8 Anggota KPPS dan TPS Meninggal – KPU Usahakan Dana Sosial

Ilustrasi pencoblosan pilkada. Foto: dok/jdc
SEMARANG- Delapan orang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) di wilayah Jawa Tengah meninggal dunia saat menunaikan tugasnya dalam pesta demokrasi, Rabu (17/4/2019) lalu.
Komisioner KPU Jateng, Paulus Widiyantoro merinci, delapan orang anggota KPPS yang meninggal antara lain dari Kabupaten Demak, Banyumas, Sukoharjo, Banjarnegara, dan Rembang. Sementara, 3 lainnya petugas yang mengawal TPS di Pemalang Batang, dan Karanganyar.
“Sedangkan 7 orang lain ada yang jatuh di TPS saat proses sampai patah tulang tangan, yang pingsan sampai berapa jam juga ada, ada dua yang keguguran, yang stroke ada, yang dirawat di ICU sampai hari ini juga ada,” kata Paulus ditemui di kantornya, Jalan Veteran, Semarang, Sabtu (20/4/2019).
Paulus menjelaskan, terkait hal ini pihaknya tengah melakukan kajian untuk mengupayakan pemberian santunan baik bagi yang meninggal maupun masih dalam perawatan.
Di sisi lain, secara asuransi dan penganggaran, KPU tidak menyiapkan dana untuk kejadian seperti ini. Namun, ada kesepakatan yang muncul dari Komisioner KPU Se-Indonesia untuk secara swadaya mengumpulkan dana sosial.
“Tadi juga dibahas di grup nasional, kita akan kolektif untuk menyantuni mereka. Jadi pakai dana sosial yang dari kita untuk (anggota) kita juga,” jelas Paulus.
Menurut Paulus, ada beragam penyebab yang menjadikan hilangnya nyawa anggotanya saat bertugas. Salah satunya lantaran beban kerja yang begitu berat.
“Anggota KPPS itu sudah mulai persiapan di TPS sejak H-1 sore. Kemudian hari H, mereka sudah harus sampai sebelum jam 07.00 WIB. belum selama proses mereka harus ketemu pemilih yang beragam. Nanti saat penghitungan juga, itu ada lima surat suara berat loh,” kata Paulus.
Di sisi lain, mereka juga harus siap dipanggil jika terjadi masalah saat pelaksanaan Pleno di tingkat Kecamatan. Sehingga, kata Paulus, selain beban fisik, mereka juga menerima tekanan beban psikis.
Beban psikis yang dimaksud Paulus adalah, para anggota KPPS tersebut harus menghadapi sifat dari para pemilik suara yang beragam. Terutama mereka yang termakan hoaks.
“Misalnya, pemilih yang belum terdaftar dalam DPT terus nggak bawa A5 dan dari luar kota, karena hoaks kemarin bahwa itu bisa mencoblos dengan KTP, mereka memaksakan. Jadi berdebat itu sampai itu menguras energi yang luar biasa bagi teman-teman penyelenggara kemarin,” jelas Pria asal Kebumen itu.
Bahkan dari hal-hal seperti itu pula, yang lantas menyebabkan terjadinya Pemungutan Suara Ulang (PSU) di 11 Kabupaten di Jateng.
“Hoaks ini memang betul-betul luar biasa. Karena kan situasi kemarin kita tahu sendiri antusias masyarakat cukup tinggi. Sampai hari ini sudah 3 TPS di 2 Kabupaten yang melakukan PSU, lainnya menyusul,” pungkas Paulus. adri