in ,

Strategi Meningkatkan Konsumsi Ikan di Jawa Tengah

Oleh: Eko Suharto SST MSi
ASN Bidang Statistik Distribusi
BPS Jawa Tengah

DALAM sebuah acara workshop pembahasan pangan, seorang narasumber memperoleh pertanyaan. “Mengapa konsumsi ikan di Jawa Tengah rendah meskipun produksinya cukup tinggi” ujar peserta. Setelah berpikir sejenak, narasumber mengajukan pertanyaan sederhana. “ Hari ini siapa di antara peserta yang hadir telah makan dengan lauk ikan?”. Dari puluhan peserta workshop, hanya dua orang yang mengangkat tangan.

Di sisi lain, Jawa Tengah menghadapi masalah serius mengurangi stunting. Gangguan pertumbuhan pada anak ini disinyalir karena kurangnya asupan gizi dalam jumlah tepat dan dalam waktu yang lama. Tercatat pada Februari 2020, 156.549 balita mengalami stunting. Angka tersebut hasil pengukuran status gizi terhadap 1.074.641 balita di Jawa Tengah.

Penelitian Universitas Diponegoro, salah satu penyebab utama karena ibu hamil mengalami kekurangan protein pada masa kehamilan. Selain itu, makanan pengganti ASI untuk balita juga rendah protein.

Kurang Konsumsi
Kementerian Kelautan menyatakan ikan lebih banyak dikonsumsi penduduk luar Jawa. Masyarakat di sebagian Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Ambon dan Papua sangat gemar makan ikan. Ini juga yang mendorong angka konsumsi ikan nasional mencapai 51,5 kg per kapita per tahun pada 2018. Sementara di Jawa Tengah, angka konsumsi ikan berada pada kisaran 29,19 kg per kapita per tahun pada 2018.

Sementara dari sisi produksi, Jawa Tengah termasuk salah satu sentra penghasil ikan di Indonesia. Pada 2018 produksi ikan budidaya mencapai 510,67 ribu ton. Sementara produksi perikanan tangkap 446,28 ribu ton. Catatan kinerja ekspor perikanan pun tak kalah moncer. Selama 2018 volume ekspor produk perikanan mencapai 81,71 ribu ton, meningkat lebih dari 51 persen dibanding periode sebelumnya.

Beberapa hal menjadi alasan mengapa konsumsi ikan Jawa Tengah sangat rendah. Yang pertama adalah bervariasinya kondisi geografi. Kondisi ini menyebabkan potensi produksi perikanan berbeda antar daerah. Perlu jalur distribusi untuk mengirimkan ikan ke daerah nonpotensi. Akibatnya harga ikan menjadi lebih mahal.

Hal yang kedua adalah masalah kebiasaan. Masyarakat pesisir memiliki akses lebih mudah untuk memperoleh ikan, terutama ikan segar. Berbagai jenis ikan tersedia setiap hari. Selain itu harganya juga murah. Masyarakat pesisir lebih banyak makan ikan dibandingkan masyarakat nonpesisir. Sementara Jawa Tengah, sebagian besar merupakan masyarakat nonpesisir dengan warisan budaya agraris. Hal ini membuat konsumsi ikan juga terbatas.

Berikutnya adalah pengetahuan masyarakat tentang ikan terbatas. Sebagian masyarakat menganggap kandungan gizi ikan masih kalah dengan daging. Makan lauk daging dianggap lebih bergengsi dibanding makan ikan. Dengan makan daging masyarakat merasa sudah naik kelas. Simbol status sosial naik jika banyak mengkonsumsi daging. Ikan menjadi sekedar lauk substitusi untuk daging.

Ditambah lagi, ikan memerlukan pengolahan tersendiri agar lebih enak. Aroma amis ikan cukup mengganggu bagi sebagian orang. Perlu cara memasak yang baik agar tercium aroma yang menggugah selera makan. Selain itu struktur tubuh ikan memiliki banyak duri. Tentunya cukup merepotkan jika harus memisahkan saat makan.

Menangkap Peluang
Masa pandemi COVID-19 menjadi peluang untuk meningkatkan konsumsi ikan Jawa Tengah. Kekhawatiran terinfeksi virus mengakibatkan masyarakat sadar pentingnya gizi. Dengan rajin mengonsumsi ikan maka imunitas tubuh meningkat. Kekebalan tubuh prima menyebabkan tubuh tidak mudah terkena virus.

Lebih dari itu, mengonsumsi ikan memiliki banyak keunggulan. Ikan sebagai salah satu protein hewani memiliki kandungan protein yang tinggi. Kandungan asam lemak omega-3 penting bagi perkembangan otak dan kesehatan jantung. Sebagai bahan pangan, ikan juga merupakan sumber vitamin dan mineral yang baik dan prospektif.

Ikan merupakan makanan bergizi tinggi dan disarankan untuk dikonsumsi terutama anak anak. Komponen EPA dan DHA mampu meningkatkan daya kerja dan kecerdasan otak. Anak pintar dan cerdas adalah modal utama mewujudkan pembangunan sumber daya manusia unggul. Daya saing bangsa semakin meningkat dengan manusia berkualitas.

Ibu hamil sangat dianjurkan mengonsumsi ikan. Pada saat kehamilan, seorang ibu membutuhkan gizi lebih. Selain untuk daya tahan tubuhnya, kebutuhan asupan makanan berkualitas diperlukan janin yang dikandungnya. Badan Kesehatan Dunia WHO menyatakan ikan membantu otak janin berkembang optimal. Selain itu, janin yang dilahirkan memiliki kemampuan verbal, visual dan gerak lebih unggul.

Ikan juga dikenal sebagai daging putih (white meat). Kelebihannya dibandingkan daging merah (red meat) seperti daging sapi atau kambing terletak pada faktor resikonya. Daging merah memiliki kandungan kolesterol tinggi dan menjadi pendorong beberapa jenis kanker. Mengonsumsi ikan terbukti lebih sehat dengan kandungan lemak yang lebih rendah.

Hari Ikan Nasional 21 November merupakan momentum menggiatkan konsumsi ikan di masyarakat. Kampanye Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (GEMARIKAN) perlu diimbangi kecukupan ketersediaan ikan. Kelancaran distribusi ke wilayah non pesisir membuat konsumsi ikan makin meningkat dan harga yang terjangkau.

Kesadaran ibu rumah tangga mengatur pola makan sehat dengan aneka olahan ikan juga penting. Edukasi kandungan gizi dan manfaat ikan, membuat ikan tidak menjadi komoditas subtitusi. Masyarakat Jawa Tengah makin suka makan iwak tenan, bukan iwak ayam, iwak tahu ataupun iwak tempe. Jatengdaily.com-yds

Written by Jatengdaily.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

GIPHY App Key not set. Please check settings

Pangdam Beri Semangat Tim Dapur Lapangan Pengungsi Merapi

Aktivitas Merapi Tinggi, Tebing Lava 1954 Jatuh ke Kawah