Mengukur Kekuatan Sektor Raksasa Jawa Tengah

0
Foto Diana6

Oleh Diana Dwi Susanti, S.ST
Fungsional Ahli BPS Provinsi Jawa Tengah

SEKTOR industri di Jawa Tengah menghadapi pukulan keras di tengah pandemi covid-19. Pada awal pandemi, industri pengolahan mengalami kontraksi sebesar -3,99 persen. Triwulan III tahun 2020 sektor tersebut terpuruk lebih dalam hingga kontraksi sebesar -7,01 persen dibandingkan triwulan III tahun 2019. Dan mempengaruhi resesi di Jawa Tengah yang berturut-turut kontraksi pada triwulan II dan triwulan III tahun 2020 sebesar -5,95 persen dan -3,93 persen.

Industri adalah salah satu penyumbang terbesar dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jawa Tengah. Kontribusinya yang mencapai sepertiga dari seluruh perekonomian di Jawa Tengah menjadi tumpuan untuk 22,32 persen penduduk Jawa Tengah pada tahun 2019. Pada tahun 2020 kontribusi tenaga kerja dari sektor industri berkurang menjadi 20,64 persen.

Ada apa dengan industri di Jawa Tengah? Apakah dampak pandemi begitu mengguncang kondisi sektor raksasa di Jawa Tengah tersebut? Apa penyebab tumbangnya sektor industri di Jawa Tengah? Penyebab Industri Terkontraksi Dibandingkan Tahun 2019 Sektor industri mengalami dampak dari wabah covid-19 yaitu menurunnya permintaan barang/jasa dari pasar domestik dan global. Penurunan impor bahan baku dan ekspor produk ke luar negeri berimbas keberlangsungan industri pada masa pandemi. Akibatnya, neraca keuangan perusahaan terganggu dan terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).

BPS Provinsi Jawa Tengah pada Agustus 2020 mencatat angka pengangguran naik menjadi 6,48 persen yang sebelumnya tercatat 4,44 persen pada Agustus 2019 (BPS, 2020). Pengangguran meningkat, konsumsi masyarakat melambat karena kehilangan pendapatan. Beberapa catatan penyebab industri terkontraksi.

Beberapa industri non migas yang mempunyai share tinggi seperti industri pengolahan tembakau masih terkontraksi. Akibat PHK dan penurunan pendapatan, masyarakat mulai mengurangi konsumsi rokok. Yang terkontraksi paling dalam pada sektor industri non migas adalah industri tekstil dan pakaian jadi.

Industri tekstil dan pakaian jadi terus tergerus mulai awal tahun 2020. Perang dagang Amerika dan Tiongkok ikut mewarnai pukulan pada industri tersebut. Belum pulih, saat ini kolaps karena dampak pandemi covid-19.Permintaan pakaian di masa pandemi anjlok tajam. Satu lagi yang menyebabkan sektor industri terkontraksi adalah industri migas.

Sebagaimana diketahui, sektor industri migas merupakan salah satu industri yang memiliki kontribusi cukup besar terha dap total PDRB Jawa Tengah. Triwulan III tahun 2020, industri migas terkontraksi cukup dalam (y on y). Volume pengolahan minyak mentah mengalami penurunan seiring dengan turunnya permintaan hasil kilang.

Akibatnya, total pertumbuhan industri pengolahan yang awalnya tercatat minus 0,72 persen (tanpa migas), terkoreksi minus sangat dalam menjadi minus 7,01 persen. Imbasnya pertumbuhan ekonomi secara agregat juga terkoreksi, dari minus 1,00 persen (tanpa migas) turun menjadi minus 3,93 persen. Sedangkan Industri makan dan minum yang mempunyai kontribusi tertinggi tumbuh melambat tetapi mampu menjadi penahan laju pertumbuhan industri terkoreksi lebih dalam lagi (y on y). Walaupun pertumbuhannya melambat pada kisaran 3 – 4 persen dibandingkan sebelum ada pandemi yang mampu tumbuh 7 hingga 9 persen.

Jadi dapat disimpulkan bahwa terkontraksinya sektor industri yang merupakan sektor raksasa Jawa Tengah sebenarnya bukan disebabkan melemahnya ekonomi secara umum, akan tetapi lebih karena terkontraksinya industri migas yang cukup dalam. Jika dihitung tanpa migas, ekonomi Jawa Tengah sebenarnya terkontraksi sangat tipis bahkan mendekati angka positif dibandingkan dengan triwulan III tahun 2019. Jatengdaily.com—st

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version