diana susanti1


Oleh : Diana Dwi Susanti, S.ST
Statistisi Ahli Muda BPS Provinsi Jawa Tengah

PERTUMBUHAN ekonomi Jawa Tengah pada kuartal II – 2020 tumbang hingga minus 5,94 persen. Salah satu penyebabnya konsumsi rumah tangga yang mempunyai andil hingga 61,73 persen minus hingga 4,16 persen. Bisa dikatakan daya beli masyarakat melemah pada saat pandemi.

Akibat dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan pemerintah untuk menghindari meluasnya penyebaran virus covid maka salah satunya dengan membatasi secara total transportasi baik darat, laut maupun udara. Pembatasan ini telah membawa dampak yang signifikan. Terutama pada kalangan dunia usaha.

Pabrik atau perusahaan tidak menjalankan aktivitasnya seperti biasanya. Sehingga banyak karyawan yang di-PHK atau dirumahkan. Belum lagi usaha informal tidak bisa menjalankan aktivitasnya karena sekolah, kantor melakukan Sekolah From Home (SFH) atau Work From Home (WFH). Tentu ini berpengaruh dengan pendapatan masyarakat. Pendapatan mereka berkurang atau bahkan tidak ada.

Ini yang menjadikan konsumsi rumah tangga tumbuh negatif. Daya beli masyarakat menurun, sehingga mereka yang tidak miskin menjadi miskin, dan yang miskin semakin miskin, pada gilirannya jumlah yang miskin semakin banyak. Jawa Tengah yang telah berhasil menurunkan angka kemiskinan sampai 3 persen dari tahun 2015 – 2019, bulan Maret 2020 penduduk miskin Jawa Tengah kembali naik 0,83 persen atau naik 301,5 ribu orang.

Pemerintah telah berusaha mencari segala cara untuk membuat roda ekonomi kembali berputar normal di kuartal III-2020. Berbagai bantuan telah digelontorkan oleh pemerintah. Bantuan Langsung Tunai, (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Pra Kerja dan yang terakhir bantuan kepada pekerja yang bergaji kurang dari 5 juta.

Semua upaya pemerintah ini tidak lain untuk menghindari resesi ekonomi pada triwulan III-2020. Sebab jika ekonomi minus lagi pada triwulan berikutnya, maka ekonomi akan jatuh ke jurang resesi.

Mendorong Belanja Masyarakat Kelas Menengah Ke Atas Salah satu cara untuk menghindari resesi adalah dengan mendorong belanja masyarakat. Hampir 60 persen dari ekonomi Jawa Tengah berasal dari consumer spending dari belanja masyarakat.

Belanja masyarakat cukup ampuh dalam menggerakkan ekonomi. Semakin tinggi permintaan masyarakat akan barang atau jasa, maka perusahaan/usaha akan meningkatkan produksinya. Meningkatnya produksi berpengaruh dengan permintaan bahan baku dan tenaga kerja.

Hal ini akan menggerakkan semua sektor ekonomi kearah positif.
Wabah covid19 membuat ekonomi anjlok. Ada dua perkiraan terkait rendahnya konsumsi. Bisa jadi karena rakyat memang lagi kekurangan uang dan berhemat untuk berbelanja. Ini dialami oleh masyarakat pada golongan ekonomi ke bawah.

Pemerintah telah menggelontorkan bantuan ke masyarakat golongan ekonomi ke bawah yang jumlahnya 40 persen dari total penduduk Jawa Tengah. Masih ada 60 persen penduduk dengan golongan ekonomi menengah ke atas. Masyarakat ini yang bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi.

Karena masyarakat menengah ke atas menyumbang 80 persen lebih dari seluruh total pengeluaran penduduk Jawa Tengah. Masyarakat pada golongan menengah ke atas takut berbelanja. Walaupun belanja ini sering dilakukan secara online tetapi dampak belanja ini tidak sekencang pada kondisi normal.

Masyarakat dengan kategori ini memiliki khawatir yang tinggi. Mereka harus mendapatkan rasa aman sehingga mau keluar rumah, kontak fisik, sehingga roda ekonomi berputar kembali. Penerapan new normal dengan tetap mengedepankan penerapan protokol kesehatan diharapkan masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke atas sudah berani untuk kembali berbelanja.

Beberapa tempat wisata sudah kembali dibuka dengan kondisi new normal. Tapi ini masih belum mampu mendorong masyarakat golongan menengah ke atas untuk berbelanja. Dilihat dari perkembangan inflasi pada dua bulan terakhir Juli dan Agustus 2020, Jawa Tengah masih mengalami deflasi.

Agustus 2020 ini Jawa Tengah mengalami deflasi 0,03 persen. Walaupun sedikit ada peningkatan dibandingkan bulan Juli 2020 dengan deflasi sebesar 0,09 persen. Deflasi terjadi karena penurunan daya beli. Penurunan daya beli berpengaruh pada tingkat konsumsi masyarakat.

Rendahnya tingkat konsumsi masyarakat ini akhirnya berpengaruh pada penurunan harga di sejumlah sektor. Langkah yang harus dikedepankan adalah mengutamakan perbaikan di bidang kesehatan, terutama dalam penemuan vaksin covid19 sehingga masyarakat kembali bangkit kepercayaannya. Dan beraktivitas seperti sedia kala sehingga ekonomi kembali bergerak kearah positif. Jatengdaily.com–st

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version