Loading ...

Pilkada dan Tingkat Pengangguran Terbuka

0
Sendi bps-26

Oleh Sendi Irawan

Pegawai BPS Kabupaten Sragen

TAHUN 2020 merupakan tahun politik bagi sebagian wilayah di Indonesia, tak terkecuali di wilayah Soloraya. Dari tujuh kabupaten/kota di Soloraya, hanya Kabupaten Karanganyar yang tidak menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun ini. Hal ini tentunya menarik untuk melihat peta kekuatan antara pasangan petahana dengan pasangan baru sebagai penantang atau lawan politiknya.

Dilihat dari tingkat keterkenalan pasangan calon, tentu pasangan petahana mempunyai keuntungan tersendiri karena lebih dahulu dikenal oleh masyarakat. Namun, perlu dicermati juga bahwa pasangan petahana tidak serta merta bisa jumawa, karena keberhasilan pasangan petahana untuk terpilih kembali sebagai kepala daerah juga dilihat dari tingkat keberhasilannya dalam mengubah “wajah” daerahnya selama periode kepemimpinannya saat mereka menjabat. Masyarakat tentunya juga punya cara sendiri untuk memilih calon pemimpinnya di masa mendatang.

Lalu apakah Pilkada ini ada kaitannya dengan data?

Bagi sebagian calon pasangan terutama pasangan petahana, data merupakan hal yang penting apalagi jika data itu “berpihak” kepada pasangan tersebut artinya ada peningkatan kualitas pembangunan di wilayahnya dari data yang ada. Akan tetapi, data juga bisa menjadi bumerang bagi pasangan petahana sekaligus menjadi senjata ampuh bagi lawan politiknya jika data yang ada menunjukkan kualitas pembangunan di wilayahnya menurun atau mengalami peningkatan tetapi cukup lambat.

Data tentunya bisa menjadi pembeda dalam proses pilkada. Bagi sebagian masyarakat yang paham data, tentunya mereka akan bisa menentukan pilihan berdasarkan data yang ada. Namun, bagi sebagian masyarakat yang belum memahami data, bisa jadi mereka cenderung hanya akan memilih calon pasangan berdasarkan keterkenalan figurnya atau berdasarkan alasan-alasan lainnya.

Sebagai contoh, berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019 tingkat pengangguran terbuka (TPT) di kabupaten/kota se-Soloraya cenderung mengalami peningkatan, hal ini berarti ada masalah ketenagakerjaan di wilayah tersebut.Hanya Kabupaten Sragen dan Kota Surakarta yang mengalami penurunan, dimana penurunan TPT di Kabupaten Sragen mencapai 1,48 persen sedangkan di Kota Surakarta menurun sebesar 0,21 persen.

Tentunya hal ini bisa menjadi angin segar bagi pasangan petahana dari Kabupaten Sragen dan Kota Surakarta. Namun, di sisi lain meskipun ada peningkatan TPT, pasangan petahana dari Kabupaten Wonogiri juga masih bisa berbangga diri, karena secara umum TPT Kabupaten Wonogiri merupakan yang terendah se-Soloraya bahkan dari seluruh kabupaten/kota se-Jawa Tengah, yaitu sebesar 2,54 persen.

Kemudian dilihat dari data kemiskinan tahun 2019 yang dirilis oleh BPS, persentase penduduk miskin di kabupaten/kota se-Soloraya secara umum semua mengalami penurunan, artinya ada keberhasilan pemerintah daerah dalam pengentasan kemiskinan. Jika dilihat dari penurunannya, pasangan petahana dari Kabupaten Klaten dan Boyolali cukup mendapat angin segar karena persentase penurunannya cukup tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya, yaitu sebesar 0,69 persen untuk Kabupaten Klaten dan 0,51 persen untuk Kabupaten Boyolali.

Sedangkan pasangan petahana dari Kabupaten Sukoharjo dan Sragen perlu waspada dengan kondisi kemiskinan di wilayahnya, karena penurunannya cukup rendah, yaitu sebesar 0,27 persen untuk KabupatenSukoharjo dan 0,32 persen untuk Kabupaten Sragen. Khusus untuk Kabupaten Sragen, persentase penduduk miskinnya juga yang tertinggi se-Soloraya, dengan persentase sebesar 12,79 persen, hal ini tentunya juga bisa menjadi peringatan tersendiri bagi pasangan petahana.

Dari data di atas, sebenarnya dapat memberikan sedikit gambaran atau pencerahan kepada masyarakat pemilih untuk menilai apakah pasangan petahana cukup berhasil atau belumdalam proses pembangunan di wilayahnya, sehingga masyarakat mempunyai pandangan untuk memilih lagi pasangan petahana tersebut atau tidak pada proses pilkada nantinya.

Lalu siapa yang lebih diuntungkan dengan adanya data tersebut?

Tentu kita tidak bisa menjawab dengan pasti siapa yang bakal diuntungkan atau tidak diuntungkan terkait data yang ada. Karena kembali lagi kepada masyarakat sebagai pemilih, apakah mereka memilih berdasarkan data yang ada, berdasarkan figur calonnya atau berdasarkan alasan-alasan yang lainnya. Karena, bagi masyarakat yang paham data pun, ketika ada kepentingan politik atau keberpihakan, kita juga tidak bisa menjamin bahwa mereka akan memilih calon pasangan berdasarkan fakta atau rekam jejak yang ada.

Terlepas dari data pada akhirnya digunakan atau tidak sebagai dasar masyarakat dalam proses pilkada, namun kesinambungan ketersediaan dan kualitas data tetap harus dijaga dan ditingkatkan karena begitu besarnya peranan data itu sendiri. Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam acara pencanangan pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 24 Januari 2020, “Data ini adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil, bahkan lebih berharga dari minyak.

Data yang valid menjadi salah satu kuncipembangunan”. Artinya, presiden menganggap bahwa peranan “data” itu sangat penting, sangat strategis dalam berbagai kepentingan. Dan tentunya dapat kita simpulkan bahwa salah satunya peranan data dalam proses pilkada ini adalah data bisa menjadi gambaran atau bahan acuan bagi masyarakat dalam menentukan calon pemimpinnya berdasarkan fakta atau rekam jejak calon pemimpin yang ada. Sehingga masyarakat tidak buta dengan pilihan yang ada atau biasa kita ibaratkan seperti memilih kucing dalam karung. Jatengdaily.com–st

Facebook Comments Box

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version