Loading ...

Dinginnya Malam Kota Konstantinopel

0
masrukhi

Prof Dr Masrukhi MPd


Oleh Prof. Dr. Masrukhi, M.Pd.
Guru Besar PKn Unnes
Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang

Agak asing kedengarannya memang, ketika di abad 21 ini menyebut konstantinopel. Nama itu semakin tertelan sejarah panjang masyarakat Istambul di Turki. Nama itu begitu terkenal di abad 15, ketika masa jayanya Kerajaan Romawi Timur di bawah kaisar Konstantinus, yang memindahkan ibu kota Romawi Timur ke Bizantium. Kota inilah yang kemudian kelak berganti nama menjadi Konstantinopel, sebagai penghormatan pada kaisar yang berkuasa, Konstantinus.

Dalam rangkaian kunjungan ke Turki selama 8 hari, tiga hari terakhir kami bermalam di kota yang dahulu dikenal sebagai Konstantinopel, dan sekarang dikenal dengan Istambul. Jika di Ankara sebagai ibu kota Turki, suhu udara mencapai 3 derajat celcius di akhir november 2019 ini, suhu udara yang sangat dingin yang kurang bersahabat dengan kebiasaan orang Indonesia, sedangkan di Istambul suhu udara sudah menghangat yaitu antara 10 derajat di waktu malam dan 17 derajat di waktu siang. Suhu ini seperti di daerah kawasan gunung di Indonesia, seperti di Dieng, Guci, Baturraden, dan sebagainya. Itulah sebabnya selama di Istambul ini bisa leluasa untuk melakukan penjelajahan ke berbagai sudut kota. Kendatipun kehadiran ke kota ini adalah yang ketiga kalinya, akan tetapi tetap saja menarik untuk menjelajahinya.

Kota ini memang menyimpan seribu kenangan masa lampau yang begitu unik. Di waktu subuh kami sengaja ikut salat berjamaah di mesjid Sultan, yang berjarak hanya 1 km dari hotel tempat kami menginap. Masjid Sultan Ahmed adalah sebuah masjid di Istanbul, kota terbesar di Turki dan merupakan ibu kota Kesultanan Utsmaniyah ( dari 1453 sampai 1923). Masjid ini dikenal dengan juga dengan nama Masjid Biru karena pada masa lalu interiornya berwarna biru.
Masjid ini dibangun antara tahun 1609 sampai 1616 M atas perintah Sultan Ahmed I, yang kemudian menjadi nama masjid tersebut. Letaknya yang strategis, yaitu di kawasan tertua di Istanbul, di mana sebelum 1453 merupakan pusat Konstantinopel, ibu kota Kekaisaran Romawi Timur, menjadikan mesjid ini menjadi salah satu tujuan wisata di sana. Selain itu, lokasi ini pun berdekatan dengan situs kuno Hippodrome.

Sang imam yang adalah seoranng hafidz dan qori, melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an dengan suara merdu, menyentuh hati, di keheninngan dini hari kota Istambul, yang siang hari sampai malamnnya penuh dengan hiruk-pikuk kegiatan perdagangan. Tidak banyak jamaah yang ikut salat subuh di mesjid bersejarah ini, hanya 3 shaf saja. Akan tetapi kekhusyu’an dalam keheningan itu mampu membawa suasana ke masa silam, ketika Muhammad Fatih menyulap kuburan sahabat rosul itu menjadi masjid, dan itulah mesjid Sultan.

Berhadapan dengan mesjid terdapat bangunan yang persis seperti mesjid, baik besarnya, arsitektur gedungnya, sampai asesoris eksteriornya, dibuat persis sama. Sehingga seolah dua bangunan kembar yang saling berhadapan. Inilah Hagia Sophia, sebuah bangunan bekas gereja Kebijaksanaan Suci, dan sekarang diubah fungsinya menjadi museum. Dari sinilah bayangan pengembaraan di abad 15 dimulai.

Adalah Muhamad Al Fatih, sultan ke tujuh dalam kekhalifahan Utsmaniyyah yang sangat terkenal akan keber aniannya. Di tangan dinginnya, Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad harus takluk di bawah kekuasaannya. Bahkan sepanjang memerintah selama 30 tahun, dia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa.

Menaklukkan konstantinopel merupakan hal yang mustahil saat itu, mengingat Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa 11 abad itu begitu sangat kuat pertahanannya. Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar ini tampak dari kuatnya memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Sehingga siapa pun musuh yang akan nmenyerangnya, tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut, dan saat itu sangat sulit dilakukan.

Akan tetapi fikiran cerdas Muhammad al Fatih tidak mau menyerah begitu saja. Dengan tekad yang membara untuk mengalahkan kerajaan romawi timur itu, dia mempelajari cara-cara para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10. meskipun semuanya dapat digagalkan. Dengan lebih cerdik lagi Muhammad Fatih melakukannya dengan membawa sekali gus 70 kapalnya melintasi Galata ke muara, setelah menebangi pohon-pohon besar, memberikan minyak pada kayu, dan menyeberangkan kapal-kapal tersebut dalam satu malam. Hal ini yang agak unik dan tidak terlintas sama sekali pada fikiran para pembesar Kerajaan Romawi tersebut.

Menyeberangkan kapal lewat darat, adalah dengan cara mendasarinya dengan kayu yang telah dilumuri minyak, kemudian didorong ramai-ramai, sampai akhirnya sampai ke selat bosporos. Hal itu dilakukan dalam satu malam utk menyeberanngkan 70 kapal.

Peperangan dahsyat pun terjadi. Benteng kokoh yang telah 11 abad tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium, sekarang harus menerima serangan dahsyat dari pasukan Muhammad Al Fatih, yang tidak takut akan kematian. Akhirnya Kerajaan Romawi pun harus jatuh dan takluk ke tangan kaum muslimin. Dalam catatan sejarah, peperangan tersebut mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur.

Tepat di tanggal 29 Mei 1453 M, Sultan Muhammad al-Fatih berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Diceriterakan, dia kemudian turun dari kudanya, melakukan sujud syukur kepada Allah atas kemenangannya merebut kota Konstantinopel. Setelah itu ia segera menuju gereja Hagia Sophia, dan memerintahkannya untuk dijadikan mesjid. Pada akhirnya, sang sultan pun memerintahkan untuk membangun masjid tepat berhadapan dengan Hagia Sohiadi makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan. Dibuatlah arsitektur bangunan yang persis sama dengan Hagia Sophia, itulah kemudian yang menjadi mesjid Sultan.

Kota Konstantinopel kemudian dijadikan sebagai ibu kota Kerajaan Utsmani dan dirubah namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, yang kemudian mengalami perubahan menjadi Istambul.

Sambil menikmati udara malam konstantinopel, sambil mengamati hilir mudik kaum muda pejalan kaki yang semuanya berpakaian tebal, cantik-cantik dan ganteng-ganteng, saya teringat salah satu hadits rosulullah saw yang menegaskan “Sungguh, akan ditaklukan Konstantinopel oleh kalian. Maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukannya” (HR.Ahmad). Dan begitulah, setiap zaman ada orangnya, dan setiap orang ada zamannya. Jatengdaily.com–st

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version