan, penulis, dan pegiat budaya berkumpul untuk satu tujuan: merayakan kata, menghormati sastra, dan menyalakan kembali semangat kebudayaan lewat Parade Baca Puisi 2025.

Dalam kesempatan itu, Dinarpus Kota Semarang memberikan apresiasi tinggi kepada Satupena Jawa Tengah, organisasi yang telah menjadi rumah bagi para penulis dan sastrawan untuk mengekspresikan gagasan, menumbuhkan kreativitas, serta memperkuat jejaring kebudayaan di Jawa Tengah dan Indonesia.

“Satupena bukan sekadar komunitas, melainkan kawah candradimuka tempat tumbuhnya ide, kepekaan, dan cinta budaya,” ujar Kepala Dinarpus Kota Semarang Fx. Bambang Suranggono dalam sambutan tertulis yang dibacakan Sekretaris Dinarpus, Bambang Rudi Hartono.

Acara ini sekaligus menjadi persembahan untuk memperingati Bulan Bahasa dan Hari Sumpah Pemuda, dua momentum penting yang mengikat kebangsaan lewat bahasa dan semangat muda. Tahun ini terasa lebih istimewa karena bertepatan dengan 50 tahun perjalanan berkarya sastra Gunoto Saparie, seorang penyair, esais, dan tokoh kebudayaan yang telah menorehkan jejak panjang di dunia literasi Indonesia.

“Semoga semangat dan dedikasi Pak Gunoto menjadi inspirasi bagi kita semua untuk terus berkarya dan menjaga api sastra agar tak padam,” ujar Bambang penuh makna.

Ia juga menegaskan bahwa sastra dan puisi memiliki peran penting dalam kehidupan bangsa.

“Puisi bukan sekadar rangkaian kata indah, tapi suara nurani masyarakat, cermin zaman, dan alat refleksi sosial. Lewat sastra, kita belajar merasakan, memahami, dan menumbuhkan empati. Sastra adalah daya lembut yang membentuk karakter bangsa,” katanya.

Sementara itu, Gunoto Saparie tak kuasa menyembunyikan rasa harunya ketika menyampaikan terima kasih atas penghargaan dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah atas capaian 50 tahun berkarya sastra.

“Penghargaan ini tentu menjadi penyemangat untuk terus berkarya. Terima kasih juga kepada Balai Bahasa Jawa Tengah yang telah memberikan rekomendasi dan membantu dalam prosesnya. Tahun ini, dari Jawa Tengah, yang mendapat penghargaan selain saya adalah Eko Tunas,” ujarnya dengan senyum hangat.

Malam sastra itu semakin hidup dengan penampilan sejumlah penyair ternama, di antaranya Yusri Yusuf, Maya Ofifa Kristianti, Imaniar Yordan Christy, Tirta Nursari, Siti Fatimah, Asmariah, Budi Utomo, Driya Widiana, Fadjar Setyo Anggraeni, dan Dewi Tri Nugraheni. Musikalisasi puisi “Api yang Tak Kunjung Padam” karya dr. Siti Qomariyah mengalun lembut, menjadi simbol semangat sastra yang terus menyala di dada para penggiatnya.

Testimoni tentang sosok Gunoto Saparie turut disampaikan Sulis Bambang dan Mohammad Agung Ridlo, menggambarkan perjalanan panjang dan pengabdian seorang penyair terhadap kebudayaan.

Puncak acara ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Gunoto Saparie, yang kemudian diserahkan kepada dr. Siti Qomariyah, Andy Rahmadi Santoso dari Balai Bahasa Jawa Tengah, dan Agus Wariyanto, Ketua Umum Komite Seni Budaya Nusantara Jawa Tengah — sebagai simbol syukur, kebersamaan, dan regenerasi semangat sastra.

Malam itu, di bawah cahaya temaram dan lantunan puisi, Semarang seakan menjadi saksi bahwa api sastra Indonesia—seperti kata Gunoto dalam puisinya—tak akan pernah padam. St

Privacy Preferences
When you visit our website, it may store information through your browser from specific services, usually in form of cookies. Here you can change your privacy preferences. Please note that blocking some types of cookies may impact your experience on our website and the services we offer.