
Oleh: Novita Ayuningtyas, SST
Statistisi Pertama
BPS Kabupaten Blora
SEKTOR pertanian terbukti tahan terhadap guncangan pandemi COVID-19. Pada kuartal III 2020, sektor pertanian kembali mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 2,15 persen (YoY). Hal tersebut, tidak lepas dari peran perempuan yang bekerja di sektor pertanian.
Sebelum membahas lebih lanjut peran perempuan dalam pertanian, perlu disadari peran ganda perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah. Sebagai ibu rumah tangga, perempuan dituntut untuk bertanggung jawab terhadap kepengurusan dan pengaturan keluarga. Sebagai pencari nafkah, perempuan dituntut untuk menjadi pencari penghasilan, baik utama maupun tambahan.
Perempuan yang bekerja dalam pertanian, biasanya terlibat dalam proses penanaman maupun kegiatan pascapanen. Sebagai seorang istri dari suami yang bekerja sebagai petani, perempuan bertugas mendukung suami sebagai petani utama. Biasanya mereka bekerja sebagai pekerja keluarga atau buruh pertanian. Namun, ada juga perempuan yang bekerja menjadi petani utama.
Data BPS hasil Survei Pertanian antar Sensus (Sutas) 2018 menyebutkan, jumlah petani perempuan di Indonesia sekitar 8 juta orang. Hampir 24 persen dari 25,4 juta orang petani adalah petani perempuan. BPS juga mencatat, jumlah rumah tangga usaha pertanian dengan perempuan sebagai pemimpin dalam rumah tangga berjumlah sekitar 2,8 juta rumah tangga.
Fakta tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang terlibat dalam sektor pertanian tidak sedikit jumlahnya. Namun, di tengah peran strategis petani perempuan dalam mendukung kegiatan pertanian, mereka dihadapkan pada berbagai permasalahan yang mengancam kualitas hidup mereka.
Permasalahan Petani Perempuan
Kemiskinan masih menjadi masalah yang menghantui pemerintah. Pada Maret 2020, jumlah penduduk miskin sebesar 26,42 juta orang atau sekitar 9,78 persen. Angka tersebut mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2019 yang sebesar 25,14 juta orang.
Dari jumlah tersebut, persentase penduduk miskin di perdesaan, tercatat memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Penduduk miskin di perdesaan berjumlah 12,82 persen pada Maret 2020, sedangkan di perkotaan berjumlah 7,38 persen. Padahal, mayoritas penduduk perdesaan bermata pencaharian sebagai petani.
Itulah mengapa, pertanian dan kemiskinan seperti benang kusut yang sulit diuraikan satu sama lain. BPS mencatat, 46,3 persen rumah tangga miskin menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian, sedangkan sisanya bergantung dari sektor selain pertanian.
Perempuan sebagai kepala rumah tangga juga banyak ditemui pada rumah tangga miskin. Persentase rumah tangga miskin yang dipimpin oleh perempuan sebesar 15,88 persen. Padahal, hampir 3 juta rumah tangga usaha pertanian dipimpin oleh perempuan.
Pada Maret 2020, kejadian kemiskinan pada rumah tangga yang dipimpin oleh perempuan mencapai 7,82 persen, lebih tinggi dibandingkan kejadian kemiskinan pada rumah tangga yang dipimpin oleh laki-laki (7,79 persen). Tentu kondisi ini perlu digarisbawahi.
Sebagai orang yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pertanian, kehidupan perempuan terancam kurang berkualitas. Padahal, di saat mereka menapaki peran sebagai pencari nafkah (baik utama maupun tambahan) dalam pertanian, mereka juga dituntut untuk mendidik anak-anak mereka agar mendapatkan nasib yang lebih baik. Keluar dari jerat kemisikinan.
Di tengah ancaman COVID-19, petani perempuan yang sekaligus menjadi ibu, terpaksa harus menghadapi kebijakan pemerintah berupa penerapan school from home (SFH). Mereka harus mendampingi anak-anak mereka dalam menjalani pendidikan dari rumah. Kondisi tersebut membuat beban perempuan bertambah berat karena tugas mendidik dijalankan bersamaan dengan mengurus rumah tangga dan bekerja.
Upaya dan Harapan
Beberapa dari banyak masalah yang menjerat perempuan dalam keterlibatannya di sektor pertanian, perlu menjadi perhatian pemerintah. Disparitas antara perkotaan dan perdesaan seharusnya dipersempit, sehingga perdesan tidak menjadi pusat kemiskinan dan sektor pertanian dapat menjadi motor bagi roda perekonomian masyarakat perdesaan.
Pendidikan bagi para perempuan, terutama yang tinggal di perdesaan, mesti diutamakan. Dengan pendidikan yang memadai, perempuan diharapkan mampu meningkatkan taraf kehidupannya, terutama mereka yang bekerja di sektor pertanian. Terciptanya proses pertanian yang lebih efisien dan modern, diharapkan lahir dari buah pemikiran para petani perempuan.
Terkait ketidakpastian kondisi pandemi, pemerintah harus lebih hati-hati dalam mencegah penyebaran COVID-19 di perdesaan, agar penduduk yang terlibat pada sektor pertanian, tidak semakin dalam terjerumus dalam kemiskinan. Para ibu harus menjadi pemimpin untuk memerangi COVID-19 dengan menjaga protokol kesehatan pada level paling kecil, yaitu keluarga.
Akhirnya, cita-cita Indonesia menjadi lumbung pangan dunia 2045, menempatkan petani sebagai pelaku utama pembangunan pertanian. Pemerintah sering lupa, bahwa petani perempuan turut serta dalam gerbong pembangunan tersebut. Kurangnya kebijakan yang menyasar langsung pada petani perempuan, dikhawatirkan akan mengorbankan kualitas hidup mereka. Ketangguhan petani perempuan tentu akan memberikan kontribusi positif terhadap ketangguhan sektor pertanian. Jatengdaily.com-yds
- Ditulis untuk para petani perempuan, Selamat Hari Ibu 22 Desember 2020.
GIPHY App Key not set. Please check settings