Pacaran Bukan Hak Milik: Pesan Menggetarkan dari Talkshow Kudengar USM

img_1758283513227

“Pacaran itu bukan hak milik seratus persen!” Kalimat tegas itu meluncur dari bibir Hermiana Vereswati, S.Psi., M.Psi., di tengah heningnya Studio Radio USM Jaya, Gedung N Kampus Universitas Semarang, Rabu (17/9/2025).Foto:dok

SEMARANG (Jatengdaily.com) – “Pacaran itu bukan hak milik seratus persen!” Kalimat tegas itu meluncur dari bibir Hermiana Vereswati, S.Psi., M.Psi., di tengah heningnya Studio Radio USM Jaya, Gedung N Kampus Universitas Semarang, Rabu (17/9/2025).

Sesaat, suasana talkshow Kuliah Keadilan dan Kesetaraan Gender (Kudengar) terasa begitu menggetarkan.

Hermiana—atau akrab disapa Vesti—bukan sekadar bicara. Ia menyuarakan keresahan yang sering kali tak terucap oleh banyak remaja dan mahasiswa: bagaimana cinta, yang seharusnya tumbuh indah, kadang berubah menjadi belenggu.

“Definisi pacaran itu saling mengenal, tidak lebih dari itu. Jangan sampai merasa pacar adalah hak milik. Itu yang membuat pasangan merasa bisa melakukan apa saja. Ingat, pacaran itu bukan hak milik 100 persen,” ujarnya lantang, seakan ingin menggugah setiap hati yang mendengarkan.

Talkshow bertema “Pentingnya Asertifitas dan Pemahaman Pendidikan Cinta yang Benar dalam Membangun Hubungan dengan Lawan Jenis” ini seolah menjadi ruang refleksi.

Vesti, yang juga dosen Psikologi USM sekaligus Satgas PPK USM, menjelaskan bahwa keberanian bersikap asertif adalah kunci membangun hubungan sehat.

Asertif, kata Vesti, berarti berani menyuarakan pikiran, perasaan, kebutuhan, sekaligus batasan. Sebab cinta yang sehat tak pernah lahir dari diam atau terpaksa.

“Kalau ada perlakuan yang membuat kita tidak nyaman, kita harus berani bilang. Itu tanda kita menghargai diri sendiri,” jelasnya.

Lebih jauh, Vesti mengingatkan bahwa pendidikan cinta bukanlah hal remeh. Justru ia harus dikenalkan sejak dini agar generasi muda tidak terjebak dalam hubungan yang toxic, apalagi sampai menjadi korban kekerasan.

“Kalau sudah terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan, kita harus mendefinisikan ulang: ini cinta atau bukan? Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari,” tuturnya.

Di hadapan para pendengar, Vesti menekankan pentingnya mengenal diri sendiri sebelum mengenal orang lain. Tanpa pemahaman diri, hubungan bisa tumbuh liar, penuh manipulasi, bahkan berujung kekerasan.

Pacaran yang sehat itu harus tetap memberi ruang untuk menjadi diri sendiri, bersosialisasi, dan bertumbuh. Tidak boleh posesif. Jangan ada sentuhan, sekalipun gandengan tangan, karena itu bisa berbahaya bagi yang belum siap,” pesannya.

Bukan hanya teori, Vesti memberi panduan praktis. Jika hubungan sudah terlanjur membuat tidak nyaman, jedalah sejenak. Renungkan, lalu komunikasikan dengan pasangan pada waktu yang tepat.

Kamu itu berharga. Karena merasa berharga, kamu harus berani diskusi dengan pasangan. Lihat bagaimana responnya. Kita harus punya daya tawar, karena masa depan kita yang dipertaruhkan,” katanya, suaranya penuh penekanan.

Talkshow Kudengar sore itu pun berakhir dengan suasana penuh renungan. Di balik obrolan hangat antara Vesti dan penyiar Intan Tiwi, terselip pesan besar: cinta bukan sekadar rasa, tetapi juga kesadaran untuk saling menghargai, memberi ruang, dan berani berkata “tidak” ketika batasan dilanggar.

Di tengah hiruk pikuk kehidupan kampus dan derasnya arus pergaulan anak muda, suara Vesti bagai pengingat: bahwa cinta sejati tak pernah merenggut kebebasan, justru menumbuhkan keberanian untuk tetap menjadi diri sendiri. St