Pakar Hukum Unissula Prof Jawade Sebut RUU Perampasan Aset Mendesak Disahkan

Prof Dr Jawade Hafidz (tengah). Foto: Siti KH
SEMARANG (Jatengdaily.com)-Pakar hukum dari Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Prof Dr Jawade Hafidz SH MH, mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset mendesak segera disahkan.
Menurut Prof Jawade, yang juga Dekan Fakultas Hukum (FH) Unissula, pengesahan RUU perampasan aset itu suatu keharusan, yang tidak boleh ditunda-tunda oleh pemerintah. Mengapa, karena persoalan korupsi menyebabkan kerugian uang negara sudah mencapai ribuan triliun. Belum lagi sejumlah dugaan kasus korupsi yang masih dalam proses, seperti Pertamina, belum lagi sekarang berproses juga penyelidikan dugaan korupsi di lingkungan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), seperti kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook pada program digitalisasi pendidikan.
”Oleh karena itu, persoalan RUU Perampasan Aset tidak bisa ditunda. Saya sangat mengkhawatirkan jika DPR dan pemerintah mendunda, tekanan rakyat untuk turun ke jalan akan terjadi lagi kedua kalinya. Yang perlu diwaspadai, jika rakyat tidak bisa dikendalikan lagi, karena kemarahannya pada pelaku penyelenggara negara DPR dan pemerintah yang mengabaikan pengesahan RUU Peramapasan Aset menjadi UU,” jelasnya saat acara Rapat Senat Terbuka Penglepasan Lulusan FH Unissula, periode ke-94, September 2025, Jumat (12/9/2025).
Menurutnya, yang ditakutkan, kalau terjadi gelombang aksi seperti di negara Nepal. Dimana di sana, hampir semua anggota DPR, menteri dan kepala pemerintahannya dikejar-kejar rakyat, belum lagi kondisi rusuh di mana-mana.
Hal ini terjadi, karena pemicunya semua aset-aset negara yang sekarang dikuasai pelaku korupsi menyebabkan rakyat marah. Menurutnya, kehadiran UU Perampasan Aset sangat penting untuk memaksimalkan pemulihan aset negara dan efektif dalam mengembalikan kerugian negara dari pelaku kejahatan ekonomi, seperti korupsi.
”Jika DPR lama mengesahkan RUU Perampasan Aset, maka sudah saatnya presiden menerbitkan Perpu. Sebab, jika gelombang aksi terjadi, dimana kemungkinan terburuk nantinya adanya benturan rakyat dengan aparat, maka korbannya akan banyak. Maka pemerintah harus serius menerbitkan Perpu,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemerintah, melalui Presiden, bisa menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai wujud kewenangannya dalam keadaan “kegentingan yang memaksa” sebagaimana diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. she