in ,

Marhaban, Bank Syariah Indonesia


Oleh Gunoto Saparie

PENANDATANGANAN akta penggabungan tiga bank syariah BUMN resmi dilakukan pada 16 Desember 2020 lalu. Penggabungan tiga bank syariah plat merah ini menghasilkan bank konsolidasi bernama Bank Syariah Indonesia. Nama ini akan digunakan secara efektif oleh PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS) selaku bank yang menerima penggabungan. Perubahan nama tersebut juga diikuti dengan pergantian logo. Kantor pusat bank hasil penggabungan akan berada di Jalan Abdul Muis Nomor 2-4, Jakarta Pusat, yang sebelumnya merupakan kantor pusat BRIS.

Bank syariah hasil penggabungan akan melakukan kegiatan usaha pascamerger di kantor pusat, cabang, dan unit eksisting di mana sebelumnya dimiliki BRIsyariah, Bank Syariah Mandiri, serta BNI Syariah. Perubahan ringkasan rencana merger juga memuat rancangan perubahan struktur organisasi bank yang menerima penggabungan, yakni BRI Syariah. Bank hasil penggabungan memiliki susunan kepengurusan yang diperkuat oleh 10 direktur.

Kita layak mengapresiasi langkah Kementerian BUMN yang bergerak cepat menindaklanjuti rencana merger tiga bank syariah BUMN tersebut. Setelah diwacanakan Menteri BUMN Erick Thohir pada Juli lalu, proses merger telah dimulai pada dua bulan lalu dengan penandatanganan conditional merger agreement (CMA) oleh tiga bank syariah tersebut. Merger direncanakan terealisasi pada Februari 2021 setelah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Penggabungan tiga bank syariah plat merah ini dinilai dapat meningkatkan daya saing keuangan syariah di era digital. Dampak merger terhadap perkembangan ekonomi syariah juga diharapkan positif, karena entitas baru yang lahir dari aksi korporasi ini akan memiliki modal besar untuk bergerak menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan kalkulasi atas kinerja per semester I/2020, total aset bank syariah hasil merger mencapai Rp214,6 triliun dan modal intinya lebih dari Rp20,4 triliun. Dengan nilai aset dan modal inti tersebut, bank syariah hasil merger akan masuk jajaran 10 besar bank terbesar di Indonesia dari sisi aset, dan 10 besar dunia dari segi kapitalisasi pasar.

Dalam merger ini, BRIS akan menjadi bank penerima merger dari dua bank syariah BUMN lainnya alias survivor bank. Bank syariah BUMN hasil merger tetap berstatus sebagai perusahaan terbuka dan tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode saham BRIS. Akan tetapi, pemegang saham bank syariah hasil merger berubah, dari mayoritas PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBR), menjadi PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Bank Mandiri akan punya saham BRIS sebesar 51,2%, sementara PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 25%, BRI menjadi 17,4%, DPLK BRI – Saham Syariah 2% ,dan publik 4,4%.
Posisi BRI Syariah

Mengapakah BRI Syariah ditunjuk sebagai pemegang entitas atau surviving entity? Hal ini karena terkait dengan posisi BRI Syariah sebagai satu-satunya bank syariah BUMN yang sudah go public. Oleh karena itu, meskipun beraset paling besar, Bank Syariah Mandiri (BSM) bukan perusahaan publik, sehingga persetujuan merger jauh lebih sederhana. Begitu juga BNI Syariah, di mana hampir semua sahamnya dimiliki BNI.

Hari-hari ini pasar perbankan syariah relatif kecil, sekitar 6,2 persen dari total pasar perbankan, di mana harus diperebutkan 34 bank syariah. Mereka terdiri atas 14 bank umum syariah (BUS) dan 20 unit usaha syariah (UUS), yakni unit syariah (windows) dari bank konvensional. Belum lagi 165 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS).

Di samping itu, bank syariah juga harus bersaing dengan bank konvensional. Harus diakui, hal ini sangat berat, karena nasabah yang memilih karena faktor syariah hanya sekitar 20 persen. Padahal kondisi bank syariah di Indonesia saat ini boleh dikatakan kurang efisien. Mereka adalah bank-bank kecil. Aset 34 bank syariah dan 165 BPRS hanya Rp522 triliun, sementara aset BRI saja mencapai Rp1.416,8 triliun. Dalam kondisi seperti itu, pembiayaan (kredit) di bank syariah pun relatif lebih mahal, sehingga kurang menarik nasabah.
Digitalisasi Perbankan

Mengacu pada pernyataan Ketua Project Management Office (PMO) Bank Syariah BUMN Hery Gunardi, proses transformasi Bank Syariah Indonesia difokuskan ke pengembangan produk-produk syariah yang baru. Artinya, tidak sama seperti yang sudah ada, apalagi yang dimiliki bank konvensional.

Di samping itu, digitalisasi perbankan terus digenjot juga. Hal ini sebagai upaya memberikan opsi yang terbaik kepada para nasabah dan calon nasabahnya. Ekspansi Bank Syariah Indonesia juga dilakukan tak hanya di Indonesia. Namun di tingkat internasional dengan membuka cabang. di Timur Tengah seperti Dubai dan Abu Dhabi.

Penggabungan tiga bank syariah plat merah tersebut, harus diakui, merupakan kebijakan strategis di tengah ketatnya persaingan industri perbankan. Merger diharapkan akan meningkatkan efisiensi, sehingga meningkatkan kinerja bank syariah pascamerger dan dapat bersaing dengan bank konvensional.Marhaban (selamat datang), Bank Syariah Indonesia!
*Gunoto Saparie adalah Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia Wilayah Jawa Tengah,. Jatengdaily.com–st

What do you think?

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Indeks Pembangunan Manusia Jateng Melesat Saat Pandemi Covid-19

Tak Boleh Ada Pesta Kembang Api di Malam Tahun Baru