in

Awal Ramadan 6 Mei, Idul Fitri 5 Juni

LOKAKARYA IMSAKIYAH : Kaprodi Magister Ilmu Falak UIN Walisong Dr H Ahmad Izzuddin MAg dan pakar ilmu Falaq KH Slamet Hambali menjadi pembicara dalam Lokakarya Imsakiyah di auditorium UIN Walisongo Semarang, kemarin.. Foto:ist

SEMARANG – Berdasarkan hasil perhitungan para ahli hisab dan rukyat menunjukkan tinggi hilal (bulan baru) pada akhir Syakban di wilayah Indonesia rata-rata 5 derajat di atas ufuq. Adapun pada akhir Ramadan tinggi hilal masih di bawah ufuq.

‘’Jadi baik menurut penganut mazhab hisab, rukyah dan imkan rukyah akan memulai Ramadan pada hari Senin Legi, 6 Mei dan akan berlebaran atau Idul Fitri pada Rabu Legi, 5 Juni 2019,’’ kata Ketua Program Studi Magister Ilmu Falak UIN Walisong Dr H Ahmad Izzuddin MAg, kemarin.

Dia mengatakan hal itu dalam Seminar dan Lokakarya Imsakiyah di auditorium kampus 1 lantai 2 UIN Walisongo Semarang. Seminar yang diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M), bekerja sama dengan Prodi Magister Ilmu Falak Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menghadirkan pembicara pakar Ilmu Falaq KH Slamet Hambali, Ketua Program Studi Magister Ilmu Falak UIN Walisong Dr H Ahmad Izzuddin MAg, Ketua LPPM UIN Walisongo Dr H Sholihan MAg, dua pakar Ilmu Falaq  M Syauqi Nahwandi dan M Farid Azmi.

Ketua LPPM UIN Walisongo Dr H Sholihan Mag menjelaskan, seminar bertujuan sebagai langkah awal untuk merumuskan kapan jatuhnya awal Ramadan dan Syawal 1440 H. Selain itu pula, acara ini dimaksudkan pula untuk menyepakati jadwal Imsakiyah.

Peserta didominasi para pegiat Ilmu Falak dari UIN Walisongo sendiri maupun dari luar. Turut hadir pula perwakilan beberapa instansi dan kelembagaan, di antaranya perwakilan birokrasi pemerintah, Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Tengah, Pengadilan Agama Semarang dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng. Beberapa Ormas Islam juga hadir yaitu Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah.  Lembaga yang berwenang dalam kajian astronomis, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Jawa Tengah.

 “Kegiatan Lokakarya tahun ini bekerja sama dengan Prodi S2 Ilmu Falak Fakultas Syariah dan Hukum, serta memunculkan para ahli Ilmu Falak dari mahasiswa UIN Walisongo untuk memberikan kajiannya terkait penentuan awal serta akhir Ramadan dan juga awal bulan Syawal, hingga perihal jadwal waktu shalat”,  kata Sholihan. Hasil seminar diharapkan memberikan pencerahan di masyarakat awam, supaya tidak adanya perbedaan dalam jadwal imsakiyah.

Perhitungan Awal Ramadan
Pakar Ilmu Falaq  M Syauqi Nahwandi Syauqi menjelaskan bagaimana perhitungan awal Ramadan dan Syawal 1440 H. Dalam Ilmu Falak, kriteria sistem perhitungan dibagi menjadi tiga, UrfyTaqribiTahqiqi bi Al-Tahqiq dan Tahqiqi bi Tadqiq. “Tahqiqi bi Tadqiq adalah perhitungan yang paling mendekati kebenaran saat pengamatan di lapangan secara langsung”, katanya.

Dalam perhitungannya, Syauqi memperlihatkan hasil perhitungannya yang berpedoman pada rumus algoritma dalam buku Jean Meus. Menurutnya, buku tersebut termasuk kriteria tahqiqi bi tadqiq karena banyak koreksi yang digunakan dalam perhitungannya, sehingga keakuratannya tinggi. 

Pakar Ilmu Falaq lainnya, M Farid Azmi, mengatakan, hasil perhitungan dalam penentuan posisi hilal sebagai penentuan awal Ramadan dan awal Syawal 1440 H dengan menggunakan system perhitungan kitab ad-Durru al-Aniq. Kitab ad-Durru al-Aniq merupakan karangan dari KH Ahmad Ghazali.

Kaprodi Magister Ilmu Falak UIN Walisongo Dr H Ahmad Izzuddin MAg menjelaskan pentingnya perumusan jadwal imsakiyah. Apalagi menurut dia banyak masyarakat awam yang menunggu setiap tahunnya.

“Diharapkan hadirnya jadwal imsakiyah hasil kesepakatan dari lokakarya ini, bisa memberi pencerahan dan sebagai acuan masyarakat, karena di luar sana banyak beredar jadwal-jadwal imsakiyah yang tidak tahu sumbernya, dan juga jadwal-jadwal imsakiyah yang berbeda-beda perhitungannya, menghasilkan hasil yang berbeda.”, kataIzzuddin.

Menurut perhitungan, hilal awal Ramadan sudah senilai 5 derajat di atas ufuk.

“Tahun ini, bisa dipastikan hilal akan dapat terlihat. Posisi hilal sudah sangat memenuhi kriteria Imkan Rukyah oleh pemerintah”,  harap pria yang juga pengasuh Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah.

Lokakarya ini bertujuan untuk memahamkan masyarakat agar tidak selalu membuat jadwal shalat yang baru dalam tiap tahun. Namun Cukup melakukan evalusi di dalamnya, terhadap jadwal yang sudah ada sebelumnya.

“Untuk penyatuan jadwal waktu shalat minimal per kabupaten atau kota. Untuk menghindari adanya kebingungan di kalangan masyarakat. Perlu adanya kalibrasi pada seluruh jam di lingkungaan masyarakat, untuk penyesuaian masalah waktu. Selain itu pula, sangat diperlukan untuk adanya penyeragaman  titik Bujur dan Lintang tempat”, pungkasnya.

Sering terjadi kesalahan pada jadwal imsakiyah. Bahkan bedanya mencapai 3 menit. “Hal tersebut terjadi dikarenakan para ahli hisab tidak memperhitungkan tinggi tempat.

“Jangan mengambil ketinggian tempat berada pada 0, akan tetapi harusnya paling tidak mengambil ketinggian pada kisaran 100 samapi 150 meter”, tutur Slamet Hambali, juga selaku anggota tim Lembaga Lajnah Falakiyah PBNU.

Perihal waktu, Slamet Hambali pun menyarankan, agar mengambil mencocokkan jam yang ada di masjid dan musola atau pun langgar dengan waktu yang ada pada web resmi BMKG,  di laman  http://jam.bmkg.go.id.

Meskipun  akhir Syakban dipastkan secara perhitungan tinggi hilal 5 derajat (nilai positif) di atas ufuk. “Semoga pada waktu rukyah akhir Syakban nanti cuaca tidak mendung dan hilal awal Ramadhan dapat teramati”, tegasnya. st

Written by Sunarto

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Beda Pilihan, Masyarakat Diminta Tetap Jaga Kebersamaan

Jangan Ada Serangan Fajar