Oleh Fitria Hernawati, SST
 Statistisi Muda Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas
PANDEMI Covid 19 tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan saja tetapi berdampak pada krisis ekonomi. Perjalanan panjang pandemi sejak Maret tahun 2020 sampai saat membuat berbagai sektor ekonomi mengalami goncangan yang keras bahkan ada yang berhenti sementara maupun permanen.
Kondisi perekonomian di 2021 pada triwulan 3 yaitu bulan Juli-September diwarnai dengan kebijakan PPKM oleh pemerintah akibat peningkatan kasus Covid-19 gelombang kedua atau yang dikenal dengan Covid-19 varian delta.
Pelaksaan PPKM di bulan Juli sangat berdampak komprehensif terhadap perputaran ekonomi terutama Jawa Tengah. Pada awalnya pelaksanaan PPKM hanya 2 minggu dari tanggal 3 Juli sampai 20 Juli 2021, tetapi nyatanya terus diperpanjang dan sampai kepada PPKM berlevel, dimana semakin tinggi kasus Covid-19 menyebabkan level PPKM juga meningkat.
Sektor yang berdampak langsung pada PPKM yaitu sektor transportasi dan penyediaan makanan dan minuman di restoran serta jasa perusahaan. Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah awal bulan lalu pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah di triwulan 3 dibandingkan dengan triwulan 2 mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 1,66% bila dibandingkan dengan triwulan 2 2021.
Lapangan usaha transportasi dan pergudangan mengalami kontraksi paling dalam -9,91%.Penutupan beberapa ruas jalan terutama jalan tol di Ibu Kota menyebabkan distribusi barang tersendat sampai ke Jawa Tengah sehingga kinerja lapangan usaha transportasi mengalami penurunan yang drastis.
Terhambatnya distribusi barang yang masuk ke Jawa Tengah menyebabkan beberapa lapangan usaha terdampak. Pemenuhan bahan baku industri Jawa Tengah yang berasal dari luar wilayah membuat performa industri pengolahan di triwulan 3 turun sebesar -1,26% bila dibandingkan triwulan 2 (sebelum PPKM darurat).
Terhambatnya distribusi barang dan jasa dapat dilihat dari pertumbuhan impor Jawa tengah yang turun -1,83% di triwulan 3 2021, sedangkan komponen ekspor pun mengalami penurunan lebih dalam yaitu sebesar –2,92%. Selain bahan baku, barang jadi mobil maupun bukan mobil yang menjadi produk utama lapangan usaha perdagangan juga mengalami perlambatan dilihat dari pertumbuhan yang hanya 0,72%.
Dampak selanjutnya berkurangnya mobilitas penduduk akibat peraturan PPKM membuat sejumlah hotel di Jawa Tengah mengalami tutup sementara, bahkan hotel bintang 5 pun ikut tutup karen asepinya pengunjung. Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel bintang 5 Jawa Tengah bulan Juli turun -24,92 bila dibandingkan bulan Juni 2021 sebelum PPKM diberlakukan.
TPK total (hotel bintang dan non bintang) di Jawa Tengah pada bulan Juli turun -16,73%. Wisatawan asing di bandara Adi Sumarmo dan Adi Sucipto di bulan Juli sampai September pun tidak ada sama sekali. Sejalan dengan hotel, penyediaan makanan di restoran saat PPKM juga terkena imbas aturan tidak boleh makan di tempat. Akibatnya banyak restoran yang tutup sementara atau mengurangi jam buka karena sepinya pembeli. Secara total lapangan usaha penyediaan makanan dan minuman di Jawa Tengah triwulan 3 mengalami penurunan -1,52% dibandingkan triwulan 2 2021.
Penurunan aktivitas ekonomi pada saat PPKM otomatis terdampak pada tenaga kerja di berbagai sektor. Kondisi ketenagakerjaan dipotret oleh Badan Pusat Statistik setiap Februari dan Agustus melalui Survei Angkatan kerja Nasional. Potret keadaan tenaga kerja di bulan Agustus 2021 dapat menunjukkan bagaimana pengaruh PPKM terhadap tenaga kerja.
Data pengangguran disajikan dalam angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat penawaran tenaga kerja yang tidak digunakan atau tidak terserap oleh pasar kerja. Bila dibandingkan dengan potret pengangguran pada bulan Februari 2021, TPT Jawa Tengah mengalami kenaikan di perkotaan dari 6,93 pada Februari menjadi 7,06 pada bulan Agustus 2021.
Perlambatan aktivitas ekonomi terlihat dari naiknya angka pengangguran di perkotaan karena penutupan aktivitas ekonomi lebih banyak di perkotaan seperti penutupan mall, pusat perbelanjaan, restoran, penerbangan internasional dan sebagainya. Sementara itu di tenaga kerja di perdesaan ternyata tidak terlalu berpengaruh oleh PPKM, terlihat dari angka pengangguran/TPT Jawa Tengah bulan Februari sebesar 4,98 malah turun menjadi 4,75 pada Agustus 2021.
Pola tenaga kerja di perdesaan lebih memilih untuk bekerja informal atau di bawah jam kerja normal (35 jam seminggu) atau yang disebut setengah pengangguran. Ciri pekerja informal di Indonesia selain mempunyai jam kerja di bawah normal, juga memiliki ciri-ciri berpendapatan rendah, kemudian juga muncul isitlah “working poor” atau bekerja tetapi miskin. Jadi walaupun banyak tenaga kerja yang terserap yang tercermin dari angka TPT yang tinggi, angka kemiskinan pun juga masih tinggi karena walaupun bekerja tetapi pendapatan rendah.
Setelah peningkatan keberhasilan program vaksinasi dan penurunan kasus Covid-19, level PPKM secara bertahap semakin menurun terutama di Jawa Tengah. Secara kasat mata sudah terlihat geliat ekonomi di berbagai sektor, terlihat sudah banyak pertunjukan/musik digelar, pembukaan pusat perbelanjaan/mall, hotel yang penuh pengunjung dan juga pariwisata semakin ramai. Dengan terbukanya lagi aktivitas ekonomi di Jawa Tengah diharapakan akan ada peningkatan akselerasi pertumbuhan ekonomi dan juga penurunan angka pengangguran dan kemiskinan di Jawa Tengah.Jatengdaily.com-st







