
SEMARANG (Jatengdaily.com) — Tim penasihat hukum Dr. Ir. Rachmad Gunadi, M.Si., mantan Direktur Utama PT Pagilaran periode 2017–2020, menegaskan bahwa kliennya tidak melakukan tindak pidana yang menimbulkan kerugian keuangan negara, sebagaimana dituduhkan oleh Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah.
Pernyataan itu disampaikan juru bicara tim penasihat hukum, Zainal Petir, SH., MH., bersama rekan-rekannya Timbul Priyadi, SH., MH., Hendri Wijanarko, SH., MH., Evarisan, SH., MH., dan Ikhyari F. Nurudin, SH., hadir dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis (30/10/2025).
Menurut Petir, dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum pada sidang perdana 23 Oktober lalu tidak menggambarkan peristiwa secara utuh. Ia menegaskan bahwa kontrak jual beli antara PT Pagilaran dan Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan transaksi komersial perdata, bukan pengadaan barang/jasa pemerintah.
“Uraian dakwaan jaksa hanya sepenggal-penggal. Kami tegaskan bahwa tidak ada uang negara yang dirugikan dalam perkara ini. Hubungan PT Pagilaran dengan UGM bersifat komersial perdata, sesuai dengan status hukum UGM sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) yang memiliki otonomi pengelolaan keuangan di luar mekanisme APBN/APBD,” ujar Petir.
Ia menjelaskan, kerja sama kedua pihak didasarkan pada Kontrak Pengadaan Biji Kakao Nomor 06/KK/XII/2019 antara PT Pagilaran dengan Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi (PUI) UGM, dengan volume total 200 ton. Dari total itu, 116 ton telah dikirim, sementara 84 ton yang diretur karena tidak sesuai spesifikasi telah diganti seluruhnya oleh PT Pagilaran.
“Pengiriman biji kakao retur 34 ton dan penggantian setara 50 ton senilai Rp1,85 miliar sudah diselesaikan sepenuhnya. Hal itu bahkan diperkuat oleh surat resmi Wakil Rektor Bidang SDM dan Keuangan UGM Nomor 12729/UN1.P4/Set-R/BU.00/2025 tentang Pemberitahuan Penyelesaian Kontrak Pembelian Biji Kakao CTLI,” jelasnya.
Petir menambahkan, seluruh proses retur dan penggantian telah dinyatakan tuntas dan diakui resmi oleh UGM sejak November 2021.
Lebih lanjut, ia juga menegaskan bahwa dana Rp6,56 miliar yang menjadi dasar dakwaan bukan berasal dari uang negara, melainkan merupakan investasi pihak ketiga.
“Seluruh transaksi sudah selesai sejak 2021, tetapi penyidikan baru dimulai Februari 2025. Artinya, penyidikan dilakukan setelah seluruh kewajiban kontrak dipenuhi. Ini tidak sesuai dengan asas penuntutan pidana,” katanya.
Dalam sidang pembacaan Nota Eksepsi, tim penasihat hukum menyatakan bahwa tidak ada unsur perbuatan melawan hukum, apalagi unsur memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
“Kami yakin fakta-fakta hukum akan membuktikan bahwa perkara ini murni transaksi bisnis yang sudah selesai dan tidak ada kerugian negara. Kami sudah sampaikan bantahan dan penjelasan lengkap dalam nota eksepsi hari ini,” pungkas Petir. St
0



