Talkshow Bersama Dewi Praswida ‘Mengatasi Intoleransi dengan Moderasi’

Dewi Praswida dihadirkan sebagai narasumber yang merupakan aktivits persaudaran lintas agama (PELITA) Semarang pada talkshow mengatasi intoleransi moderasi beragama. Foto:dok M Khotibul Umam
SEMARANG (Jatengdaily.com) – Mengusung tema “Pemuda Indonesia Bicara Moderasi Beragama: Dari Indonesia Untuk Dunia” , Mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang tergabung dalam Kuliah Kerja Nyata Reguler dari Rumah (KKN RDR) Angkatan 75 kelompok 30 menggelar talkshow online moderasi beragama. Sabtu, (31/10) lalu.
Tak hanya datang dari UIN Walisongo Semarang, peserta talkshow pun hadir dari berbagai Instansi yakni STAI Islamic Centre, IAIN Kudus, STAI Sunan Pandanaran, IAIN Kebumen hingga Universitas Muhammadiyah Semarang.
Melalui via Zoom meeting, Dewi Praswida dihadirkan sebagai narasumber yang merupakan aktivits persaudaran lintas agama (PELITA) Semarang serta aktivis jaringan gusdurian Semarang. Talkshow ini diselenggarakan dengan tujuan untuk mengajak masyarakat luas bersikap moderat dalam menghadapi kasus-kasus intoleransi yang ada di Indonesia maupun dunia.
“Hingga saat ini kita masih dengan mudah menemukan kasus-kasus intoleransi yang terjadi di masyarakat. Seperti penolakan pembangunan rumah ibadah, pelarangan kegiatan ibadah hingga kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya”, papar Dewi Praswida.
Perempuan yang akrab disapa Dewi menjelaskan, Moderasi beragama bisa diambil sebagai jalan tengah dalam mengatasi kasus-kasus intoleransi.
“Moderasi beragama merupakan proses memahami sekaligus mengamalkan ajaran agama secara adil dan seimbang, agar terhindar dari perilaku ekstrem atau berlebih-lebihan saat mengimplementasikannya. Tentunya dengan sikap moderat yang berada di tengah-tengah tidak memihak kepada siapapun dan dapat menerima segenap perbedaan menjadi upaya penting untuk meminimalisir intoleransi yang masih kerap terjadi di Indonesia. Sebagai Negara dengan banyak keberagaman mulai dari suku, bahasa, budaya bahkan agama, rakyatnya perlu menerpakan sikap moderat agar persatuan dapat semakin erat”, terang mahasiswa kelahiran wonogiri ini.
Sejalan dengan pertanyaan dari Fika Rahmatika perihal agar terhindar dari intolernasi di dalam keluarga. “Dalam suatu keluarga terdiri dari kepercayaan agama yang berbeda-beda sehingga terbentuk heterosgenitas. Bagaimana agar terhindar cekcok maupun perselisih pahaman ?”
“Mengajarkan toleransi harus dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga. Saya pun lahir dan besar di keluarga dengan kepercayaan yang beragam, namun di keluarga kami tidak pernah menyingung ataupun ikut campur dalam kepercayaan satu sama lain. Seperti contohnya misal adik saya tidak melaksanakan sholat jumat karena ada suatu hal tidak serta merta kami mengkafir-kafirkannya, karena kami memahami setiap ibadah yang ditinggalakan memiliki konsekuensi (dosa) masing-masing dan itu menjadi tanggung jawab diri pribadi”, pungkasnya.
Dewi berpesan agar keberagaman yang ada di Indonesia maupun dunia dijadikan perekat persatuan bangsa dan meningkatkan nilai kemanusiaan. Setiap elemen memiliki tanggung jawab bersama untuk mengatasi intoleransi yang terjadi dengan mengimpelemtasikan sikap moderat. Penulis Berita: Muhammad Khotibul Umam–st